Kardinal Suharyo Ajak Umat KAJ Jadi “Yesus-Yesus Kecil”

151
Kardinal Ignatius Suharyo (nomor dua dari kiri) berfoto bersama sebastian Kuria KAJ seusai Konferensi Pers. (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

HIDUPKATOLIK.COM – Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, mengajak umat Katolik di wilayah Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) menjadi “Yesus-Yesus Kecil” yang selalu dilahirkan kembali dan rajin berbuat baik, berbelarasa, dan peduli serta semakin memancarkan kemuliaan Allah di zaman yang penuh tantangan ini. 

Hal ini disampaikan oleh Kardinal Suharyo dalam homilinya di hadapan lebih dari 3.000 umat Katolik saat Misa Pontifikal yang dirayakan secara konselebrasi bersama sembilan imam – Kuria KAJ – pada Senin (25/12/2023) di Gereja Katedral Santa Maria Diangkat ke Surga, Jakarta Pusat.

Ajakan ini selaras dengan tema Pesan Natal Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tahun ini, yakni “Kemuliaan Bagi Allah dan Damai Sejahtera di Bumi” (Lukas 1:14).

“Ketika saya merenungkan tema ini, berbagai macam pertanyaan muncul di dalam diri saya. Pertanyaan yang pertama, siapakah yang memancarkan kemuliaan Allah ini? Salah satu jawabannya  ada di dalam kutipan Sabda Tuhan yang kita dengarkan tadi. Surat kepada Orang Ibrani mengatakan begini: ‘Yesus-lah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah.’ Kemuliaan Allah itu bukan barang, bukan benda. Kemuliaan Allah adalah Yesus sendiri. Dan agar cahaya kemuliaan Allah itu tampak bagi kita, maka menurut Injil Yohanes yang tadi kita dengarkan: ‘Sabda sudah menjadi manusia dan tinggal di antara kita.’ Supaya kita dapat melihat wujud kemuliaan Allah itu,” ujarnya.

Kardinal Ignatius Suharyo memimpin Misa Pontifikal di Gereja Katedral Santa Maria Diangkat ke Surga, Jakarta Pusat (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

“Pertanyaan kedua yang muncul adalah ini, bagaimana kemuliaan Allah itu tampak di dalam diri Yesus? Jawaban saya adalah ini: kemuliaan Allah itu sangat jelas tampak di dalam kepedulian Yesus sepanjang hidup-Nya. Kata kuncinya adalah kepedulian, atau belarasa. Kepedulian Yesus, belarasa yang ditunjukkan oleh Yesus sepanjang hidup-Nya, adalah cahaya kemuliaan Allah.”

Ia kemudian menyebut sebuah contoh hati Yesus yang selalu tergerak oleh belas kasihan ketika melihat orang banyak kelaparan. Alasannya adalah kepedulian.

“Kesimpulannya jelas. Kemuliaan Allah bukan barang, bukan benda, bukan yang lain-lain. Kemuliaan Allah adalah kepedulian-Nya, belarasa-Nya, yang menjadi sangat nyata tampak bagi kita di dalam kepedulian Yesus,” imbuhnya.

Kardinal Suharyo juga menyinggung soal Romo Fransiscus Georgius Yosephus van Lith, SJ yang pernah mengungkapkan harapannya agar umat Katolik di Indonesia terus bertumbuh menjadi “Yesus-Yesus Kecil” yang peduli dan rajin berbuat baik.

“Dan dalam hal ini, saya pribadi, dan saya kira kita semua, boleh bangga karena Tuhan menganugerahkan satu watak yang sangat mulia kepada bangsa kita, yaitu peduli dan belarasa,” ungkapnya.

Ia kemudian menyebut hasil penelitian sebuah lembaga penelitian internasional tentang indeks kerelaan berbagi. Dengan responden lebih dari 140 negara, termasuk Indonesia, hasil penelitian tahun ini menempatkan Indonesia pada urutan pertama. Bahkan posisi ini sudah ditempati sejak tahun 2018.

Meski demikian, Kardinal Suharyo mengingatkan umat Katolik agar tidak sombong. Menurut hasil Survei Status Gizi Indonesia, angka prevalensi tengkes pada anak bawah lima tahun (balita) mencapai 21,6 persen tahun lalu. Sementara hasil sebuah penelitian lain memperlihatkan bahwa setiap tahun jumlah makanan yang dibuang sebagai sampah mencapai 330 triliun rupiah.

“Di tengah-tengah realitas seperti inilah, kita diundang untuk menjadi ‘Yesus-Yesus Kecil’ yang selalu dilahirkan kembali. ‘Yesus-Yesus Kecil’ yang rajin berbuat baik, berbelarasa, peduli. Tetapi lebih dari pada itu, semakin memancarkan kemuliaan Allah,” ungkapnya.

“Marilah kita saling mendoakan semoga tema Natal tahun ini mendorong kita untuk terus bertanya ‘apa yang harus kita lakukan supaya kita terus bertumbuh menjadi pribadi-pribadi seperti Yesus yang memancarkan kemuliaan Allah.’ Kalau ini menjadi pesan Natal bagi kita masing-masing, saya yakin Natal tahun ini akan menjadi semakin bermakna, bukan hanya untuk tahun ini, tetapi sepanjang hidup kita dalam usaha kita menjadi ‘Yesus-Yesus Kecil’ di zaman yang penuh tantangan ini.”

Menjadi Pemilih Cerdas 

Sementara pada konferensi pers yang digelar di Gedung Karya Pastoral KAJ seusai Misa Pontifikal, Kardinal Suharyo mengajak umat Katolik untuk menjadi pemilih yang cerdas.

Pada konferensi pers yang juga dihadiri oleh Vikaris Jenderal KAJ, Romo Samuel Pangestu, dan Pastor Kepala Paroki Katedral, Romo Albertus Hani Rudi Hartoko, SJ, ia menekankan tiga kata, yakni khalik, makhluk dan akhlak. 

“Seharusnya siapapun dia dengan latar belakang apapun dia, setiap manusia, setiap pribadi itu mesti sadar bahwa hidupnya adalah makhluk, artinya ciptaan. Dan sebagai makhluk dia mempunyai hubungan dengan Sang Khalik, Sang Pencipta. Maka di hadapan Sang Khalik, manusia yang adalah makhluk itu tanggung jawabnya adalah bersembah sujud. Itulah yang kita lakukan di dalam ibadah,” ujarnya.

“Tapi itu satu pihak. Pihak yang lain, selain bersembah sujud kepada Allah, manusia yang adalah makhluk itu mesti bersembah bhakti. Yang satu sujud, yang kedua bhakti. Bhakti kepada siapa? Kepada sesama, kepada alam. Dan bhakti yang sejati itu seharusnya dilandaskan pada akhlak mulia.”

Kardinal Ignatius Suharyo saat menyampaikan pernyataan pada konferensi pers (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

Sementara kata ketiga, lanjutnya, setiap manusia seharusnya berakhlak mulia. “Kalau dikatakan manusia tidak berakhlak, itu bukan pujian. Itu artinya dia menyalahi dirinya, hakikatnya sebagai makhluk, karena sebagai makhluk dia harus bersembah sujud kepada Allah dan berakhlak manusia di dalam tindakan-tindakannya,” tuturnya. 

Dan salah satu bentuk tanggung jawab umat Katolik sebagai warga negara adalah peduli terhadap Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan berlangsung tahun depan. 

“Mungkin orang merasa Pemilu seperti ini tidak ideal, tidak usah ikut, pergi liburan. Itu orang yang tidak bertanggung jawab sebagai warga negara. Keadaan tidak pernah ideal, yang ada adalah seperti ini. Maka sebagai warga negara, siapapun kita, wajib ikut Pemilu. Maka itulah nasihat pertama yang saya sampaikan kepada umat Katolik: ‘Silakan datang untuk ikut memilih calon-calon pemimpin kita dengan suara hati masing-masing. Tidak ada paksaan. Silakan memilih dengan cerdas menurut hati nurani.’ Yang kedua, nasihat dalam rangka kepedulian adalah siapapun nanti yang terpilih dan sudah diumumkan oleh lembaga yang berwenang, kita mesti menerima. Tidak bisa lain-lain selain menerima, karena sudah diumumkan oleh lembaga resmi yang berwenang. Dan selama ini kita mesti menjaga persatuan, damai. Karena ciri yang sangat istimewa dalam bangsa kita adalah persatuan,” pungkasnya.

Katharina Reny Lestari 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini