Ketua Komisi Liturgi Keuskupan Tanjungkarang, Pator Petrus Tripomo: Menghidupi Iman Para Rasul

79
Pastor Petrus Tripomo

HIDUPKATOLIK.COM – Yang penting bagaimana isi dari ziarah itu. Bukan untuk sekadar foto-foto, isi konten, makan-makan lalu pulang.

Menjamurnya taman-taman doa disambut secara antusias oleh umat. Pilihan makin banyak. Namun fenomena ini perlu dicermati secara seksama agar tujuan pembangunan taman-taman doa tersebut tercapai.  Untuk mendapat pejelasan lebih mendalam mengenai hal ini, HIDUP berbincang-bincang dengan Ketua Komisi Liturgi Keuskupan Tanjungkarang,  Pator Petrus Tripomo  hari Minggu, 5/5/2024. Ia menempuh pendidikan Liturgi di Universitas Santo Anselmo, Roma (200– 2008) dan tenaga pengajar di STFT St. Yohanes Pematangsiantar, Sumatera Utara (2009-2014). Berikut petikan wawancaranya:

s

Apa pandangan Pastor terhadap umat yang senang mencariatau mengunjungi taman-taman doa baru?

Saya melihatnya dari sisi positif. Ini kan bagian dari devosi yakni kesalehan umat yang muncul dari hati.  Apalagi tahun 2023 yang lalu Arah Dasar Keuskupan Tanjungkarang tentang devosional, Uskup Tangjungkarang, Mgr. Vinsensius Setiawan Triatmojo menegaskan bahwa devosi itu bagian dari hidup kita. Bila kita membandingkannya dengan makanan,  devosi itu ibarat suplemen, sedangkan liturgi sebagai makanan pokok.

Maka umat tidak boleh lebih mementingkan devosinya daripada liturginya. Contoh, ada rombongan berziarah ke gua Maria pada hari Minggu. Mereka tidak Misa pada hari itu. Solusinya, membawa pastor ziarah agar tetap ada Ekaristinya. Atau bisa juga berkoordinasi dengan pastor setempat. Jadi dapat Misa sekaligus dapat ikut ziarahnya.

Intinya, kita positif terhadap umat yang mengembangkan jiwa devosionalnya dengan berziarah ke taman doa atau gua maria. Silakan berziarah ke tempat-tempat doa yang dapat mendekatkan diri kita pada Tuhan.

Apakah hal itu sesuatu yang positif atau ada hal yang lebih mendasar dari itu dalam cara kita beriman kepada Allah, Roh Kudus, Kristus?

Bagaimana devosi membawa iman yang pokok kepada Allah Tri Tunggal: Bapa, Putera dan Roh Kudus. Jangan sampai devosi merusak iman yang pokok.

Dulu pernah terjadi ada penghormatan kepada Sakramen Maha Kudus. Ada umat yang sangat mencintai adorasi. Teapi sayangnya tidak pernah mengikuti Perayaan Ekaristi. Ini kurang pas. Dia mengutamakan devosinya. Padahal adorasi Sakramen Mahakudus tidak pernah akan ada tanpa misa. Ketika seseorang rajin misa, maka adorasi Sakramen Mahakudus menjadi perpanjangan Ekaristi. Atau adorasi Mahakudus membawa kita pada Perayaan Ekaristi.

Godaan apa yang paling dominan dalam berziarah di zaman sekarang?

Godaannya adalah untuk mengisi konten. Tanda bukti bahwa saya sudah berziarah ke sana. Zaman digital ini eksis di media menjadi aktualitas diri.

Belakangan juga umat berbondong-bondong datang ke taman-taman doa yang baru diresmikan. Sesudah itu kembali sepi. Fenomena apa seperti itu menurut Pastor?

Saya tidak sepenuhnya setuju dengan pernyataan ini. Ada yang sepikah? Sepertinya tempat-tempat ziarah selalu ramai dikunjungi. Paling tidak orang lokal  menghidupi tempat ziarah itu. Memang itu tergantung pada pastornya juga. Pastor hendaknya mengajak umatnya untuk berdevosi di tempat yang telah dibangun bersama itu. Misalnya, seminggu sekali mengumpulkan para lansia untuk berdoa bersama. Jadi pastornya yang aktif, menjaga agar tempat ziarah itu tidak sepi. Para pastor yang telah membangun taman-taman doa bertanggung jawab atas kelangsungan tempat ziarah. Kalau hanya mengandalkan umat atau sie liturgi saja, pasti tidak jalan.

Di pelbagai keuskupan juga dibangun taman-taman doa. Menurut pastor, apa tujuan utama? Supaya umat lebih devosional?

Pastilah taman doa itu dibangun untuk tujuan yang baik. Umat lebih mendekatkan diri pada Tuhan. Devosi itu sendiri kan merupakan sikap hati penuh cinta untuk menghormat/berbakti kepada Tuhan atau pribadi Tritunggal Mahakudus yang dicintai dan dikagumi.

Berbagai bentuk kesalehan umat telah menopang hidup rohani umat beriman dan menghasilkan buah-buah rohani tak ternilai, memberikan sumbangan penting dalam menjaga dan melestarikan iman dan penginjilan.

Apa tujuan utama taman doa didirikan?

Menghidupi devosi. Devosi Bunda Maria, khususnya. Kalau di taman doa itu ada jalan salib berarti juga dapat berdevosi kesengsaraan Tuhan. Yang pasti diharapkan oleh keuskupan, supaya devosi umat semakin hidup. Lagu-lagu devosional kalau dalam teori tidak diatur begitu kaku. Luwes. Sehingga bisa membantu bagaimana kehidupan liturgi. Ini akan tampak sukacita saat kita berdoa atau bernyanyi. Para pastor/keuskupan tetap memiliki tanggung jawab setelah membangun, menjaga agar animo umat berdevosi tetap hidup.

 Apakah ada kaitan dengan upaya Gereja mengembangkan wisata religius mengingat makin banyak masyarakat yang berwisata (wisata sekalian ziarah rohani)?

Bukan tujuan utamanya untuk berbisnis. Yang utama adalah kehidupan beriman. Bila ada arah ke sana, bisa jadi karena efeknya. Tetapi tidak menjadi tujuan utama. Misalnya, Gereja  Hati Kudus Tuhan Yesus di Ganjuran, Jawa Tengah. Berawal dari Devosi Hati Kudus Yesus. Lalu muncullah suvenir. Mana bukti sudah ke Ganjuran? Nah, ini kaos. Apalagi gambarnya menunjukkan Hati Kudus Yesus. Jadi itu melayani orang yang datang. Bukan supaya paroki bertambah kaya, lalu jualan.

Cara beriman seperti apa sih yang seharusnya lebih esensial dikembangkan di tengah hirup pikuk dunia saat ini?

Tetap yang pokok adalah iman para rasul. Ini yang harus tetap dihidupkan. Maka di mana-mana diadakan katekese di radio, paroki, pertemuan-pertemuan, dan lain sebagainya. Lewat katakese itu kita berbicara tentang kehidupan para rasul. Saya sendiri ketika siaran di radio keuskupan, iman yang dihidupi para rasul itu terus diulang-ulang karena memang itulah yang harus dihidupi. Iman para rasul, iman paskah.

Kapel Taman Doa Our Lady of Akita di Pantai Indah Kapuk, Tengerang, Banten.

Kemajuan zaman apa pun iman yang sama, yakni: iman para rasul yang tetap harus dihidupi. Agar dalam keadaan apa pun iman umat tetap mampu, tetap kuat, tetap beriman di tengah godaan yang ada. Dulu ada slogan dalam Bahasa Jawa, topong ngrame. Artinya, dalam keramean kita masih harus berdoa. Sesibuk apa pun kita, kita tetap berdoa dan melayani orang lain khususnya yang membutuhkan pertolongan.

Bagaimana cara berimana yang martiria itu?

Martiria itu kesaksian. Dahulu menjadi saksi iman sampai mati mengeluarkan darah. Zaman sekarang tidak harus sampai berdarah-darah. Pastor Franz-Magnis Suseno, SJ pernah mengatakan: dahulu kesaksian para martir dengan darah. Kalau sekarang: kehidupan kita yang beriman itu menjadi kesaksian. Saat ini menjadi saksi dimulai dari diri kita, keluarga, lalu ke lingkup yang lebih luas. Misalnya, peduli terhadap orang lain: yang miskin, bencana alam, kelaparan, banjir, dan lain sebagainya. Itu semua didasari secara iman.

Apa himbauan Pastor kepada umat agar tak perlu “beburu” atau mengejar taman-taman doa.

Berburu ke taman-taman doa, silakan saja. Memang itu dibangun untuk kehidupan beriman. Yang penting bagaimana isi dari ziarah itu. Bukan untuk sekadar foto-foto, isi konten, makan-makan lalu pulang.

Sr. M. Fransiska FSGM (Kontributor, Lampung)

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 19, Tahun Ke-78, Minggu, 12 Mei 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini