115 Tahun Paroki Matraman, Pastor Paroki Turba Menyerap Aspirasi Umat

78
Gereja St. Yoseph, Paroki Matraman, Keuskupan Agung Jakarta.

HIDUPKATOLIK.COM – KETIKA cahaya matahari mulai menyelinap lembut melalui kaca jendela yang berwarna-warni, umat berdatangan dengan senyum lebar. Dengan langkah riang, mereka memasuki gereja yang didesain oleh seorang arsitek asal Belanda yang juga merancang gedung di Batavia pada zaman itu, Ir. Frans Johan Louwrens Ghijsels. Secara garis besar, gereja dibangun sebagai Katedral Mini.

Terlihat umat mengenakan wastra nusantara yang beraneka ragam — batik, ulos, tenun, dan songket — masing-masing menceritakan kisah daerah asal mereka. Di antara warna-warna cerah dan motif-motif yang memikat, tampak pula kebaya, sarong, cheongsam, changshan, dan pakaian adat yang dikenakan dengan penuh kebanggaan. Bahkan terlihat satu keluarga kompak mengenakan pakaian adat lengkap Kawasaran Minahasa. Setiap senyum dan sapaan, setiap langkah dan bisikan telah membawa sentuhan hangat bagi perayaan ulang tahun Paroki Matraman Gereja Santo Yoseph, Keuskupan Agung Jakarta.

Keluarga pemenang kontes baju adat terbaik menggunakan busana adat Kawasaran Minahasa didampingi Pastor Flavianus Levi Lidi, SVD (batik). (Foto: HIDUP/Felicia Permata Hanggu)

Paroki ini genap berusia 115 tahun pada 22 Juni 2024. Untuk itu, Misa Syukur pun diadakan pada Minggu, 23 Juni 2024 pukul 08.30 dengan tema “Solidaritas dan Subsidiaritas Umat Paroki Matraman”. Perayaan Misa Kudus ini dipimpin oleh Kepala Paroki Matraman, Pastor Benediktus Bere Mali, SVD, didampingi oleh Pastor Flavianus Levi Lidi, SVD; Pastor Donatus Simbolon, SVD; Pastor Yohanes Hadi Suryono, dan Diakon Marcelino Jie Bramantyoko, SVD. Sebelumnya, ulang tahun paroki telah dimeriahkan dengan program Jalan Santai pada Sabtu, 22/06/24.

 Sekilas Sejarah

Pada tanggal 22 Juni 1909, permandian pertama dilaksanakan. Kepala Paroki Matraman pertama (1906-1910), Pastor Petrus Joseph Hoovenars, SJ membaptis Christina Wilhelmina Cornelia. Christina adalah anak dari pasangan Abraham van Oorde dan Jurgina Wilhelmina Zeydel yang lahir pada 14 Mei di Meester-Cornelis. Wali baptisnya bernama W.J. Pullens. Tanggal permandian ini pun ditetapkan sebagai tanggal kelahiran Paroki Matraman oleh Pastor Johanes Djawa, SVD yang berkarya sebagai kepala paroki pada periode 1989-1999.

Dalam video dokumenter “Profil Gereja Santo Yoseph-Paroki Matraman” produksi Komsos Paroki Matraman dijelaskan bahwa lahirnya Paroki Matraman berawal dari pembelian sebidang tanah di tepi Jalan Raya Matraman pada 13 Desember 1906. Ini sebagai persiapan pembangunan gereja di daerah Meester-Cornelis, kawasan yang kemudian disebut sebagai Jatinegara.

Beberapa hari kemudian tepatnya pada 28 Desember 1906, daerah ini dibentuk sebagai stasi dan pelayanan umat dilaksanakan oleh imam dari Paroki Katedral, Pastor Hoovernars, SJ. Setahun kemudian, pelayanan umat diserahkan kepada Pastor Johannes Van Swieten, SJ. Namun seiring berjalannya waktu, jumlah umat di Jatinegara semakin bertambah sehingga pelayanan umat yang semula diatur oleh Paroki Katedral diserahkan kepada Paroki Kramat.

Dari Buku “Memperingati 100 tahun Gereja Santo Yoseph, Paroki Matraman” diketahui sejak 1908-1924, sebelum memiliki gereja, umat merayakan Misa di Kapel Susteran Ursulin (sejak 1955 sampai sekarang menjadi Susteran OSF, Jl. Matraman Raya 129). Daerah Meester-Cornelis merupakan stasi pertama dari Paroki Katedral dan kemudian menjadi Paroki Matraman. Hingga 1950-an, Paroki Matraman masih dilayani oleh imam asing. Namun ada beberapa tahun tidak terdapat catatan nama imam.

Selain Serikat Jesus (SJ), paroki ini juga pernah dikelola oleh Ordo Fransiskan dari 1930-1940. Kemudian di masa kepemimpinan Pastor P.B, Schneider, OFM (1940-1953) Ordo Fransiskan menyerahkannya kembali kepada Jesuit. Kemudian paroki ini diserahkan kepada Societas Verbi Divini (SVD) atau ‘Serikat Sabda Allah’. Ini berdasarkan perjanjian kesepakatan antara Vikaris Apostolik Jakarta, Mgr. A. Djajaseputra, SJ dan Pastor E. Kuehne, SVD pada 30 Desember 1953. Para imam SVD pun terus melayani paroki ini hingga sekarang. Dengan demikian, Kepala Paroki Matraman pribumi pertama adalah Pastor Jan Lali, SVD (1974-1979). Kini berdasarkan data per Juni 2024, Paroki Matraman memiliki 5.673 umat dengan 2.263 Keluarga Katolik yang berasal dari 8 wilayah dan 42 lingkungan.

 Aspirasi Umat

“Perayaan 115 tahun Paroki Matraman tidak bisa terlepas dari jasa pendahulu kami, yakni Serikat Jesus, Ordo Fransiskan, dan SVD. Kiranya mereka menjadi pendoa bagi kita agar paroki semakin diberkati,” tegas Kepala Paroki Matraman yang akrab disapa Pastor Bene.

Pemotongan tumpeng syukur oleh Kepala Paroki Matraman, Pastor Benediktus Bere Mali, SVD didampingi Ketua Panitia HUT Paroki Matraman, Richard Haryansia. (Foto: HIDUP/Felicia Permata Hanggu)

Sejak 1 September 2023, Pastor Bene masuk ke Paroki Matraman dan secara resmi menjadi kepala paroki pada 18 Desember 2023. Demi mengenal umatnya lebih dekat, ia akan turun ke bawah (turba) untuk mendengar dan mengumpulkan aspirasi umat. Ini semua agar paroki ini menjadi semakin misioner sekaligus menghidupi spiritualitas inkarnatoris khas SVD agar umat semakin dekat dengan Allah dengan buahnya mendulang banyak panggilan khusus.

“Saya memang belum studi banding dengan paroki lain tetapi selama SVD berkarya di sini panggilan tetap ada. Setidaknya ada lima putra paroki yang sudah menjadi imam dan para frater yang tersebar di berbagai ordo yang belum terdaftar paroki,” jelasnya.

Kendati mayoritas umat paroki berusia lanjut sebab orang muda dan keluarga muda asal paroki ini lebih banyak bermukim di area pinggiran, Pastor Bene tak patah arang. Ia berharap ulang tahun paroki dapat menjadi berkat agar umat semakin sadar akan perannya sebagai solution maker ‘pemberi solusi’ bukan problem maker ‘pembuat masalah’. “Jadi masalah apapun itu, mari bersama kita hadapi dan selesaikan bersama. Mari kita perkuat kerja sama kembali,” harapnya.

Richard Haryansia

Terkait itu, Ketua Panitia HUT ke-115, Richard Haryansia turut memberikan perhatian pada kawula muda agar semakin aktif berkarya di paroki. Ia melihat kecenderungan lebih banyak orang yang berniat menyumbangkan uang ketimbang tenaga. Problema itu lihat dalam wilayah dan lingkungannya sendiri seperti begitu sulit mendapatkan ketua dan pengurus lingkungan. Untuk itu, ia berani memberikan diri sebagai Ketua Lingkungan Anselmus Wilayah Aleksander. “Ayo orang muda jangan takut menjalankan misi Tuhan Yesus untuk melayani sesama karena pasti ada banyak berkat menunggu untukmu,” ujarnya riang.

Seorang umat wilayah Alfonsus sekaligus Guru Besar Antropologi Hukum Univeristas Indonesia, Sulistyowati Irianto ikut menyuarakan agar literasi kekerasan seksual dan Protokol Perlindungan Anak dan Dewasa Rentan Keuskupan Agung Jakarta (PPADR KAJ) di wilayah paroki terus digaungkan. Sebagai anggota Tim Gereja Ramah Anak dan Dewasa Rentan (Tim 15) yang mendorong implementasi PPADR KAJ, ia menghimbau orang muda agar melek dengan isu kekerasan seksual ini.

Sulistyowati Irianto

“Anak muda terutama harus tahu soal kekerasan seksual karena itu kejahatan terhadap kemanusiaan,” ujarnya sekaligus menambahkan, “Kekerasan seksual itu potensinya bagi korban cukup serius, dia bisa mati dalam kasus yang ekstrem, cacat, kehilangan masa depan, dan atau trauma seumur hidup dengan luka batin yang tidak bisa sembuh.” Dengan tegas ia memberitahu agar jangan takut untuk melapor jika menemui permasalahan demikian.

Suster Lidya, SSPS

Terlepas dari tantangan yang ada, Suster Lydia, SSPS yakin Paroki Matraman akan semakin berkembang. Ia melihat sinergi nyata antara imam, lansia, dan orang muda. “Semua orang berusaha memberikan diri untuk perkembangan paroki ini. Saya optimis dengan masa depan di sini,” sebutnya mantap.

Felicia Permata Hanggu

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 27, Tahun Ke-78, Minggu, 7 Juli 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini