Beata María Crésencia Pérez : Jazadnya Tetap Utuh Hingga Kini

160
Beata María Crésencia Pérez / www.veni.netii.net

HIDUPKATOLIK.COM – Semasa hidupnya, ia secara total melayani penderita TBC. Bahkan, ia wafat karena tertular penyakit yang mematikan itu.

 PANE Rodrigues divonis dokter bahwa hidupnya hanya akan bertahan tiga hari lagi. Teknisi laboratorium itu menderita komplikasi penyakit diabetes dan hepatitis A stadium akhir.

Rodrigues dan keluarga amat terpukul.Vonis dokter itu memupuskan seluruh harapannya. Ia pun pasrah sembari berharap akan mukjizat Tuhan. Tubuhnya tergolek lesu di Rumah Sakit Aeronautika Buenos Aires, Argentina.

Selang dua hari pasca divonis, seorang suster Kongregasi Putri Maria Tersuci Taman Zaitun membesuknya. Di tengah situasi genting itu, sang suster meminta Rodrigues agar berdoa kepada Suster María Crésencia Pérez. “Berdoalah kepada Suster Crésencia. Ia akan menyembuhkanmu,”  kata suster itu.

Tanpa pikir panjang, Rodrigues berdoa kepada Tuhan melalui Suster Crésencia. Tak disangka,  penyakitnya tiba-tiba lenyap. Tubuhnya terasa bugar. Semangat hidup yang telah padam kembali menyala. Rodrigues sembuh dari penyakitnya!

Rodrigues berkisah, “Ketika berdoa, aku bertemu seorang suster yang sederhana, tapi nampak menawan. Suster itu tersenyum bersahabat padaku. Aku terdiam, tenang dan merasakan kedamaian luar biasa. Selesai berdoa, aku sembuh!”

Kesaksian Rodrigues itu memuluskan Kongregasi Penggelaran Kudus untuk membuka proses beatifikasi Suster Crésencia. Akhirnya Takhta Suci merestui penggelaran beata bagi sang suster. Ia dibeatifikasi pada 12 Desember 2012 di Pergamino, Argentina.

Hamba Kecil

Suster Crésencia bernama asli María Angelíca Pérez. Tak ada yang istimewa dalam dirinya. Masa kecil ia lalui dalam situasi serba sulit. Orangtuanya, Agustin Pérez dan Ema Rodrigues adalah imigran asal Spanyol yang hijrah ke Argentina.

Kelahiran San Martin, Argentina, 17 Agustus 1897 ini dikenal sebagai pribadi sederhana dan berperasaan halus. Angelíca dibesarkan dalam keluarga penambang. Keutamaan hidup menjadi warisan keluarganya. Sejak dini, orangtuanya menanamkan nilai menghargai orang lain. Tak heran jika ia tak tega melihat teman-temannya menderita. Ia gemar membantu meski dari kekurangannya sekalipun.

Sejak kecil, Angelíca sudah akrab dengan devosi khusus pada Bunda Maria. Kala anak-anak seusianya memilih bermain, ia lebih suka berlama-lama di depan patung Bunda Maria Guadalupe. Ia akan berlutut berjam-jam di depan patung itu untuk berdoa. Kesetiaan berdevosi ini didorong oleh kerinduan untuk hidup rendah hati seperti Bunda Maria.

Genap 10 tahun, Angelíca dikirim orangtuanya belajar di Sekolah De Jesus milik Kongregasi Daughters of Our Lady of the Garden (Suster Garden) di Pergamino. Di sinilah ia menemukan panggilannya.

Angelíca terkesan dengan gaya hidup para Suster Garden,  terutama spiritualitasnya “Menjadi rendah hati seperti Bunda Maria. ”Kongregasi yang didirikan tahun 1829 oleh Santo Antonio Maria Gianelli (1779-1846) ini berfokus  melayani orang miskin yang tak mendapat akses pendidikan dan kesehatan.

Tak pelak, Angelíca memutuskan bergabung dengan Kongregasi Suster Garden pada 31 Desember 1915. Ia lalu mengenakan nama biara Suster María Crésencia Pérezpada, 21 September 1916. Nama Crésencia ia pilih sebagai penghormatan pada Santa Crésencia yang relikwinya  disimpan pada altar kapel komunitas induk Suster Garden. Moto yang ia genggam erat adalah “Bila Tuhan menginginkan sesuatu, perbuatlah! Dengan begitu, engkau akan selalu berada ditempat yang Tuhan inginkan.”

Suster Manis

Tahun 1923, Suster Crésencia diutus mengajar di Sekolah Estela Otamendi San Fernando, Buenos Aires. Ia dikenal sebagai guru yang peduli pada anak-anak. Ia selalu berusaha mengabdi dengan tekun, sabar dan welas asih dalam mendampingi anak didiknya. Apalagi kebanyakan muridnya berasal dari keluarga yang kurang harmonis atau dari lingkungan dengan budaya kekerasan. Banyak koleganya mengakui, Sekolah San Fernando tergolong medan kerasulan yang sulit. Para murid di sana sudah terkontaminasi dengan berbagai penyakit sosial yang begitu merajalela.

Mulanya, Suster Crésencia cemas ditugaskan di sekolah itu. Namun ia berusaha menghayati spiritualitas kongregasinya, “Hadir untuk menyelamatkan yang tersesat!” Di sekolah ini, ia merasa beruntung karena bisa mendampingi anak-anak yang “istimewa”.

Karena perhatian dan kasih sayangnya pada anak-anak, Suster Crésencia dipanggil “Suster Manis”. Meski usianya baru 27 tahun, ia menampilkan sosok ibu yang bijaksana. Kesalehan Kristiani ia tanamkan dengan penuh kasih. Tak heran, anak-anak menemukan figur orangtua dalam dirinya.

Selain di sekolah, Suster Crésencia ditugaskan merawat anak-anak penderita tuberkulosis (TBC) di Rumah Sakit Mar Del Plata. Ia melayani tanpa pandang bulu. Semua pasien dan keluarganya ia sapa. Ia senang berbagi kisah para kudus pada anak-anak penderita TBC.

Semangat pelayanan itu tumbuh dan terinspirasi oleh spiritualitas Santa Theresa Lisieux, “Asal memberi yang terkecil sekalipun pada orang lain, Tuhan akan memberi yang besar pada kita.” Suster Crésencia berusaha menjadi ibu yang baik bagi anak-anak dalam kesederhanaan.

Kerendahan Hati

Totalitas pelayanannya ternyata mendatangkan risiko yang amat besar. Tak disangka, Suster Crésencia tertular penyakit TBC dari anak-anak yang ia layani. Berat rasanya menerima kondisi diri yang kian rapuh. Namun ia tetap berjuang dengan jiwa besar agar mampu membesarkan hati dan menjadi penyemangat hidup bagi anak-anaknya.

Tiga tahun Suster Crésencia bergumul dengan TBC. Bertambah hari, kesehatannya kian lemah. Melihat kondisi kesehatan yang terus berangsur-angsur menurun, Superior Kongregasi memindahkannya ke biara induk di Quillota, Chile. Selain supaya bisa beristirahat, ia diharapkan juga mendapatkan perawatan dan pengobatan intensif di RS Naranjo Nicolas, Vallenar, Chile.

Berbagai upaya medis dibuat demi kesembuhan Suster Crésencia. Sayang, hasilnya nihil! Penyakit TBC justru kian merongrong tubuhnya. Alhasil, kesehatannya terus memburuk. Daya tahan tubuhnya melemah, tapi jiwanya terus berkobar untuk setia memeluk pelayanan. Meski kondisi sakitnya yang kian kronis, ia tetap setia berdevosi kepada Bunda Maria.

Pada usia 36 tahun, 20 Mei 1932 Suster Crésencia menghembuskan nafas terakhirnya. Menjelang ajal ia berdoa, “Ya Yesus, Engkau telah memanggilku mengikuti jalanMu. Biarkanlah tubuhku menjadi tanda perdamaian bagi masyarakat Chile yang sedang bertikai.” Jazadnya kemudian diboyong ke Argentina dan dikebumikan di dekat Kapel Huerto di Pergamino.

Setelah wafat, di sekitar makamnya sering tercium bau harum bunga violet.Ternyata, ketika dilakukan penggalian makam Suster Crésencia tahun 1966, jazadnya ditemukan dalam keadaan utuh. Enrico Venanzi, postulator penggelaran kudus bersaksi, “Meski sudah bertahun-tahun wafat, tubuhna masih utuh. TBC menyerang paru-paru dan merongrong tubuhnya, tapi ia wafat dengan tubuh sehat.”

Merefleksikan hidup sang “Suster Manis”, Superior Jenderal Kongregasi Suster Garden, Suster Therezinha Maria Petry mengatakan, “Suster Crésencia sungguh pantas diangkat menjadi santa. Ia telah menampilkan kerendahan hati dan kesederhanaan jiwa. Ia telah menghayati dengan benar semangat Bunda Maria dalam mendidik dan mendampingi Yesus.”

Pada 3 Oktober 1990, Konggregasi Penggelaran Kudus membuka proses beatifikasi Suster Crésencia. Paus Yohanes Paulus II mengesahkan dekrit keutamaan hidup Kristiani Suster Crésencia pada 22 Juni 2004 dan menggelarinya Venerabilis. Pada 17 November 2012, Paus Benediktus XVI menganugerahkan gelar beata padanya berkat mukjizat kesembuhan yang dialami Pane Rodrigues. Misa Beatifikasinya dipimpin Prefek Kongregasi Penggelaran Kudus,  Kardinal Angelo Amato SDB, di Pergamino, Argentina.

Karena mukjizat yang dialami Rodrigues,yangtelah divonis dokter hanya akan bertahan hidup tiga hari ini, sang “Suster Manis” sekarang bergelar beata. Selain itu, Maria Gomez, wanita muda penderita Hepatitis Fulminan (kerusakan jaringan hati) juga bersaksi bahwa kesembuhan penyakitnya karena perantaraan doa melalui Suster Crésencia. Gereja memperingati “Suster Manis” yang jazadnya utuh hingga sekarang ini tiap 20 Mei.

Yusti H. Wuarmanuk

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini