Komisaris Comisariat Terrae Sanctae-Indonesia (CTS-I) Pastor Robert Wowor, OFM: Tanggung Jawab Kita sebagai Gereja Universal

314

HIDUPKATOLIK.COM – Membahas mengenai Patriakat Latin Yerusalem tidak bisa lepas dari peran Ordo Fratum Minorum (OFM) yang telah 800 tahun memelihara Tanah Suci. Untuk itu, HIDUP memiliki kesempatan berbincang dengan seorang imam Fransiskan yang dikenal sebagai pengajar dan juru kisah yang ulung dalam mengulas Kitab Suci sekaligus perwakilan Comisariat Terrae Sanctae untuk Indonesia (CTS-I), Pastor Robert Wowor, OFM.

Kombinasi latar belakang pendidikannya di Pontifical University Santo Tomasso Roma (Dominikan) dan di Indonesia yang diwakili oleh Institut Biblicum (Jesuit) telah memperkaya khazanah intelektualitasnya. Maka tak heran, ia memiliki kemampuan tajam dalam analisa teks dan sejarah serta budaya dalam mengkaji Kitab Suci. Kemahiran imam yang akrab disapa Pater Robby ini dalam mengajar telah membantu banyak umat menemukan jejak kasih Tuhan di dalam tiap teks Kitab Suci. Begitu piawainya berkisah hingga umat yang mendengar bak merasa hadir langsung di Tanah Suci. Inilah nukilan wawancara dengan Pater Robby:

Kapan pertama kali Pater menginjak Tanah Suci?

Tahun 1994. Tahun 1984 saya ditahbiskan menjadi imam kemudian studi di Roma di mana sebelumnya hendak studi di Yerusalem untuk mengikuti kursus satu tahun tetapi tidak terjadi karena Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Dengan demikian saya tidak bisa memperoleh visa.

Rasa apa yang timbul dalam hati Pater ketika menginjak Tanah Suci pertama kali?

Saya sungguh merasa paling beruntung karena dengan bidang studi saya di Teologi Alkitab yang diberi kesempatan langsung menyaksikan sendiri tempat-tempat yang ada di dalam Kitab Suci yang dibimbing oleh seorang Fransiskan, Father Rafaneli OFM, sungguh luar biasa. Hampir semua mahasiswanya mengatakan bahwa dia tahu kisah setiap batu yang ada di Tanah Suci. Jalan Tuhan memang luar biasa. Jadi dari situ, kisah yang saya baca di Kitab Suci bukan hanya sekadar cerita yang dicetak di buku atau imajinasi semata, tetapi sungguh adalah kisah yang hidup.

Saya juga tidak menduga akhirnya di tahun 2006 saya kembali lagi ke Yerusalem dan dipromosikan oleh beberapa pimpinan Fransiskan agar menjadi perwakilan dari Tanah Suci, Comisariat Terrae Sanctae di Indonesia (CTS-I). Pertimbangannya karena peziarah Indonesia menempati posisi ke-4 terbesar setelah Amerika, Italia, dan Polandia.

Apakah itu CTS-I?

Comisariat Terrae Sanctae-Indonesia (CTS-I) adalah perwakilan resmi dari pengurus tempat-tempat suci di tanah kelahiran Yesus, Yerusalem dan sekitarnya, untuk Indonesia dan berkedudukan di Jakarta. CTS-I mulai berdiri setelah pertemuan CTS-Internasional yang berlangsung di Yerusalem pada November 2006. Dan hasil pertemuan tersebut saya ditunjuk ditunjuk sebagai komisaris untuk CTS-Indonesia.

Tugas CTS-I sendiri adalah mendukung keberadaan sekitar 40an Gereja yang ada kaitannya dengan tempat-tempat dalam Kitab Suci. Kami mendukung program kerja pembangunan komunitas gereja yang hidup di Tanah Suci lewat pendidikan, workshop, dan kerja amal serta sosial, seperti: membangun perumahan murah, panti asuhan, asrama, tempat perawatan, restorasi gereja, penyelidikan arkeologi dan banyak lagi. Selain itu, ikut menggiatkan kerasulan Kitab Suci. CTS yang berpusat di Yerusalem ini didukung dengan kehadiran sekitar 300an Fransiskan dari seluruh dunia, termasuk Indonesia, yang bekerja di wilayah Tanah Suci.

Misi pertama kami ialah menjadi perwakilan Tanah Suci yang memperkenalkan Tanah Suci, sehingga setiap orang kristiani merasa turut memiliki dan bertanggung jawab akan keberadaannya; mempermudah akses bagi semua orang yang ingin napak tilas jejak-jejak Kitab Suci melalui kursus, seminar, dan pembekalan sebelum melakukan napak tilas; Menumbuhkan minat membaca Kitab Suci sehingga setiap orang akan lebih mudah untuk dapat menghayatinya; Membantu karya Fransiskan di Tanah Suci sejauh mereka diberi tugas oleh gereja menjadi pemelihara di seluruh Tanah Suci.

Misi Kedua, membantu pendidikan Fransiskan muda di Indonesia untuk mempersiapkan tenaga andal yang dapat memberikan sumbangan bagi gereja melalui kesaksian hidup Fransiskan, baik sebagai imam, maupun sebagai orang yang cakap di bidang keahliannya dan mengumpulkan dana untuk mendukung para Fransiskan muda dalam pendidikan.

Tugas Komisaris CTS-I itu seperti apa?

Tugas saya sebenarnya jika menurut Statuta adalah mengumpulkan kolekte Jumat Suci di seluruh keuskupan yang ada di Indonesia. Namun pada kenyataannya, para uskup di Indonesia lewat KWI telah mengirim langsung ke Roma kolekte tersebut. Untuk itu, saya tidak mengumpulkannya lagi tetapi saya tetap diminta untuk berkontribusi sebagai kontribusi Indonesia. Untuk itu saya membuat showroom benda-benda rohani yang bisa dibeli (bertempat di Jl. Kramat Kwitang IG no.2B Jakarta Pusat) dan guiding ke Tanah Suci—pekerjaan saya sambil mengajar Kitab Suci setiap hari.

Indonesia juga secara aktif langsung membantu beberapa proyek yang ada di Tanah Suci seperti mendirikan kapel di Padang Gembala, kapel untuk para peziarah di Taman Getsemani, dan membantu mendirikan kapel dan fasilitas ziarah di Magdala, kampung dari Maria Magdalena. Kota itu, kami para fransiskan, yang gali pelan-pelan dan tentu melibatkan arkeolog. Bisa bergabung di Telegram Sahabat Holyland untuk mendukung kami.

Mengapa Tanah Suci penting untuk umat Katolik?

Bagi kita umat Kristen, Yerusalem mewakili seluruh Tanah Suci karena di Yerusalem adalah puncak dari iman kita, kenapa? Karena menurut Santo Paulus, jika Yesus tidak bangkit maka sia-sialah iman kita. Justru di Yerusalemlah, Yesus menderita sengsara, wafat, dan bangkit. Maka jika mengikuti apa yang dikatakan Paulus, Kota Yerusalem itu penting sekali bagi kita dan di sana ada tempat-tempat yang sampai hari ini secara tradisional berhubungan dengan puncak iman kita, misalnya: Taman Getsemani, makam Yesus, dan Puncak Kalvari. Tempat ini sejak awal menjadi tempat umat Kristiani secara teratur walaupun belum terorganisir pergi ke tempat itu. Apalagi ketika Ratu Helena, sekitar abad ke-3 M datang kesana, ia seorang Kristen yang salah, mencari tempat-tempat yang ada hubungannya dengan Yesus.

Kemudian dengan adanya penelitian arkeologi terutama di abad 21, semakin teryakinkan bahwa teori tentang tradisi yang mengatakan tempat-tempat tersebut dengan apa yang ada di dalam Kitab Suci itu cocok. Oleh karena itu di Tanah Suci, antara arkeologi Kitab Suci dan Kitab Suci menemukan jalinannya. Ini menjadi bukti, “Sabda telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita.” Yesus benar-benar lahir dalam sejarah sebab Ia hidup, wafat, dan bangkit di dalam sejarah umat manusia. Maka seringkali kita para Fransiskan mengatakan “Holyland adalah Injil yang kelima”.

Bagaimana Patriakat Latin Yerusalem mendukung karya Fransiskan?

Karena kami sudah 800 tahun di Tanah Suci dan Patriakat baru muncul kembali pada 1847, maka kami lebih banyak mendukung mereka. Bentuk dukungannya baik secara finansial maupun memberikan fasilitas. Jadi Fransiskan justru harus membantu dan mempermudah karya dari Patriakat. Misi utama Patriakat lebih parokial sedangkan kami memelihara tempat-tempat suci meskipun kami juga memiliki paroki, sekolah, dan panti asuhan.

 Pesan kepada umat Katolik di Indonesia?

Jangan lupa kita adalah bagian dari Gereja Universal. Sejak awal Paulus menyadarkan bahwa kita adalah Gereja Universal yang harus memperhatikan bagian per bagian. Paulus pergi merasul kemana-mana, mewartakan Kabar Sukacita, tetapi sekaligus memberikan motivasi kepada mereka bahwa ‘iman yang hidup adalah saling memerhatikan sesama saudara.’ Kita diajak untuk melihat gereja sebagai satu bagian universal di mana kita ikut merasakan dukacita umat dan ingin meringankan beban mereka. Maka jangan lupa, kita bukan hanya Gereja Lokal tetapi punya tanggung jawab juga sebagai satu Gereja Universal.

 Felicia Permata Hanggu

Majalah HIDUP, Edisi No. 09, Tahun Ke-78, Minggu, 3 Maret 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini