KAJ Gelar Pelatihan Pembekalan Pencegahan TPPO untuk Regio Jawa

451
Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo (tengah, duduk), berfoto bersama para imam, suster, dan frater seusai Misa pembukaan. (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

HIDUPKATOLIK.COM – Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Jakarta (KKP-KAJ) memulai pelatihan pembekalan pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) serta pendampingan bagi para korban untuk para imam, suster dan frater se-Regio Jawa pada Rabu (04/10/2023).

Sekitar 35 peserta, mayoritas imam, menghadiri kegiatan tiga hari bertajuk “Pelatihan Pembekalan: Pencegahan, Penanganan dan Pendampingan Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)” yang berlangsung di Pusat Pastoral KAJ Samadi di Klender, Jakarta Timur, tersebut.

Peserta kegiatan saat sesi ice breaking (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

Kegiatan yang akan berakhir pada Jumat (06/10/2023) ini dibuka dengan Perayaan Ekaristi yang dirayakan secara konselebrasi di Kapel Angelus. Selebran utama adalah Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo. Sementara konselebran adalah empat imam termasuk Ketua KKP-KAJ, Romo Agustinus Heri Wibowo. 

Turut hadir pada acara pembukaan adalah Sekretaris KAJ, Romo Vincentius Adi Prasojo; Ketua Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran-Perantau Keuskupan Pangkalpinang, Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus; dan Koordinator Talitha Kum Indonesia Jaringan Jakarta, Suster Irena Handayani, OSU.

“Kita mengadakan pertemuan ini ada sedikit sejarahnya. Saya sudah lupa, kapan Suster (Irena) dan teman-teman datang ke keuskupan? Jadi pada bulan Oktober tahun lalu, pada pertemuan Federasi Konferensi Waligereja Asia, salah satu topik yang dibicarakan adalah Tindak Pidana Perdagangan Orang di wilayah Asia. Yang tampil pada waktu itu adalah seorang suster juga, koordinator Talitha Kum di Thailand. Apa yang beliau katakan – dan tim tentu saja – itu sangat menarik perhatian kami, utusan dari Indonesia. Dan kami mencoba memikirkan apakah ada jalan supaya Gereja di Indonesia juga ikut mengembangkan kesadaran mengenai masalah kemanusiaan ini,” ujar Kardinal Suharyo dalam sambutannya.

Kardinal Ignatius Suharyo (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

Sebulan kemudian, imbuhnya, Suster Irena bersama sejumlah tokoh melakukan audiensi ke KAJ. Saat itu ia berjanji kepada mereka bahwa ia akan menulis Surat Gembala Prapaskah yang akan menyebut isu TPPO secara eksplisit. Ketika Surat Gembala Prapaskah tersebut dibacakan di paroki-paroki yang dilayani KAJ, berita tentang pelaporan terhadap Romo Paschalis beredar luas. Akhirnya isu TPPO mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Kardinal Suharyo juga berjanji akan mengundang Suster Irena dan tim jika ada pertemuan para imam di KAJ agar dapat menyampaikan wawasan kesadaran tentang isu TPPO. Saat itu biarawati ini hadir bersama penyintas yang memberikan kesaksian.

“Rupa-rupanya para pastor di Keuskupan Agung Jakarta itu – walaupun tidak semua tetapi beberapa – tergerak hatinya mendengar kesaksian Suster (Irena) yang berapi-api. … Saya dengar Suster (Irena)  mengatakan beberapa waktu yang lalu ada beberapa paroki yang sudah mengundang Suster (Irena). Moga-moga nanti ada kelanjutannya. Kemudian ada beberapa juga yang mendengar tentang hal seperti itu di Keuskupan Agung Jakarta lalu membuat inisiatif-inisiatif,” katanya.

Isu TPPO sangat penting namun kesadaran masyarakat belum merata, ujarnya. Akhirnya para uskup se-Regio Jawa dalam sebuah pertemuan menawarkan kepada KAJ untuk mengundang keuskupan-keuskupan se-Regio Jawa guna berbagi pengalaman dan gagasan seputar isu TPPO.

“Moga-moga apa yang kita mulai adalah yang sudah merupakan satu titik di dalam suatu rangkaian. Moga-moga ini bukan titik akhir, tapi nanti kerja sama. Moga-moga nanti di keuskupan-keuskupan muncul gerakan-gerakan seperti ini. Pasti tidak akan menyelesaikan masalah, tapi sekurang-kurangnya dapat menjadi suara hati di tengah-tengah masyarakat,” ungkapnya, seraya berharap kegiatan tersebut akan menghasilkan kerja sama antar-keuskupan.  

Bergerak Bersama

Sementara itu, Romo Paschalis membacakan sambutan dari Ketua Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran-Perantau Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr. Siprianus Hormat.

“Perdagangan manusia adalah pelanggaran hak asasi manusia yang keji, suatu bentuk perbudakan moderen yang berdampak pada jutaan orang di seluruh dunia. … perdagangan manusia adalah semacam ‘perusahaan kriminal’ bernilai miliaran dolar yang mengeksploitasi laki-laki, perempuan, dan anak-anak untuk kerja paksa, pelecehan seksual, dan berbagai bentuk brutalitas terhadap kemanusiaan lainnya,” katanya.

Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

Dengan demikian, imbuhnya, kegiatan tersebut merupakan sebuah pendekatan holistik yang mewujudkan harapan dan ikhtiar Gereja Katolik.

Ia juga mengatakan bahwa ada tiga aspek penting dalam pendampingan korban TPPO, yakni dimensi pencegahan, dimensi penanganan, dan dimensi bantuan bagi korban. 

“Sebagai Gereja, kita memiliki kesadaran yang sama untuk melawan perdagangan manusia. Inisiatif pembekalan ini merupakan bukti tekad kolektif kia untuk membuat perbedaan dalam kehidupan masyarakat yang tertindas dan rentan. Mari kita ingat kata-kata Bunda Teresa: ‘Kita sendiri merasa apa yang kita lakukan hanyalah setetes air di lautan. Namun lautan akan menjadi lebih kecil karena setetes air yang hilang itu,” ujarnya.

Lebih Terstruktur, Sistematis, Masif

Dalam sambutannya, Romo Heri berharap bahwa pelatihan pembekalan ini akan membantu gerakan-gerakan anti-perdagangan orang yang dilakukan secara kolaboratif oleh berbagai keuskupan dan semua pihak terkait menjadi lebih terstruktur, sistematis dan masif.

“Praktek-praktek perdagangan manusia itu dekat dengan kita semua. Ada di antara kita, saudara-saudara kita yang menyampaikan atau pun yang menjadi korban. Dan semoga tidak menjadi pelaku atau pun calon pelaku,” ungkapnya. 

Romo Agustinus Heri Wibowo (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

Ia lebih lanjut mengatakan bahwa unsur-unsur TPPO yang disebutkan dalam UU No. 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang sangat jelas, seperti rekrutmen, angkut, tampung, kirim, pindah, terima dengan memanfaatkan kerentanan, ancaman, kekerasan atau pun langsung tidak langsung penipuan yang memanfaatkan posisi rentan dan lain sebagainya dengan tujuan eksploitasi atau mengakibatkan eksploitasi.

“Semoga dengan pembekalan ini kita semakin mendapat pencerahan untuk terlibat aktif stop perdagangan manusia sebagai wujud komitmen kita, penghargaan terhadap martabat manusia. Paus Fransiskus jelas sekali mengatakan manusia itu bukan hanya sesuatu tapi manusia itu adalah seseorang, secitra dengan Allah. Maka perdagangan manusia adalah merusak kemanusiaan dan mencederai martabat yang luhur yang diberikan Allah kepada kita semua,” tegasnya.

Kegiatan itu mencakup beberapa sesi dengan berbagai tema yang disampaikan oleh beberapa narasumber, termasuk Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo.

 

Katharina Reny Lestari

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini