HIDUPKATOLIK.COM – “Saya akan melanjutkan dengan terlebih dahulu mempelajarinya. Memberikan kontinuitas itu saya rasa lebih pas dan lebih besar pengaruhnya, daripada saya harus memulai sesuatu yang belum saya ketahui.”
DEMIKIAN jawaban selengkapnya Mgr. Victorius Dwiardy, OFMCap (55 tahun) saat berbincang-bincang dengan HIDUP, Rabu, 16/8/2023. Kendati, ia lahir di Pulau Kalimantan, pria asal Dusun Sebalos, Desa Sango, Kecamatan Sanggau Ledo, Kabupaten Bengkayang, Kelimantan Barat ini menyadari dirinya sebagai orang baru di Keuskupan Banjarmasin, Kelimantan Selatan. “Monsinyur Timang, sangat welcome dan menunjukkan persaudaraan yang baik,” ungkapnya.
Sebelum dipilah Paus Fransiskus menjadi Uskup Banjarmasin, Mgr. Victorius menjabat sebagai Anggota Dewan Penasihat untuk Minister General Kapusin di Roma dan Konselor Jenderal Wilayah Asia Pasifik (2013-2023). Berikut petikan wawancara dengan Uskup Terpilih yang akan meneritam tahbisan episkopal pada hari Sabtu, 4 November 2023.
Pulau Kalimantan ini pernah diserahkan seluruhnya kepada Ordo Kapusin. Dalam perjalanan, sebagian wilayah Kalimantan Timur dipercayakan kepada Kongregasi MSF (1926). Apakah Kapusin akan kembali bermisi di wilayah ini?
Memang benar apa yang dikatakan dalam sejarah, bahwa wilayah Kalimantan ini secara keseluruhan dulunya pernah menjadi wilayah misi yang dipercayakan kepada Ordo Kapusin. Apakah ada kemungkinan Ordo Kapusin akan kembali bertugas di wilayah ini, kemungkinan itu terbuka. Untuk lebih pastinya saya mesti berbicara atau minta izin dan kesediaan Provinsial Provinsi Pontianak Kalimantan. Saya merasa senang bila Kapusin bisa berkarya di sini, sebab medan di Keuskupan ini sangat cocok dengan misi dan semangat dari Fransiskan Kapusin untuk berkarya di antara orang-orang kecil dan saudara-saudara kita. Kami Fransiskan, boleh dikatakan mempunyai suatu peristiwa besar untuk berelasi dengan saudara-saudari Muslim seperti misi kami di Pakistan dan Turki.
Setelah 15 tahun berlalu, jumlah paroki bertambah dari 9 paroki menjadi 16 dan sebagian berada di lereng Pegunungan Meratus, yang perkembangannya menuju ke arah IKN. Apa pandangan Monsinyur terkait dengan visi dan misi ke depan?
Sesuai dengan misi Gereja yaitu mewartakan Injil kepada segala bangsa dan membawa Kristus kepada mereka, saya rasa ini merupakan wujud suatu usaha atau program yang akan kami lakukan. Apa yang sudah dimulai oleh Mgr. Petrus Boddeng Timang menjadi misi Gereja di tempat ini dan juga kerinduan dan kebutuhan umat akan terang Kristus.
Apa yang Monsinyur pikirkan saat mendapat kepercayaan dari Paus untuk menggembalakan umat di Keuskupan ini?
Hal pertama yang saya sampaikan kepada Bapa Nunsius (Dubes Vatikan untuk Indonesia), bahwa dari awal saya memilih untuk menjadi imam religius. Sedari awal saya sudah penelitian, perkembangan untuk meninggalkan segalanya dan menyerahkan hidup saya kepada Gereja untuk dipakai oleh Gereja, oleh Ordo, untuk mewartakan Injil dan menjadi saluran berkat dan rahmat bagi orang lain.
Dengan penunjukan Paus ini, saya taat sebagai anggota Gereja. Bila Gereja membutuhkan, saya akan siap melayani. Saya siap bukan untuk mencari kepentingan saya atau kehendak saya, melainkan semata-mata melayani Gereja. Injil makin dikenal dan membuat kerajaan Allah berhadir. Saya menerimanya, walaupun saya masih sangat dibutuhkan oleh tugas yang ada sekarang mengurus saudara-saudara Kapusin di seluruh Asia-Pasifik.
Apa makna motto Monsinyur, Ardere et Lucere? (Berkobar dan Bercahaya).
Motto ini hendak menggambarkan semangat yang berkobar-kobar; juga bersinar, menyala, atau bercahaya; yang menggambarkan hidup dan pelayanan kita, semangat cinta kasih, kebaharuan, kehadiran, dan membawa terang untuk kebaikan sesama. Ungkapan ini terinspirasi dari Injil Lukas 24: 32 tentang kisah dua murid Yesus dalam perjalanan menuju Emaus, selanjutnya mereka bertemu dengan Yesus dan menjadikan semangat mereka berkobar-kobar. Berkobar dan bercahaya itu juga ibarat anugerah, talenta, dan bantuan yang kita terima, tidak terkurung dan hanya untuk diri kita sendiri melainkan dipakai dan memancar bagi kebaikan atau kehidupan bersama. Moto ini juga terinspirasi dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, di mana ada dorongan bagi saya untuk memperhatikan golongan-golongan kecil yang dipandang rendah. Bagaimana mereka bisa terlihat. Itu berarti harus ada sesuatu yang bersinar dari diri mereka.
Awal tahun 2021, banjir bandang melanda sebagian besar Kalimantan Selatan. Bagaimana pandangan Monsinyur terkait fenomena ini?
Kami, sebagai Fransiskan Kapusin – juga sebagai pendamping JPIC (Justice, Peace, Integrity of Creation) — internasional, salah satu program kami adalah mempromosikan bagaimana menjaga lingkungan hidup dan merawat lingkungan kita. Yang jelas, bagaimana membuat langkah-langkah konkret untuk ke situ.
Kita masih terus belajar bersama. Sebagai seorang Kapusin, kami sudah mempunyai proyek 90 hektar hutan yang kami reboisasikan di Pontianak, tepatnya di Gunung Benuah dengan nama Rainbow House. Kita dapat mempromosikan untuk penanaman pohon atau paling kecil untuk pengendalian sampah. Melalui langkah-langkah kecil itu kita bisa menjelaskan konsekuensi yang mungkin timbul. Karena kalau alam kita rusak atau sakit, kita manusia pun akan mengalami dampaknya.
Apa yang Monsinyur rasakan saat kedatangan pertama di Banjarmasin?
Saya merasa sangat senang karena dijemput dengan baik oleh umat. Keramahan dan persaudaraan dari Mgr. Timang sangat saya rasakan. Sebelum datang, saya terus berkomunikasi dengan beliau dan beliau sangat support. Saya melihat situasi masyarakat di sini lebih terbuka. Meskipun sebagai minoritas, kita tidak perlu merasa rendah diri. Saya rasa kita tetap bisa berkontribusi.
Untuk kebijakan pastoral ke depan?
Saya percaya Mgr. Timang selama ini sudah bekerja keras di sini. Saya akan melanjutkan dengan terlebih dahulu mempelajarinya. Memberikan kontinuitas itu saya rasa lebih pas dan lebih besar pengaruhnya, daripada saya harus memulai sesuatu yang belum saya ketahui. Harapan saya, seperti halnya dengan yang tertulis pada motto saya, kiranya umat berkobar-kobar dan bersiap untuk menjadikan dirinya sebagai cahaya: dalam kebaikan, dalam kerukunan, terhadap alam; pokoknya yang terutama dalam hal-hal baik, dan kerja sama dari umat menjadi sesuatu yang penting.
Dionisius Agus Puguh Santosa dari Banjarmasin
Majalah HIDUP, Edisi No. 43, Tahun Ke-77, Minggu, 22 Oktober 2023