Pemekaran Keuskupan Ruteng, Pengelolaan Aset Bersifat Interdiosesan

278
  • HIDUPKATOLIK.COM – PEMBENTUKAN Keuskupan Labuan Bajo sudah bergulir sejak 2022. Panitia persiapan tingkat Keuskupan Ruteng, telah menugaskan tim khusus berdasarkan draft rekomendasi dari tim perumus yang bekerja sejak September 2022 hingga pertemuan terakhir beberapa bulan lalu sebelum pengumuman Uskup terpilih pada Jumat, 21 Juni 2024.

Menurut Direktur Puspas Keuskupan Ruteng, Pastor Marthin Chen mengatakan dalam pertemuan terakhir itu, beberapa point draft penting yang direkomendasikan kepada Uskup terpilih Keuskupan Ruteng, misalnya tawaran pembagian wilayah kevikepan menjadi tiga, Kevikepan Bari atau Pacar, Kevikepan Wae Nakeng, dan Kevikepan Labuan Bajo. Soal Kevikepan Pacar atau Bari masih ada diskusi lebih lanjut. Meskipun Bari dianggap lebih tepat mengingat aset tanah yang luas dan berada pada posisi strategis poros lintas utara jalan negara trans Flores.

Wilayah pastoral Labuan Bajo sangat luas, sementara hingga berita ini diturunkan jumlah imam diosesan masih terbatas, 54 orang. Maka uskup terpilih perlu mempertimbangkan keterlibatan kongregasi/ordo/tarekat untuk terlibat dalam reksa pastoral.

Aset Bersifat Interdiosesan
Pastor Marthin menambahkan, satu hal yang menjadi perhatian adalah bagaimana dengan keuskupan baru ini, uskup terpilih harus bisa merancang aset milik bersama dan sistem pengelolaannya dengan dasar pertimbangan yang matang, mana yang menjadi milik Keuskupan Ruteng dan Keuskupan Labuan Bajo.

Dari informasi yang diperoleh dari berbagai sumber, aset akan tercatat sebagai Yayasan Aset Bersama. Aset yang ada di keuskupan baru yang sebelumnya dimiliki keuskupan induk tentu menjadi kewenangan keuskupan baru. Tetapi aset-aset keuskupan induk yang berada di wilayah keuskupan baru dan berkekuatan hukum tentu tidak serta merta bisa dipisahkan.

Dilihat dari pengembangnnya, maka ada beberapa aset yang akan menjadi Aset bersama dan disebut aset yang bersifat interdiosesan seperti Yayasan Sukma (STIPAS), Yayasan Sukmatim (Seminari Pius XII Kisol), Yayasan Sukmamabar (Seminari Yohanes Paulus II Labuan Bajo), Yayasan Ernesto (SMP dan SMA St. Klaus Werang dan Kuwu), dan Yayasan St. Paulus (Unika St. Paulus Ruteng).
“Draft dan kerangka pengelolaan bersama itu telah dibuat belakangan ini agar nanti bisa dilaksanakan ketika keuskupan baru itu lahir. Dikatakan, hal-hal yang menjadi urusan bersama diidentifikasi dan dipetakkan sejak sekarang sehingga nantinya tinggal ditindaklanjuti. Tindak lanjut bagaimana riilnya dalam pelaksanaan dan tanggung jawabnya agar urusan bersama diurusi secara lebih baik dan maju,” ujar Pastor Marthin

Dasar pengelolannya tentu menjadi penting karena beberapa alasan tenaga imam pada aset bersama di atas berasal dari dua keuskupan. Siswa-siswi dan mahasiswa juga dari dua keuskupan. Lapangan kerja lulusan Unika St. Paulus dan St. Sirilus terdapat pada dua keuskupan. Aset dari beberapa yayasan terdapat di dua wilayah keuskupan, termasuk sekolah-sekolah milik kongregasi terdapat di dua keuskupan.

Bentuk pengelolaanya adalah bersama merancang program pastoral dan pola implementasinya bersifat interdiosesan. Tentu akan menyesuiakan dan atau mengubah nomenklatur Yayasan. Menyesuaikan dan mengubah AD/ART dan menyesuaikan atau mengubah struktur yayasan dan pembina, pengawas, serta pengurus harian.

Hal yang mendasari pembentukan aset bersama ini karena budaya. Budaya Manggarai memang secara fakta tidak bersifat homogenus, tetapi memiliki kesatuan, titipan orang tua dan memiliki satu hati, satu rumah, satu kampung, satu kebun dan mencari sumber hidup bersama. Budaya ini akan menjadi pengikat dalam pengelolaan aset.

Yustinus Wuarmanuk

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini