Profleksi untuk Negeri Menyongsong Indonesia Emas

97
Sebagian dari peserta Kongres Ke-41 Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) di Kampus Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta. (Foto: Dok APTIK)

HIDUPKATOLIK.COM – TAHUN ini, tepatnya pada tanggal 24 Februari, Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) genap berusia 40 tahun. Awalnya APTIK didirikan oleh empat perguruan tinggi Katolik, yakni Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta, IKIP Sanata Dharma (sekarang Universitas Sanata Dharma) Yogyakarta, dan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Keempat lembaga pendidikan tinggi ini menjadi pelopor dan penggerak terbentuknya APTIK.

APTIK merupakan metamorfosa dari Majelis Perguruan Tinggi Katolik (MPTK), yang diresmikan pada pertengahan Januari 1970 di Yogyakarta. Perkumpulan ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan dan menyempurnakan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, melakukan pembinaan sifat-sifat khas perguruan tinggi Katolik, mengusahakan kerjasama baik antar-perguruan tinggi Katolik maupun dengan pihak lain, dan menetapkan garis-garis pokok kebijakan bersama dalam penyelenggaraan dan pengembangan lembaga.

Namun pada tahun 1973, MPTK dibubarkan. Sebagai gantinya, Yayasan Kerjasama Perguruan Tinggi Katolik (YKPTK) dibentuk, yang secara umum melanjutkan peran dan tugas MPTK. Pada tahun 1970-an, seiring perkembangan zaman – didukung kondisi sosial-politik yang baik – beberapa embrio perguruan tinggi Katolik muncul di berbagai daerah, seperti Institut Teknologi Katolik Semarang (IFTKS), FKIP Widya Mandala Madiun, APTK Santo Thomas dan ASK Santo Thomas Aquinas Malang, STFT Ledalero Maumere, dan Universitas Katolik Atma Jaya Ujung Pandang. Pada tahun 80-an, beberapa di antaranya bertumbuh menjadi universitas seperti Universitas Atma Jaya Ujung Pandang, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, dan Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

Mencermati suburnya pertumbuhan seperti ini, YKPTK mengadakan Rapat Pengurus Lengkap (RPL) pada tanggal 25-26 Februari 1983 di Kampus Universitas Katolik Parahyangan Bandung. Rapat ini memutuskan bahwa YKPTK membantu embrio-embrio universitas Katolik yang baru muncul. Hasilnya, lahirlah Universitas Katolik Santo Thomas Medan (1984), STKIP Widya Mandala Madiun (1985), Universitas Katolik Widya Karya Malang (1985), dan Sekolah Tinggi Musi Palembang (1986).

Lahirnya APTIK

            Hingga tahun 1984, YKPTK nihil penambahan anggota. Namun berkat relasi yang dijalin dengan baik oleh keempat universitas pendiri dengan universitas luar negeri, seperti universitas di Jerman, Belanda, dan Italia, sarana dan prasarana mereka semakin baik. Sementara universitas-universitas baru yang tidak memiliki akses sama kurang berkembang. Situasi ini menyebabkan relasi antara anggota YKPTK kurang harmonis. Muncul desakan agar YKPTK dibubarkan. Keinginan ini terwujud dalam RPL YKPTK yang digelar pada tanggal 24-25 Februari 1984 di Hotel Ramayana, Surabaya. YKPTK dibubarkan, dan APTIK terbentuk. Jadi APTIK lahir tepat pada tanggal 24 Februari 1984.

Salah satu kegiatan APTIK pada tahun 2023.

Dalam rapat tersebut, satu keputusan penting adalah memperluas keanggotaan. Dalam proses ini keanggotaan dibedakan menjadi dua: anggota biasa dan anggota kerabat. Pada tahun 1993, jumlah anggota APTIK mengalami pertumbuhan dari empat menjadi 12 yayasan, yaitu Yayasan Perguruan Tinggi Katolik Parahyangan, Yayasan Sanata Dharma, Yayasan Atma Jaya, Yayasan Widya Mandala, Yayasan Widya Mandala Madiun, Yayasan Slamet Riyadi, Yayasan Sandjojo, Yayasan Perguruan Tinggi Atma Jaya Ujung Pandang, Yayasan Perguruan Tinggi Katolik Adisucipto Malang, Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus (Yapenkar) Kupang, dan Yayasan Santo Thomas Medan. Dedangkan Yayasan Musi saat itu masih menjadi anggota kerabat. Perkembangan selanjutnya, anggota APTIK terus bertambah. Begitu pula perguruan tinggi Katolik di berbagai wilayah Indonesia.

Dalam Kongres Ke-41 baru-baru ini, APTIK sudah memiliki 21 anggota biasa dan tiga anggota kerabat. Per 23 Maret 2024, ada 25 perguruan tinggi yang berada di bawah naungan APTIK, yang terdiri atas 17 universitas, tujuh sekolah tinggi kesehatan, dan satu 1 institut.

Tri Dharma Perguruan Tinggi

            APTIK didirikan dengan maksud dan tujuan di bidang sosial. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan dan meningkatkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, meningkatkan kerjasama antar-anggota, membantu anggota meningkatkan dan menyempurnakan sarana dan kemampuan untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dan membina kerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga lain baik di dalam maupun luar negeri guna meningkatkan mutu pada tiga bidang.

Untuk mewujudkan hal ini, APTIK membentuk jaringan, gugus tugas, dan pusat kajian. APTIK memiliki empat jaringan, yakni Jaringan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat APTIK (JLPMA), Jaringan Pembelajaran APTIK (JPA), Jaringan Kemahasiswaan APTIK (JAKA), dan Jaringan Pimpinan Perguruan Tinggi APTIK (JPPTA), serta Pusat Kajian Perguruan Tinggi Indonesia (PKPTI). Selain jaringan, APTIK juga memiliki gugus tugas, yakni Gugus Tugas Pedoman Identitas dan Misi (PIM), Gugus Tugas Ekologi, dan Gugus Tugas Pendanaan.

JLPMA mengorganisasi kegiatan perguruan tinggi APTIK yang meliputi penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. JPA berupaya mengembangkan metode dan sarana pembelajaran dan pengelolaan yang mendukung pembelajaran seperti perpustakaan. JAKA memberikan perhatian pada pengembangan soft skills para mahasiswa APTIK dengan ragam kegiatan, antara lain Intercultural Student Camp (ISC) yang diadakan setiap tahun. Sementara PKPTI mengadakan kajian atas isu-isu nasional yang terkait dengan pendidikan tinggi di Indonesia, dan memberikan rekomendasi bagi pemerintah terhadap isu tersebut.

Gugus Tugas PIM merupakan perpanjangan tangan APTIK untuk menggugah sekaligus mengingatkan anggota agar tetap berada pada koridor perutusan Gereja dengan mempertahankan identitas dan misi kekatolikan serta nilai-nilai Kristiani dalam pengelolaan lembaga. Gugus Tugas Ekologi merupakan wadah APTIK untuk menggerakkan anggota agar peduli terhadap lingkungan hidup dan segala isinya sebagai bagian dari keterlibatan APTIK dalam menggereja. Gugus Tugas Pendanaan, sebagai gugus tugas yang paling baru terbentuk, membantu APTIK dalam pembiayaan sejumlah kegiatan. Di samping itu, APTIK juga memperhatikan Campus Ministry (CM), yang kegiatannya adalah melakukan koordinasi dengan para pengelola CM dan lembaga sejenis untuk saling berbagi suka dan pengalaman sekaligus saling memperkaya dalam tugas pelayanan pembinaan iman dan kepribadian generasi muda.

Kegiatan APTIK berfokus pada Tri Dharma Perguruan Tinggi. Namun APTIK juga memberi perhatian besar terhadap kegiatan lain yang berkaitan dengan sosial, seperti pemberian beasiswa kepada anak-anak kurang mampu, anak-anak Mentawai berbentuk program APTIK Peduli Mentawai (APM), dan pengembangan sumber daya manusia anggota APTIK melalui pemberian beasiswa baik bagi tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan.

Sejak tahun 2023, ada program beasiswa doktoral menggantikan program beasiswa dosen yunior sesuai kesepakatan APTIK dengan Misereor. Tak hanya itu, APTIK juga melibatkan diri dalam pembangunan bangsa dengan berpartisipasi dalam mengatasi persoalan konkrit bangsa.

Terkait hal ini, menurut Renstra APTIK 2023-2026, APTIK memberi perhatian kepada daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Selain isu 3T, APTIK juga peduli terhadap isu kemiskinan masyarakat, khususnya persoalan stunting, termasuk stunting moral. Semua ini merupakan perwujudan nilai utama APTIK, yakni unggul, transparan, preferential option for the poor dan solidarity (UTOS) sekaligus menjadi wujud profleksi APTIK untuk negeri menuju Indonesia Emas 2045.

Kasdin Sihotang (Sekretaris APTIK/Dosen Unika Indonesia Atma Jaya)

Majalah HIDUP, Edisi No. 15, Tahun Ke-78, Minggu, 14 April 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini