Saat Misa Krisma, Uskup Mandagi Sentil Para Imamnya: Sudah Memberhalakan Hape, Lebih Suka Membawa Hape daripada Kitab Suci

531
Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC (tengah) memimpin Perayaan Ekaristi. (Foto: HIDUP/Helen Yovita Tael/Komsos KAMe)

HIDUPKATOLIK.COM – Mengangkat tema “Belajar Imamat Yesus Kristus dari Dua Sosok Imam: Paus Fransiskus dan Pater Jules Chevalier”, Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC  memberikan  rekoleksi  bagi para imam Keuskupan  di aula kantor KAMe (Keuskupan Agung Merauke). Acara dilanjutkan dengan Ibadat Tobat dan penerimaan Sakramen Tobat bagi para imam pada hari Senin (25/3/2024).

Uskup Mandagi mengajak para imam untuk melihat Paus Fransiskus sebagai model imam modern.

Ia mengajak para imam agar menyadari identitasnya sebagai seorang imam, bukan fungsionaris dan tidak menjadikan imamat sebagai beban.

Penerimaan Sakramen Tobat di kalangan para imam yang hadir. (HIDUP/Helen Yovita Tael-Komsos KAMe)

Ia mengajak para imam agar harus mengenal umatnya, perlu pergi mengunjungi umat yang berada diwilayah luar, di tempat yang sulit.

“Imam bukan fungsionaris, bukan pejabat, para imam  harus berbelas kasih dan tidak menjadi bos dan tidak menjadi PNS  yang makin menuntut gaji”.

Sore hari pada perayaan Misa Krisma, diadakan pembaharuan Janji Imamat, pemberkatan minyak suci di Gereja St.Yoseph Bambu Pemali. Pada kesempatan ini, Uskup Mandagi mengajak umat untuk bersyukur secara istimewa untuk memperingati   dan mengenangkan  Yesus yang mendirikan  Sakramen Imamat.

“Pantaslah kita bersyukur pada  Tuhan bahwa Gereja memiliki para imam. Imam adalah utusan Yesus. Imamat adalah pemberian mulia dari Kristus kepada Gereja. Melalui para imam, Gereja bertumbuh dan berkembang. Kita berdoa untuk para imam karena para imam bukan malaikat  melainkan para imam adalah manusia-manusia biasa  dengan segala kelemahan dan kekurangan. Kita berdoa agar di dalam kelemahan dan kekurangan mereka menghadirkan Allah secara istimewa,” ujarnya.

Lebih lanjut Uskup Mandagi mengatakan bahwa, godaan makin berat, apalagi sekarang  dunia diwarnai dengan media baru seperti hape dan sudah menjadi berhala. “Para imam sudah memberhalakan hape, lebih membawa hape daripada Kitab Suci,” sindirnya seraya menambahkan, bahwa menjadi imam tidak gampang dan untuk itu para imam hidup selibat demi kerajaan Allah.

“Di zaman modern ini, selibat tidak ada arti kalau  tidak sebagai sarana untuk dekat denganTuhan. Selibat akan menjadi penderitaan kalau tidak dekat dengan Allah,” tuturnya.

Ia menegaskan, supaya para imam bisa melaksanakan hidup sesuai dengan martabat kemuliaannya maka seperti biarawan-biarawati, para imam dituntut hidup miskin, hidup sederhana sehingga barang-barang  duniawi tidak membuat akhirnya lupa Tuhan.

Seperti biarawan-biarawati, menurut Uskup Mandagi, para imam harus melaksanakan  dan  taat kepada kehendak Allah melalui uskup dan pimpinan yang lain. “Ketaatan  merupakan sarana untuk melaksanakan hidup imamat,” katanya.

Uskup Mandagi memberikan peneguhan kepada para imam supaya jangan takut karena para imam tidak sendirian. “Roh Kudus ada, tetapi supaya Roh Kudus  menyala terus maka para imam harus menjadi manusia pendoa. Karena hanya dalam  doa Roh Kudus dihidupkan kembali, sehingga kuat menjalani imamat,” tuturnya.

Selain itu, Uskup Mandagi juga mengajak para imam untuk menjadi nabi, menjadi pewarta dalam menyuarakan  kebenaran . “Seperti ditunjukan  oleh Paus Fransiskus. Ia  menyuarakan kebenaran, dan tidak takut untuk bersuara di tengah dunia seperti anti kekerasan,” imbuhnya.

Helen Yovita Tael (Kontributor, Merauke)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini