HIDUPKATOLIK.COM – TUJUH PULUH LIMA tahun sudah Keuskupan Bogor berdiri. Tongkat penggembalaan dari uskup ke uskup terus berjalan. Mulai dari Paternus Nicholas Joannes Cornelius Geise, OFM alias Mgr. Geise, sang perintis; Mgr. Ignatius Harsono yang melakukan cukup banyak pengembangan keorganisasan keuskupan dan paroki. Kemudian, diselingi dengan kepemimpinan Mgr. Leo Sukoto, SJ selama kurang lebih satu tahun krusial yang menjaga stabilitas dan situasi internal Keuskupan. Lalu Mgr. Mikael Angkur, OFM yang meletakan dasar Keuskupan melalui Sinode perdana. Dan, yang terkini adalah Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM dengan berbagai dinamika karya pastoral yang luar biasa.
Perayaan 75 tahun yang dibuka pada 9 Desember 2023 lalu di Paroki B.M.V. Katedral Bogor bukan hanya menjadi seremoni yang megah meriah, tetapi juga menjadi gerak jalan bersama yang penuh refleksi selama satu tahun ke depan sampai dengan ditutupnya pada 7 Desember 2024 di Paroki St. Joseph, Sukabumi.
Perubahan, proses suksesi dalam setiap kepemimpinan para gembala pada berbagai karya pastoral dari waktu ke waktu adalah hal biasa.
“Keuskupan ini terus berkembang dan meningkat baik dari sisi jumlah jemaat, beragamnya entitas, dan tentu saja lahirnya paroki-paroki baru. Belum lagi aktivitas yang bukan hanya pastoral tetapi juga devosional yang memperkuat iman mereka. Melalui berbagai dinamika dan cara itulah umat dapat memahami lebih dalam apa arti iman dalam Gereja Katolik dan kemudian mereka mencari tahu bagaimana mereka terlibat dalam kehidupan Gereja Katolik,” ujar Mgr. Paskalis dalam awancara khusus dengan HIDUP beberapa waktu lalu.
Pertumbuhan Iman
Dalam konteks pengembangan iman, Mgr. Paskalis mengambil contoh kursus evangelisasi pribadi yang sangat ditekankan mulai dari masa Mgr. Angkur kemudian dilanjutkan pada masa kepemimpinannya. Ada juga kegiatan seperti Pastoral Counseling Center yang memfasilitasi umat menjaga kesehatan mental.
Bagi Uskup Paskalis, ini adalah bentuk perkembangan kehidupan menggereja di mana umat ingin mengembangkan dan memperdalam iman mereka.
Kursus katekese yang dibuat oleh Komisi Kateketik dan paroki-paroki juga menjadi sarana mempersiapkan calon-calon pengajar yang akan membantu para gembala menyirami dan mendampingi pertumbuhan iman umat.
Menurut Uskup Paskalis, umat boleh berbangga karena saat ini pengembangan tempat-tempat devosional menjadi salah satu fokus Keuskupan. Sebut saja pusat kebaktian kepada kerahiman ilahi di Paroki St. Faustina Kowalska Tajur Halang. Beberapa paroki juga mulai memiliki taman doa seperti Bumi Maria Sareng Para Rasul di Paroki St. Andreas Sukaraja, Gua Maria Kanada, Kampung Narade Dalam di Paroki Santa Maria Tak Bernoda Rangkasbitung, dan beberapa di paroki lainnya. Belum lagi seminar-seminar dan berbagai kegiatan pengembangan iman lainnya.
“Saya melihat umat tumbuh dan berkembang dengan tetap mengingat visi dasar Keuskupan. Saya sendiri masih tetap setia pada hasil dari Sinode pertama keuskupan ini dan melanjutkannya sampai sekarang dengan berbagai penyesuaian yang diperlukan untuk mengikuti zaman,” tutur Uskup.
Refleksi Satu Dekade
Hampir satu dekade Mgr. Paskalis menjadi uskup. Perjalanannya tentu dinamis dengan berbagai berkat juga tantangan yang mewarnainya. Ia sadar bahwa tugas pastoral yang diberikan oleh Tuhan adalah anugerah yang luar biasa.
“Saya dipanggil untuk dipercayakan menggembalakan umat di Keuskupan Bogor. Saya berprinsip, harus melanjutkan hal-hal baik yang telah dibentuk dan dikembangkan oleh para pendahulu saya sehingga ada keberlanjutan karya pastoral yang telah mereka mulai,” katanya.
Ia juga bercerita, dalam berbagai pertemuan dengan para imam, ia terus mencoba mencari cara-cara baru agar iman umat tumbuh sehingga kesaksian Gereja Katolik di tengah masyarakat yang meliputi daerah Bogor, Cianjur, Sukabumi, Banten dan sekitar Jakarta dapat benar-benar nyata.
“Saya merenungkan perjalanan pastoral yang berfokus pada visi misi yang ditetapkan dalam Sinode pertama. Kita sepakat membangun komunitas dengan iman yang mendalam, semangat bermisi, lalu dialog dikedepankan. Kemudian pada Sinode kedua kami juga menambahkan pentingnya mencintai lingkungan hidup,” jelas uskup yang menerima tahbisan episkopal pada 22 Februari 2014.
Lebih lanjut ia berkata, “Refleksi penting selama hampir satu dekade ini dalam penggembalaan saya sebenarnya melanjutkan apa yang sudah diuraikan oleh umat bersama-sama melalui Sinode yang lalu. Kami mencari cara mewujudkannya dalam langkah-langkah konkret bersama dengan Kuria Keuskupan, Dewan Presbiterat, Dewan Pastoral Keuskupan, dan Dewan Keuangan Keuskupan. Lima prioritas kebijakan yang kami gagas di awal masa penggembalaan menjadi titik awal mulai dari keluarga, pendidikan, orang muda Katolik, sumber daya manusia, dan sosial kemasyarakatan. Lima hal tersebut kami sempurnakan pada Sinode Kedua dengan menambahkan kata ‘transformasi’ di mana setiap entitas di Keuskupan ini juga setiap pribadi senantiasa bertransformasi menjadi lebih baik lagi.”
Ia menjelaskan berbagai tantangan yang dialami seperti kondisi pandemi yang membuat setiap umat kesulitan. Pada masa-masa itu setiap elemen Keuskupan belajar berbagai cara baru untuk terus berelasi dan berinteraksi satu sama lain.
“Kalau bicara tantangan tentu banyak, mulai dari pandemi, berbagai upaya baik untuk merawat kebersamaan dengan umat beriman lain, belum lagi tantangan setiap paroki berbeda-beda. Itulah kenapa menjadi penting gerak jalan bersama yang selalu digaungkan pada banyak kesempatan. Penting juga bukan hanya jalan sebagai gerak bersama tetapi juga komunikasi dan karya bersama. Apa gunanya jalan bersama jika tidak saling bicara? Apa gunanya jalan bersama jika tidak saling bekerja sama?” ujarnya.
Mari Terlibat
Perayaan 75 tahun diselenggarakan selama satu tahun penuh sebagai salah satu cara untuk menjaga gerak jalan bersama umat. “Konteks perayaan satu tahun penuh adalah metode untuk memperbarui semangat jalan bersama. Kita hidup bersama sebagai satu persekutuan iman dengan keberbedaan yang beragam dan tentunya berbagai tugas panggilan. Kami melihat pentingnya perayaan ini untuk diikuti oleh seluruh umat. Sehingga melalui perjalanan bersama selama satu tahun ke depan kita dapat merefleksikan makna kehadiran kita sebagai gereja, sebagai umat Allah, dan sebagai anggota masyarakat,” paparnya.
Berbagai acara telah siap diikuti oleh seluruh umat. Mulai dari pentas budaya pada masing-masing dekenat, fun sport, rampak sekar (lomba paduan suara), kirab misi di 33 titik, dan berbagai kegiatan katekese sehingga tidak hanya relasi antarumat yang dibangun tetapi juga hidup beriman masing-masing pribadi.
Pemilu 2024
Karena momentum 75 berisan dengan pemilu, Uskup Paskalis mengimbau seluruh umat untuk cerdas memilih. “Pada momen kampanye ada begitu banyak janji yang disampaikan oleh para politisi. Kita perlu berhati-hati, membuka hati dan pikiran. Benarkah janji yang dilontarkan saat masa pemilu ini? Sungguhkah akan terwujud? Atau hanya omong kosong? Maka pilihlah orang-orang dengan janji yang realistis. Jadi pilihlah calon pemimpin yang melakukan hal-hal konkret untuk kita,” katanya.
Ia berharap Gereja juga punya dampak tidak hanya untuk umatnya tapi juga masyarakat sekitar. “Perjalanan Tatar Sunda selama beratus-ratus masa, tentu ada kontribusi kita karena Gereja tidak hanya sekadar beragama namun juga bermasyarakat,” imbuhnya.
Aloisius Johnsis (Kontributor, Bogor)
Majalah HIDUP, Edisi No.1, Tahun Ke-78, Minggu, 7 Januari 2024