70 Tahun STF Seminari Pineleng: Bangun Kebudayaan yang Tangguh

66
Salah satu pembicara, Rico Cota Jacoba (kiri) tengah menyampaikan paparannya dalam seminar.

HIDUPKATOLIK.COM – Berakar dalam Budaya Berkomitmen dalam Misi menjadi tema Seminar Internasional Memperingati HUT ke-70 Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng (STFSP) di aula STFSP, Sabtu (10/8/2024).

Seminar dibuka Ketua STFSPM Pastor Barnabas ‘Berry’ Ohoiwutun, MSC. Hampir 300 mahasiswa dan dosen STFSP mengikuti seminar baik secara luring maupun daring yang menampilkan dua pembicara dari Saint Louis University USA dan seorang dari Unika Sanata Dharma Yogyakarta. Mereka adalah Rico Casta Jacoba, Jeramie N. Molino, dan Pastor Johanes Haryatmoko SJ.

Pastor Haryatmoko dalam pemaparannya, antara lain  mengatakan, dengan membangun kebudayaan yang tangguh, kita disiapkan menjawab secara kreatif beragam tantangan di setiap zaman.

Kebudayaan, menurutnya, ada tiga lapis yakni karya, etos masyarakat, dan wujud ideal/misi. Karya semua yang diciptakan/dikembangkan (ilmu pengetahuan dan teknologi) untuk meningkatkan kualitas habitat manusia. Untuk etos masyarakat, prinsip–prinsip, nilai-nilai yang dipraktikkan atau bentuk moral yang dibatinkan meskipun tidak mengemukan dalam kesadaran namun operasional memgatur perilaku sehari-hari. Untuk wujud ideal/misi, pemahaman diri masyarakat, cara masyarakat menafsirkan dirinya, sejarahnya dan tujuan-tujuannya.

Ia memberiksn sumbangan berpikir komputasional. “Berpikir komoputasional mengajarkan cara memecahkan masalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, mengidentifikasi pola-pola, membuat abstraksi, dan merancang algoritma-algoritma,” ujarnya.

Pembicara dan peserta seminar berfoto bersama .

Keempat bagian itu, menurutnya, membantu dalam pengembangan pemikiran kritis dan keterampilan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan pengambilan keputusan.

Jeramie dalam pemaparan mengurai tentang apa feminisme, berakar pada budaya, mengapa feminisme harus menjadi bagian dari pendidikan, formasi budaya baru dan pendidikan, berkomitmen dalam misi, dan contoh perempuan yang mewujudkan feminisme.

Ia memberikan kesimpulan, feminisme adalah perjalanan yang berakar pada konteks budaya dan didorong oleh pendidikan menuju kesetaraan dan keadilan.

Jacoba  memberikan penjelasan tentang pentingnya pembaharuan.

Terkait pendidikan Katolik, disebutkan, ini membentuk hati dan pikiran generasi mendatang, mempersiapkan mereka untuk kehidupan yang bermakna dan memuaskan.

Lexie Kalesaran (Manado)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini