Uskup Agung Samarinda, Mgr. J. Harjosusanto, MSF: Meneladani Nilai-nilai dan Keutamaan Bunda Maria

61

HIDUPKATOLIK.COMRenungan Minggu, 18 Agustus 2024 Hari Raya SP Maria Diangkat ke Surga, Why.11:19a; 12:1, 3-6a, 10ab; Mzm.45:10c-12, 16; 1Kor.15:20-26; Luk.1:39-56

GAUNG perayaan hari ulang tahun ke-79 kemerdekaan Republik Indonesia masih terdengar jelas. Selain bendera Merah Putih masih berkibar di banyak tempat, bahkan di depan rumah-rumah warga, hiasan peryaan itu masih terpasang.

Tema yang diusung, yaitu Nusantara Baru, Indonesia Maju, cukup menarik, karena menunjukan terjadinya proses menuju ke tujuan antara bangsa pada tahun 2045 yaitu Indonesia Emas, dengan terus membarui diri menuju ke cita-cita paling tinggi yaitu negara yang adil, makmur, dan damai sejahtera berdasarkan Pancasila.

Hari ini umat Katolik merayakan Hari Raya Santa Maria diangkat ke surga. Maria diangkat ke surga karena telah mencapai kepenuhan hidup, sehingga layak menerima kebahagiaan secara penuh pula. Pengangkatan Maria ke surga menjadi pengharapan setiap orang beriman bahwa manusia, seperti halnya Maria, berkat karya penebusan Tuhan Yesus, bisa sampai pada kepenuhan hidup.

Untuk sampai ke sana, diperlukan proses sepanjang hidup, sebagaimana Santa Maria menjalaninya; bukan sebuah keadaan yang datang tiba-tiba. Benarlah bahwa Santa Maria memiliki  kekhususan dan keistimewaan yaitu sebagai yang dikandung tanpa noda dosa dan menjadi ibu Yesus, Sang Penebus. Namun demikian, ia adalah seorang manusia seperti manusia lainnya.

Ketika masih perawan muda, Maria menerima kabar tentang akan dilahirkannya Sang Penebus dan dialah yang dipilih Allah menjadi ibu-Nya. Reaksi awal Perawan Maria tidak serta merta menerima, karena baginya berita itu menimbulkan pertanyaan besar dan bahkan jelas tidak masuk akal. “Bagaimana mungkin hal itu terjadi, karena saya belum pernah berhubungan dengan laki-laki.” (Luk. 1:34).

Penjelasan Malaikat Gabriel selanjutnya tidak menghilangkan semua pertanyaan yang bergejolak dalam dirinya. Atas pernyataan malaikat bahwa bagi Allah tidak ada yang mustahil, Maria menyadari diri sebagai hamba Tuhan, karena itu membiarkan kehendak Tuhan terjadi pada dirinya apapun yang akan terjadi. “Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu”. (Luk. 1:38).

Tanggapan Iman

Menghidupi iman selalu berhadapan dengan misteri, suatu rahasia yang tidak pernah bisa dijelaskan secara utuh dan menyeluruh. Bagi orang beriman, membuka telinga, hati, dan diri serta bersedia menerima kehendak Allah merupakan sikap paling utama dan mendasar dalam mengisi hidup. Mendengarkan Sabda Tuhan, menjadikannya pegangan hidup dan menaati kehendak Tuhan menjadi titik tolak dan landasan untuk berangkat dan berziarah menuju kepenuhan hidup.

Saat mendengar dari malaikat Gabriel bahwa Elisabeth, sanaknya, sedang mengandung enam  bulan, Maria bergegas mengunjunginya dan tinggal di rumah Zakharia sampai kelahiran Yohanes Pembaptis (lih.Luk 1:56). Sebuah sikap tanggap dan sigap untuk menolong sesama yang membutuhkan, tanpa menunggu permintaan.

Menjalani peran sebagai Ibu Yesus, Maria sering menghadapi kekurang jelasan dalam banyak hal dan bahkan pertanyaan yang sulit bahkan tidak pernah terjawab. Bagaimana mungkin anak yang dikatakan akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah yang Maha Tinggi itu dan kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan lahir di tempat yang sangat tidak layak dan dalam situasi yang sangat memprihatinkan.

Namun, Maria menyimpan semua itu dalam hatinya dan membiarkan kehendak Allah yang terjadi. Ketika Yesus memilih untuk tinggal di Bait Allah pada usia 12 tahun, Maria dan Yosef dengan cemas mencari anak kesayangan mereka, dan ketika mendapatkannya mendengar jawaban yang pasti tidak terduga dan mengagetkan. “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” Maria tidak mengerti maksudnya dan ia menyimpan semua hal itu dalam hatinya. Sekali lagi sikap dasarnya adalah mendengarkan Sabda Tuhan dan merenungkannya dalam hati.

Yesus Putranya, meskipun melayani begitu banyak orang dengan mengajarkan tentang telah datangnya Kerajaan Allah yang benar-benar mewujud dengan sembuhnya orang sakit, alam yang berada dalam kuasanya, hidupnya kembali orang mati, tetap banyak orang menolak Dia, bahkan  puncaknya menyiksa dan menyalibkan-Nya. Suatu hal yang sulit diterima dan pasti menimbulkan pertanyaan yang tidak pernah terjawab.

Nilai-nilai dan keutamaan Maria mencapai puncaknya ketika mengikuti jalan salib Putranya dan berada di bawah salib Yesus. Peristiwa itu pasti menimbulkan kedukaan yang luar biasa. Namun semua itu diterimanya, karena dikehendaki Allah. Saat para murid berkumpul di ruang atas, Maria bersama mereka bertekun dengan sehati dalam doa bersama (bdk. Kis. 1:12-14). Ia senantiasa mendengarkan Sabda Allah dan membiarkan kehendak-Nya terjadi.

Tuhan sendiri membangun dan mengembangkan aneka keutamaan dan kebaikan dalam diri Maria, yaitu kerendahan hati, kepekaan, kesiap-sediaan dan kesigapan membantu, kesabaran, ketabahan, kasih sayang, kelembutan, kesetiaan, ketekunan berdoa, dan lain-lain. Perjalanan hidup Maria merupakan proses menuju ke kepenuhan, sehingga ia menerima buahnya manisnya, yaitu kebahagian secara utuh dan penuh.

Kematangan Iman

Peziarahan hidup menuju kematangan iman pasti melalui sebuah proses dan dinamika. Benih kebaikan dan keutamaan yang ditanam Tuhan dalam diri setiap orang harus dipelihara dengan baik agar berkembang subur dan berbuah dalam kehidupan nyata. Adanya dinamika yang ditandai dengan naik turunnya penghayatan nilai-nilai Injil, keutamaan dan kebaikan merupakan hal biasa.

Ada kalanya iman sangat mantab, penghayatan nilai-nilai Injil sangat jelas dalam tindakan sehari-hari. Namun ada masanya muncul keraguan, kurang semangat, bahkan loyo, sehingga pewujudannya pun menurun atau tidak nampak lagi. Proses dan dinamika itu berlaku bagi sebagian besar orang beriman. Hal yang paling penting adalah tetap setia. Meskipun naik turun, namun secara umum mesti meningkat. Jika demikian halnya, hidup terus berproses dan meningkat menuju kepenuhan.

Bagi orang Katolik, keyakinan bahwa Bunda Maria diangkat ke surga menjadi harapan pasti akan tujuan hidup terakhir, yaitu  zaman kepenuhan hidup dalam kebahagiaan kekal di surga. Kita mesti meneladan Bunda Maria dalam iman dan pengharapan, yaitu percaya akan Allah, mendengarkan Sabda-Nya, memegangnya sebagai pedoman hidup dan membiarkan kehendak Allah terjadi bagaimanapun keadaannya.

Bagi orang Katolik, kepercayaan pada Tuhan Yesus yang telah bangkit dan menjadi Penebus dosa memampukan setiap orang menapaki hidup di dunia ini dengan penuh harapan menuju kepenuhan hidup seperti diteladankan oleh Bunda Maria yang senantiasa setia mengikuti Yesus sampai pada kepenuhan sempurna dalam kebahagiaan di surga.

      Bagi orang beriman, membuka telinga, hati, dan diri serta bersedia menerima kehendak Allah merupakan sikap paling utama dan mendasar…

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No.33, Tahun Ke-78, Minggu, 14 Agustus 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini