St. Caterina Volpicelli (1839-1894): Penari Balet, Penghibur Kaum Miskin

97
St. Caterina Volpicelli /catholic.net

HIDUPKATOLIK.COM –  Hobinya sebagai penari balet dimulai ketika kanak-kanak. Tapi di akhir hidupnya, ia terpanggil sebagai penghibur kaum miskin. Spiritualitas Hati Kudus Yesus menggerakkannya menjadi ibu bagi kaum terluka.

 SUARA merdu musik orkestra mendayu-dayu mengiringi seorang dara yang menari balet di atas panggung. Sesekali ia memperagakan balet dengan teknik virtuoso, berjinjit hingga berdiri dengan ujung jari kaki. Ia juga menggunakan teknik mengangkat kaki tinggi-tinggi. Semua mata yang memandang tarian sang dara berusia 15 tahun itu penuh kekaguman.

Tarian yang disuguhkan dalam pertemuan para ningrat Italia ini dimainkan oleh seorang putri bangsawan bernama Caterina Volpicelli dari Napoli, Italia. Caterina menari balet dengan teknik koreografi yang mengagumkan. Sejak kecil, dirinya digadang-gadang akan menjadi balerina atau penari balet. Namun, Tuhan memanggilnya untuk “menari” dan menghibur kaum miskin. Ia justru mendirikan Institut Sekulir Abdi Hati Kudus Yesus.

Polularitas Duniawi

Caterina lahir dan besar dalam keluarga borjuis Neapolitan dari Regno delle Due Sucilia, Napoli, 21 Januari 1839. Sebagai anak borjuis, Caterina menjalani masa kanak-kanak dalam kelimpahan harta. Dalam hal pendidikan, putri pasangan Petrus dan Teresa de Micheroux ini tergila-gila pada tari dan musik. Semenjak remaja, ia menghabiskan hari dengan bermain teater, bermusik, dan berpuisi.

St. Caterina Volpicelli bersama anak-anak miskin/www.catholicnet.

Sang ayah sadar betul bahwa sedari kecil buah hatinya sudah berangan ingin menjadi artis beken. Maka segala dukungan dikerahkan sang ayah bagi putrinya itu. Lain halnya dengan sang ibu. Teresa merasa bahwa panggilan Caterina bukan menjadi orang terkenal, tapi menjadi “artis rohani”. Keyakinan ibu beranak tiga ini didasarkan atas pengalaman bersama Caterina. “Dalam setiap kesibukan, Caterina tak lupa berdoa,” tulis pengarang biografi Caterina, Peter Castinova mengutip kata-kata sang ibu.

Ketika tamat sekolah menengah, Caterina bersekolah di Royal Institut of St Marcellino, Napoli. Di bawah bimbingan Margherita Salatino dan Pastor Ludovico da Casoria OFM (1814-1885), Caterina mengenal spiritualitas St. Fransiskus Assisi. Margherita dan Ludovico juga mendirikan Ordo Fransiskan Sekuler Persaudaraan Kasih (Frati Bigi della Carità/IC), dan Ordo Suster Fransiskanes St Elizabeth (Le Suore Francescane Elisabettine, dette Bigie/SFEB). Ludovico kemudian dikanonisasi oleh Paus Fransiskus pada 2014.

Pada waktu itu, Caterina masih gemar musik, balet, dan teater. Ia masih menjadi gadis energik dan ingin terkenal. Margherita ternyata membaca gelagat muridnya ini. Ia yakin, Caterina tipikal gadis yang taat beragama. Margherita tak ingin murid kesayangannya itu terus mengejar popularitas. Maka setiap kali ada kesempatan, Margherita dan Ludovico tak henti memperkenalkan spiritualitas Fransiskan kepada Caterina.

Kesempatan emas untuk mendekatkan semangat Fransiskan kepada Caterina datang di La Palma, Napoli, 19 September 1854. Tanpa sengaja, Ludovico meminta Caterina untuk menjawab panggilan Tuhan dengan menjadi biarawati. “Kamu harus menjadi hamba yang berhati mulia seperti Yesus,” kata Ludovico. Kata-kata pria kelahiran Napoli, 11 Maret 1814 ini, seakan “menjarah” sanubari gadis berparas cantik itu. Di tengah aneka mimpi sukses akan masa depan, Caterina meminta nasihat seorang Abas Dominikan, Leonardo Matera, OP pada 28 Mei 1859. Abas Leonardo pun mendukung keinginan Ludovico.

 Amal Kasih

Dalam refleksi panjang, Caterina mengaku kalah dari panggilan Tuhan yang begitu dahsyat. Namun, pilihannya tidak jatuh pada ordo berspiritualitas Fransiskan. Caterina lebih memilih menjadi biarawati Congregatio Perpetual Adorers of The Blessed Sacrament (Sacramentines). Setahun setelah bergabung dengan Sacramentines, Caterina jatuh sakit. Ia dipulangkan dan menjalani hidup sebagai biarawati sekuler di tanah kelahirannya.

Meski begitu, ia masih ingin melayani kaum miskin. Dalam spiritualitas salib dan semangat Hati Kudus Yesus yang terluka, Caterina terus melayani kaum marginal. Pada Juli 1867, seorang imam asal Perancis, Pater Ramière MSC berkunjung ke Napoli. Kabar kedatangan imam Misionaris Hati Kudus Yesus (Congregatio Missionariorum Sacratissimi Cordis Iesu/MSC) ini menjadi berita gembira baginya. Di Perancis, tarekat misi yang didirikan Pater Jean Jules Chevalier (1824-1907) di Issoudun pada 1854 ini mengembangkan misi yang sama seperti cita-cita Caterina. Misi ini digerakkan Suster Louise-Thérèse de Montaignac de Chauvance (1820-1885) dari Oblat Hati Kudus Yesus.

Lewat informasi dari Pater Ramière, Caterina tertarik mengadopsi spiritualitas dan statuta biara MSC. Tapi dalam perjalanan, Caterina ingin komunitasnya benar-benar mandiri sebagai yayasan amal bagi orang miskin. Maka ia meminta restu Uskup Agung Napoli, Kardinal Sisto Riario Sforza (1810-1877). “Layanilah dengan saleh seperti Hati Kudus,” pesan Kardinal Sforza kepadanya.

Setelah izin dari Gereja Lokal dikantongi, Caterina meminta restu Paus Leo XIII (1810-1903). Pada 14 Juni 1890, Paus bernama asli Vincenzo Gioacchino Raffaele Luigi Pecci mengabulkan permintaan Caterina. Bahkan Paus meminta agar tidak menghilangkan spiritualitas Hati Kudus Yesus.

Hati yang Terluka

Kardinal Sforza terus menyemangati Caterina. Berbagai usulan dan masukan untuk menjadi sebuah institut sekuler pun mengerucut pada sebuah nama, yaitu Institut Abdi Hati Kudus Yesus, (Istituto delle Ancelle del Sacro Cuore de Gesù/ACI). Caterina menjadi anggota pertama sekaligus pemimpin institut tersebut. Beberapa perempuan asal Napoli pun bergabung menjadi Suster ACI. Spritualitas Hati Kudus Yesus terus menggerakkan mereka untuk melayani kaum miskin.

Para Suster ACI lalu melebarkan sayap pelayanan di kota terbesar ketiga Italia ini. Mulai dari merawat korban kolera di Paroki La Sapienza Ponticelli, kemudian ke Minturno pada 1884 hingga ke wilayah Sorrento dan Roma. Pada 14 Mei 1884, Uskup Agung Napoli Kardinal Guglielmo Sanfelice D’Acquavella OSB (1834-1897) memberkati sebuah gereja sebagai rumah induk ACI di Napoli.

Bersama para pengikutnya, Sr. Caterina terus melayani dan mempraktikkan Adorasi Abadi. Dalam setiap doa, ia selalu meminta perlindungan Tuhan untuk Gereja dan pewartaan misi Kerajaan Allah di dunia. Ia melayani dengan menyerahkan diri kepada Hati Kudus Yesus hingga tutup usia pada 28 Desember 1894 di Napoli.

Usulan proses penggelaran kudus bagi Sr. Caterina dimulai dari Keuskupan Agung Napoli. Ia dinyatakan venerabilis oleh Paus Pius XII (1876-1978) pada 25 Maret 1945. Pada 28 Juni 1999, Bapa Suci Yohanes Paulus II (1920-2005) mengumumkan keutamaan kristiani Sr. Caterina sehubungan dengan mukjizat melalui perantaraan doanya. Pada 29 April 2001, ia dibeatifikasi oleh Bapa Suci Yohanes Paulus II.

Pada 6 Desember 2008, Paus Benediktus XVI menandatangani dekrit kanonisasi setelah terjadi mukjizat kesembuhan melalui perantaraan doa Sr. Caterina, yang dialami seorang perempuan asal Napoli. Misa Kanosiasi dipimpin Paus Benediktus XVI di Lapangan St. Petrus Vatikan, 26 April 2009. Ia dikanonisasi bersama St Geltrude Comensoli (1847-1903), St. Nuno Álvares Pereira, O.Carm (1360-1461), St. Arcangelo Tadini (1846-1999), dan St. Bernardo Tolomei (1272-1348). “Ibu berhati mulia ini telah meninggalkan jejak Hati Kudus Yesus kepada setiap orang yang merasa tersingkirkan,” kata Paus Benediktus XVI. Gereja mengenangkannya tiap 22 Januari; tapi ada beberapa komunitas yang memperingatinya tiap 28 Desember.

Yusti H. Wuarmanuk

 

 

2 KOMENTAR

  1. Tertulis: “Pada Juli 1867, seorang imam asal Perancis, Pater Ramière MSC berkunjung ke Napoli. Kabar kedatangan imam Misionaris Hati Kudus Yesus (Congregatio Missionariorum Sacratissimi Cordis Iesu/MSC) ini menjadi berita gembira baginya.” Dalam suatu edisi HIDUP saya sudah memberikan ralat yakni: Pater Ramière MSC seharusnya Pater Ramière SJ (Pater Ramière bukan MSC tetapi SJ). Terima kasih.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini