HIDUPKATOLIK.COM – “Melalui Festival ini, kita menghidupkan budaya cinta bukan budaya destruktif yang menghancurkan,” kata Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius, Mandagi, MSC.
UNTUK pertama kalinya digelar Festival Kali Maro, Pantai Arafura. Festival dihelat selama lima hari, Minggu – Kamis, 1-5 Oktober 2023 di Kawasan Sinai, Sirapuh-Anasai, Merauke, Papua Selatan. Mengusung tema Bersatu dalam Ikatan Damai, Festival diisi dengan sejumlah agenda utama bersifat rohani, budaya dan hiburan/pesta rakyat.
Hari Pertama, Pembukaan Festival dilakukan dengan pengguntingan pita dan pemotongan sagu sep, tip Tradisi Marind dan Yeinan, dan lomba panahan tradisional.
Hari kedua, Misa Kudus yang dipimpim Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC yang dilanjutkan dengan perarakan Arca Bunda Maria di laut dari Yonggo menuju Muara Tanjung Han dan Pesta Hiburan Rakyat.
Hari Ketiga, Pentas Seni Budaya Lokal,Tarian Kreasi ,Vokal Grup dan Seni Tari.
Hari Keempat, Pentas Seni Budaya Nusantara, Kuliner UMKM Lokal dan Nusantara, Pertunjukan Layang-layang, dan Lomba Speedboad di Laut, Nggatsi semalam suntuk, Bakar Sagu Sep semalam suntuk dan pembukaan sagu sep.
Hari Kelima, Penutupan dengan agenda Ritual Pemberian Mandat Suku Marind kepada Suku Yeinan sebagai tuan rumah Festival 2024.
Menjaga dan Memelihara
Dibawah alunan lagu-lagu inkulturasi Marind Bob oleh Koor dari Stasi Kerahiman Ilahi Mangga Dua Paroki Kelapa Lima, Misa dilaksanakan di alam terbuka di tepi Kali Maro. “Festival ini sungguh luar biasa. Saya bangga dengan masyarakat Marind, masyarakat di Pantai Arafura karena anda berjuang sendiri mempersiapkan Festival. Sesuatu hal yang luar biasa. Ini semangat umat Katolik yang harus ditunjukan,” ujar Uskup Mandagi.
“Dalam segala kekurangan, kita tetap berdiri tegak untuk melaksanakan sesuatu yang baik. Festival Kali Maro sama seperti festival di tempat lain di Papua seperti Festival Danau Sentani, Festival Lembah Baliem, Festival Kamoro, Festival
Sejuta Rawa, Festival Pokman. Semuanya bertujuan untuk membangkitkan pariwisata setempat,” kata Uskup.
“Ini sebuah inisiatif yang bagus dari Pastor Andreas Fanumbi dan umat, dibantu pemerintah supaya orang lain boleh mengenal Papua Selatan khususnya Kali Maro dan Pantai Arafura,” tutur Uskup.
Menurut Uskup Mandagi, seorang pastor harus punya insisitif baru menggerakan masyarakat. Jangan begitu-begitu saja, harus ada perubahan sehingga umat berkembang dan masyarakat bertumbuh.
Uskup Mandagi mengatakan bahwa Festival ini sebenarnya mau menunjukan, betapa Tuhan mencintai masyarakat Marind. “Kita tahu kehidupan itu diberikan oleh Tuhan. Manusia dan kekayaan alam Papua beserta isinya itu bantuan dan campur tangan Tuhan. Festival ini kita lihat sebagai rasa syukur kepada Tuhan yang sudah memberikan Kali Maro kepada anda dari hulu sampai hilir sehingga ada kehidupan di sini. Tugas kita adalah harus menjaga dan memelihara. Dimulai dengan kehidupan manusia, dan kehidupan anda sendiri. Jangan dirusak dengan mabuk-mabukan, judi dan bermalas-malasan,” Uskup menegaskan.
“Melalui Festival ini, kita menghidupkan budaya cinta bukan budaya destruktif yang menghancurkan. Festival ini kembali mengangkat perdaban bukan kebiadaban,” kata Uskup bersemangat.
“Tidak ada guna melaksanakan Festival ini hanya untuk ramai-ramai saja. Tetapi Festival ini harus membuat kita bertobat, kita menaruh harapan pada Allah dan kita akan menjadi terberkati. Allah yang memberikan kehidupan, alam semesta dan Kali Maro,” tambah Uskup.
Tak lupa Uskup mengajak masyarakat untuk tidak terlena dengan bantuan-bantuan yang diberikan pemerintah.
Jam Kerahiman Ilahi
Sesaat setelah Misa pada tanggal 2 Oktober 2023, sesudah diawali dengan Doa Kerahiman Ilahi pukul 15.00 WIT,jam kematian Kristus di kayu salib, acara dilanjutkan dengan berkat perutusan oleh Sekretaris Jenderal Keuskupan Agung Merauke, Pastor Johanes Juenmo Kandam.
Arca Bunda Maria setinggi dua meter dingkat oleh beberapa tetua adat,berjalan di tengah-tengah umat diiringi doa-doa dari kelompok ibu-ibu kerahiman Ilahi serta umat yang berada disisi kiri dan kanan. Mereka membentuk pagar betis sambal mendaraskan doa dan nyanyian hingga ke tepi Kali Maro, tempat perahu-perahu pengangkut telah siap.
Saat itu air pasang sehingga terlihat rata dengan daratan. Masyarakat yang telah memadati tepian Kali Maro tampak ramai. Di tengah derasnya riak-riak ombak yang bergelombang, puluhan perahu dan speedboat siap untuk berlayar bersama umat dan masyarakat yang mengikuti konvoi perarakan.
Sebuah kapal khusus membawa Arca Bunda Maria yang di dalamnya turut serta para tetua adat Marind, para imam dan suster. Juga puluhan perahu pengiring yang terdiri dari umat dan masyarakat dan wartawan. Konvoi dikawal secara khusus oleh Polres Merauke, Polisi Air, Basarnas, Lantamal, Pasukan Katak, Marinir, dan Patroli Sungai.
Tampak sebuah kapal membawa pengeras suara memutar lagu-lagu Maria mengiringi perjalanan dari Yonggo ke Han. Sehingga dari jauh terdengar alunan lagu-lagu yang begitu syahdu mengajak bersyukur atas kebaikan dan penyertaan Tuhan dan Bunda Maria atas ciptaan alam dan lautan yang begitu indah.
Karena terbatasnya armada yang disediakan, sebagian umat dengan kendaraan roda dua dan empat berputar haluan untuk menunggu di Han. Perjalanan Konvoi dari Yonggo menuju Han ditempuh dalam waktu dua jam. Tepat pukul 17.00 WIT peserta konvoi tiba dengan baik di Han. Konvoi disambut oleh masyarakat. Arca Bunda Maria di takhtakan di sebuah Bevak yang telah dihias selama semalam.
Pertobatan Ekologis
Penggagas Festival ini adalah Pastor Andreas Fanumbi (61) atau lebih akrab disapa Pastor Andi. Pastor Paroki Bunda Hati Kudus Wendu Merauke ini, merupakan seorang imam yang memiliki perhatian khusus dalam mengangkat dan melestarikan kekayaan budaya Marind.
Ia mengatakan, Festifal Kalimaro bertujuan mengangkat sejarah, kuliner dan budaya orang Marind yang menjadi ikon Festival. Pesta rakyat dan budaya bertujuan mengangkat nilai sejarah Merauke dan harkat dan derajat orang Marind sehingga tercipta dalam ikatan persatuan, kesatuan dan kedamaian.
Pastor Andi berharap, melalui Festival yang baru pertama kali digelar ini, terjadi pertobatan ekologis. “Kita harus menjaga dan melestarikan lingkungan alam Papua yang kaya akan aneka keberagaman hayati yang disediakan Tuhan di atas tanah Marind. Menjaga dan melestarikan keutuhan ciptaan wajib dimiliki oleh orang Katolik. Orang Marindlah yang pertama-tama menerima misionaris di atas tanah ini,” ungkapnya.
“Festival ini juga sebagai pesta iman. Dahulu para misionaris Hati Kudus Yesus, pertama kalinya datang ke tempat ini untuk membuka hutan dan menjadikan sebuah kota yang saat ini dapat kita tinggal dan dinikmati dengan damai. Selain itu ada juga dampak kultur khususnya bagi anak-anak milenial agar mengenal lebih luas lagi budaya Marind dan Yeinan. Lebih dari itu, adanya dampak persaudaraan dan persatuan bagi semua orang yang datang mendiami tanah Marind,” paparnya.
Pastor Andi menjelaskan, Festival digelar untuk merajut kebersamaan dan menceritakan peradaban Suku Marind dari peramu hingga peradaban baru. Juga berdampak bagi pergerakan ekonomi melalui keterlibatan UMKM dan kuliner.
Menurut Pastor Andi, perhelatan perahu sebagai wujud tradisi dan budaya Marind khususnya Suku Yeinan. Mereka tiba dengan selamat di pantai tanah Marind yang berarti bahwa Sungai Maro menghadirkan dan memberi persatuan dan kesatuan untuk orang Marind.
Masih menurut Pastor Andi, alam Papua memiliki potensi besar sebagai daya tarik pariwisata. Mereka memiliki hukum adat untuk menjaga kelestarian hutan mereka. Maka tetua adat disertakan dalam festival ini.
Festival ini, menurut Pastor Andi, harus dicanangkan dari sekarang supaya mereka jangan ketinggalan. “Karena budayaku adalah jatidiriku, menjadi mesin penggerak supaya mereka terlibat. Mereka harus sungguh-sungguh memiliki percaya diri yang kuat. Karena percaya diri yang kuat adalah bagian dari iman, iman mereka harus kuat. “Mereka harus percaya kepada Kristus, karena orang Marindlah pertama yang menerima Kristus dipesisir pantai dan ini adalah sebuah tanda penghargaan kepada mereka.
Umat Wendu Melanjutkan
Setelah menutup seluruh rangakaian Festival babak pertama, pada 5 Oktober 2023, umat Paroki Hati Kudus Wendu akan melanjutkan, babak kedua, dengan perarakan dan doa-doa Rosario di pesisir pantai sampai 31 Oktober 2023 dan ditutup di Stasi Athanasius Doga – Anasai .
“Dengan doa-doa, iman mereka semakin kuat dan rasa percaya diri mereka semakin kuat. Sehingga mereka menjadi agen perubahan dan terlibat dalam Pembangunan. Tetapi juga ada rasa tanggung jawab yang ditanamkan dalam diri mereka untuk terus menjaga dan memelihara pantai agar jangan sampai rusak,” kata Pastor Andi.
Pastor Andi tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Polres Merauke, Basarnas, Polisi Air yang sungguh-sungguh terlibat dalam pengamanan pantai dalam konvoi perarakan Arca Bunda Maria. “Ada bendera Merah Putih di sini. Ini adalah sebuah tanda bahwa sungguh-sungguh seratus persen Katolik, seratus persen warga Negara Indonesia,” timpalnya.
Festival tahun 2024 akan dilaksanakan di Bupul, kepala Kali Maro yang merupakan kawasan perbatasan Indonesia dan Papua Nugini. “Di tepi pantai itu semua berbaur menjadi satu. Tidak ada perbedaan semua tampak bersukacita dan bergembira menyaksikan peristiwa iman ini,” imbuh Pastor Andi.
Helen Yovita Tael (Kontributor, Merauke)
Majalah HIDUP, Edisi No. 42, Tahun Ke-77, Minggu, 15 Oktober 2023