Terkait Rencana Menag, Perlu Revitalisasi Kantor Urusan Agama

89
Suparman

HIDUPKATOLIK.COM – “KITA sudah sepakat sejak awal, Kantor Urusan Agama (KUA) akan kita jadikan sebagai sentral pelayanan keagamaan bagi semua agama,” ujar Menteri Agama (Menag) Republik Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas pada 23 Februari 2024, “KUA bisa digunakan untuk semua tempat pernikahan semua agama.”

Rencana KUA untuk dijadikan tempat pencatatan pernikahan bagi umat Muslim dan non-Muslim ini disampaikan dalam Rapat Kerja Direktorat Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam bertajuk ‘Transformasi Layanan dan Bimbingan Keagamaan Islam sebagai Fondasi Pembangunan Nasional yang Berkelanjutan.’

“Sekarang ini jika kita melihat saudara-saudari kita yang non-Muslim, mereka ini mencatat pernikahannya di pencatatan sipil. Padahal, itu harusnya menjadi urusan Kementerian Agama,” lanjut Menag dalam rapat yang dilangsungkan di Jakarta tersebut. Diharapkan dengan dikembangkannya fungsi KUA sebagai tempat pencatatan pernikahan agama selain Islam, Menag berharap data-data pernikahan dan perceraian bisa lebih terintegrasi dengan baik.

Yaqut Cholil Qoumas

Dibalik gagasan itu, Menag menekankan dua hal penting, yakni agar warga negara mendapat kemudahan terhadap pelayanan dari negara dan warga negara harus mendapatkan perlakuan yang sama apapun latar belakangnya.

Selain itu, Menag turut berharap aula-aula yang ada di KUA dapat difungsikan sebagai tempat ibadah sementara bagi umat non-muslim yang masih kesulitan mendirikan rumah ibadah sendiri karena faktor ekonomi dan sosial. “Bantu saudara-saudari kita yang non-Muslim untuk bisa melaksanakan ibadah yang sebaik-baiknya. Tugas muslim sebagai mayoritas yaitu memberikan pelindungan terhadap saudara-saudari yang minoritas, bukan sebaliknya,” pesan Menag.

Rencana Menag untuk memberlakukan layanan KUA bagi semua agama ini tentu mendapat pelbagai tanggapan dari berbagai kalangan masyarakat. Ada yang mendukung, ada pula yang menolak. Salah satunya Dirjen Bimas Katolik, Suparman, yang menyambur baik gagasan menjadikan KUA sebagai tempat memberikan layanan bagi semua agama.

“Tepat sekali Bapak Menteri Agama, menjadikan KUA tidak lagi untuk melayani umat Islam saja, tetapi menjadi pusat pelayanan semua agama. Jadi Ditjen Bimas Katolik dan umat Katolik hendaknya melihat momen ini sebagai kesempatan emas,” ungkap Suparman saat membuka Rapat Kerja Nasional Ditjen Bimas Katolik di Jakarta, pada Senin, 26/2/2024.

Menurutnya, dikutip dari kemenag.go.id ‘KUA untuk Semua Agama, Dirjen Bimas Katolik: Tidak Kurangi Peran Gereja, tapi Bantu Umat’, Suparman menyatakan, kehadiran KUA bagi umat Katolik tidak mengurangi peran Gereja Katolik. KUA justru membantu umat Katolik untuk bisa melaksanakan kewajibannya dalam hal urusan pernikahan sesuai yang diamanatkan oleh undang-undang dan mekanisme yang berlaku. “Jadi sekali lagi saya sampaikan KUA tidak membatasi atau mengurangi peran gereja Katolik. KUA justru membantu umat Katolik,” tegasnya lagi.

 Koordinasi dengan KWI

Tindak lanjut dari kebijakan ini pun dilanjutkan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Bimas Katolik di mana Direktur Urusan Agama Katolik, Aloma Sarumaha atas arahan Dirjen Bimas Katolik berkoordinasi dengan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Berdasarkan dari laporan laman resmi Ditjen Bimas Katolik, bimaskatolik.kemenag.go.id,  koordinasi ini digelar usai Rakernas Ditjen Bimas Katolik pada 1 Maret 2024.

Dalam rapat itu terlihat hadir Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK) KWI, Pastor Agustinus Heri Wibowo; Sekretaris Eksekutif Komisi Keluarga KWI, Pastor Yohanes Aristanto Heri Setiawan, MSF; Sekretaris Eksekutif Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran Perantau, Pastor Martin Jehaut; dan Peneliti Institut Kewarganegaraan (IKI).

Swandy Sihotang, Peneliti Yayasan Institut Kewarganegaraan Indonesia (kanan) sedang menyampaikan paparan di Kantor Ditjen Bimas Katolik Kemenag RI di Jakarta.

Dalam pertemuan yang berlangsung di ruang rapat Ditjen Bimas Katolik lantai 12 Kantor Kementerian Agama (Kemenag) itu, Suparman menyampaikan bahwa pertemuan pihaknya dengan KWI serta mitra lainnya adalah penting. Ini bertujuan agar kebijakan Menag terkait layanan KUA untuk semua agama dapat dipahami dengan baik dan benar oleh umat Katolik.

Suparman berujar, beberapa hal penting dirumuskan dalam pertemua ini, seperti gagasan KUA melayani semua agama dapat dipahami dan diterima yang bersumber pada semangat dasar negara untuk melayani masyarakat tanpa diskriminasi. Ia pun menegaskan bahwa Kemenag tidak mencampuri urusan internal Gereja Katolik.

“Peran Gereja Katolik tidak berkurang. Justru KUA mendekatkan layanan kepada umat dan membawa semangat membawa moderasi beragama,” sebutnya, “Pelayanan KUA juga dapat mempermudah pencatatan nikah secara sipil.” Untuk itu Suparman sekali lagi menyampaikan, “KUA tidak membatasi atau mengurangi peran Gereja Katolik dalam hal pernikahan Katolik.”

Untuk memuluskan kebijakan tersebut, Ditjen Bimas Katolik, kata Suparman, juga mendiskusikan implementasi kebijakan ini bersama unit eselon I lain di lingkungan Kemenag. Hal ini dipandang penting agar kesalah pahaman tidak terjadi di kalangan umat di mana seolah-olah Dirjen Bimas Katolik berjalan sendiri tanpa koordinasi.

Suparman pun memastikan, Ditjen Bimas Katolik sellau bergandengan tangan dengan Gereja Katolik dalam mewujudkan visi dan misi di tengah kemajemukan dan kebhinekaan dalam masyarakat. Ditjen Bimas Katolik berkomitmen untuk terus menjalin kerja sama dengan Gereja Katolik beserta unsur-unsur pimpinannya, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, LSM, ormas, dan lainnya. Ini semua agar mampu memberdayakan pertumbuhan, perkembangan, serta pendewasaan iman umat Katolik di Indonesia.

Tidak hanya itu, Ditjen Bimas Katolik mengajak semua pihak untuk berjalan bersama dalam pelayanan kepada umat Katolik untuk mewujudkan empat program prioritas yang telah ditetapkan. Pertama, percepatan penyelesaian perizinan rumah ibadah Katolik yang bermasalah. Kedua, penyiapan Kitab Suci Braille untuk penyandang disabilitas sensorik netra dan disabilitas rungu wicara melalui bahasa isyarat dan audio book. Ketiga, bantuan fasilitas rumah ibadah untuk daerah 3T (Tertinggal, Terdepat, dan Terluar) yang tersebar di 11 provinsi maupun daerah non 3T yang tersebar di 27 provinsi. Keempat, percepatan perubahan Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak menjadi Institut Agama Katolik Negeri dan percepatan status Sekolah Menengan Agama Katolik Negeri Ende menjadi Sekolah Menengah Agama Katolik Unggulan.

Dengan demikian, terang Suparman, perhatian negara untuk masyarakat Katolik sangat besar. Hal ini ditunjukkan melalui Kepres Nomor 8 Tahun 2024 oleh Presiden Joko Widodo  yang memuat tentang perubahan nomenklatur Isa Almasih menjadi Yesus Kristus. “Inilah bukti kerja keras kita. Inilah bukti suara kita didengar dan negara hadir untuk umat Katolik,” tegas Suparman.

“Saya juga berterima kasih karena Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas punya perhatian besar kepada pelayanan semua agama, karena pada prinsipnya Kementerian Agama adalah Kementerian untuk semua agama,” pungkasnya.

 Rancangan Layanan

Dengan membawa semangat sinodal dan Fratelli Tutti yang menyerukan perjalanan perdamaian antaragama adalah keniscayaan yang oleh karena itu perlu menjamin kebebasan beragama, hak asasi manusia bagi semua orang yang percaya, adapun rancangan layanan KUA yang dimaksud seperti dikutip dari laman resmi Radio Republik Indonesia www.rri.co.id, sebagai berikut:

  1. Layanan pendaftaran perkawinan
    2. Layanan pencatatan perkawinan
    3. Layanan penerbitan surat rekomendasi perkawinan
    4. Layanan penerimaan data perkawinan
    5. Perbaikan dan perubahan data perkawinan
  2. Penerbitan surat Keterangan status belum menikah/janda/duda
    7. Pencatatan Laporan Nikah di Luar Negeri
    8. Pencatatan penetapan perkawinan
    9. Pencatatan perjanjian perkawinan
    10. Bimbingan Perkawinan Pra Nikah (Calon Pengantin)
  3. Bimbingan Perkawinan Masa Nikah (Relasi Sehat Pasutri)
    12. Bimbingan pengelolaan keuangan keluarga
    13. Bimbingan Remaja Usia Nikah (BRUN)
    14. Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS)
    15. Bimbingan konseling dan mediasi keluarga
  4. Pendampingan dan advokasi keluarga
    17. Konsultasi keluarga hitasukhaya, keluarga sakinah, keluarga kristiani, keluarga bahagia katolik
    18. Layanan pemanfaatan data keagamaan
    19. Penerbitan ID Rumah Ibadah
    20. Penerbitan Surat Rekomendasi Bantuan Rumah Ibadah
  5. Bimbingan tata kelola rumah ibadah
    22. Layanan konsultasi keagamaan
    23. Layanan penerbitan Surat Rekomendasi Penerima Bantuan Lembaga Keagamaan
    24. Layanan penerbitan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Kajian Keagamaan
    25. Layanan penerbitan Surat Rekomendasi Penerima Bantuan Kajian Keagamaan
  6. Layanan penerbitan Rekomendasi/Izin Penyelenggaraan Siaran Keagamaan Tingkat Kecamatan
    27. Layanan penerbitan Rekomendasi/Izin Penyelenggaraan Hari Besar Keagamaan tingkat kecamatan
    28. Bimbingan penyiaran keagamaan berperspektif moderat
    29. Bimbingan penguatan literasi seni keagamaan
    30. Bimbingan penguatan dan pengembangan budaya keagamaan
  7. Layanan penyuluhan keagamaan di bidang konsultatif
    32. Layanan penyuluhan keagamaan di bidang advokatif
    33. Layanan penyuluhan keagamaan di bidang edukatif
    34. Layanan penyuluhan keagamaan di bidang informatif
    35. Layanan pemberdayaan ekonomi umat
  8. Layanan rekomendasi penerima bantuan pemberdayaan ekonomi umat
    37. Layanan mediasi konflik paham keagamaan
    38. Layanan konsultasi paham keagamaan
    39. Layanan konsultasi pencegahan konflik sosial berdimensi keagamaan
    40. Layanan mediasi penanganan konflik sosial berdimensi keagamaan

Felicia Permata Hanggu

Majalah HIDUP, Edisi No. 16, Tahun Ke-78, Minggu, 21 April 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini