HIDUPKATOLIK.COM – Sebanyak 21 Kardinal baru menerima Biretta (topi merah yang dikenakan Kardinal) di konsistori pada hari Sabtu (30/9) telah memilih moto episkopalnya, yang memberikan gambaran tentang spiritualitas dan prioritas mereka.
Motto episkopal yang dipilih ketika seorang imam Katolik ditahbiskan sebagai uskup secara tradisional terdapat di dasar lambangnya dan sering kali tetap (tidak berubah) ketika ia dipilih menjadi kardinal atau bila nantinya terpilih menjadi paus.
Paus Yohanes Paulus II memproklamirkan devosi totalnya kepada Perawan Maria dengan semboyan “Totus Tuus” (Sepenuhnya Milikmu), yang diambil dari doa konsekrasi Maria St. Louis Grignion de Montfort. Paus Benediktus XVI memilih “Cooperatores Veritatis” (Koperator Kebenaran) dari Kitab Suci dalam 3Yohanes 1:8, dan semboyan Paus Fransiskus diambil dari homili St. Beda mengenai kisah Injil tentang panggilan St. Matius : “Miserando atque eligendo” (Karena kasihan, Dia memilihnya).
Di antara 21 kardinal yang dilantik pada 30 September, terdapat diantaranya 2 Nunsius apostolik dan 3 Kuria. Mereka masing-masing memiliki semboyan dan gambaran unik sebagai moto episkopal, mulai dari semboyan dalam bahasa Swahili hingga jerapah di lambang uskup dari Asia.
Berikut adalah penjelasan moto serta lambang episkopal 18 dari 21 kardinal yang baru terpilih, yang nantinya mereka juga berhak ikut serta dalam konklaf dan memiliki hak untuk dipilih sebagai paus.
Kardinal Grzegorz Ryś, 59, Polandia: “Virtus in infirmitate” (Kekuatan dalam kelemahan).
Ryś memilih semboyannya dari ayat dalam Surat Kedua Paulus kepada Jemaat di Korintus, dengan menyatakan bahwa semboyan itu terdengar lebih kuat dalam bahasa Yunani aslinya, seperti “dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna” (2 Kor 12:9). Ryś yang merupakan Uskup Agung Łódź, Polandia dan sekaligus penulis lebih dari 50 buku mengatakan: “Jika kita berhenti memahami kelemahan, Gereja akan menjadi organisasi seperti organisasi lainnya. Pemberitaan agama Kristen adalah kisah Kristus yang disalib dan bangkit kembali. Tanpa salib, tidak ada Gereja.”
Kardinal Pierbattista Pizzaballa, OFM, 58, Patriark Yerusalem: “Sufficit tibi Gratia mea” (Cukuplah kasih karuniaKu bagimu).
Ketika Pizzaballa menjadi patriark Latin di Yerusalem, dia menjelaskan mengapa dia memilih kalimat Santo Paulus (2 Kor 12:9) sebagai motonya: “Gereja di Tanah Suci tidak mempunyai sarana dan kekuasaan. Dia hanya memiliki Kristus dan kasih karunia-Nya.” Fransiskan Italia yang mengabdi selama lebih dari satu dekade di Tanah Suci mengatakan bahwa dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang tampaknya “besar dan tidak dapat diatasi” yang dihadapi wilayah tersebut, “Firman Tuhan mengingatkan kita bahwa hal itu hanya untuk rahmat saja, dan tidak ada yang lain. Bahwa kita harus mempercayakan diri kita sendiri.” Lambangnya memuat gambar kota Yerusalem seperti yang digambarkan pada Abad Pertengahan pada segel kerajaan Latin Yerusalem.
Kardinal Stephen Chow Sau-yan, SJ, 64, Hong Kong: “Ad Maiorem Dei Gloriam” (Demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar).
Uskup Jesuit Hong Kong ini memilih moto Serikat Yesus sebagai moto episkopalnya. Lambangnya bergambar jerapah, yang menurut Chow melambangkan kemampuan melihat gambaran besar. Chow juga mencatat bahwa jerapah dikenal memiliki hati yang besar untuk memompa cukup darah ke kepala mereka dan oleh karena itu dapat dianggap sebagai simbol kemurahan hati. Lambang tersebut memuat gambar Jembatan Tsing-Ma Hong Kong, yang digambarkan Chow sebagai simbol misi Gereja untuk menjadi jembatan bagi berbagai pihak untuk bertemu satu sama lain.
Kardinal Christophe Pierre, 77, Perancis: “Si Scires Donum Dei” (Jika engkau mengetahui karunia Tuhan)
Nunsius Apostolik untuk Amerika Serikat ini mengatakan bahwa dia memilih motonya dari kata-kata Yesus kepada wanita Samaria dalam Yohanes 4:10: “Yesus menjawab kepadanya, „Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepadaNya dan Ia telah meminta kepadamu air hidup.“ Beliau menjelaskan bahwa sering kali orang tidak menyadari apa yang Tuhan tawarkan kepada kita dan betapa Gereja adalah anugerah dari Tuhan. “Gereja adalah kehadiran Tuhan dalam realitas manusia. Dan kita adalah kehadiran Tuhan dalam realitas manusia. Gereja adalah sakramen kehadiran Tuhan,” katanya. Lambangnya dirancang oleh adik laki-lakinya dan menampilkan cerpelai putih, hewan yang merupakan simbol kampung halaman Pierre di Saint-Malo, dan bebatuan granit di wilayah Brittany di Perancis.
Kardinal Robert Francis Prevost, OSA, 68, Amerika Serikat: “In illo uno unum” (Dalam satu Kristus kita adalah satu).
Prefek Dikasteri Uskup saat ini mengambil semboyan keuskupannya dari sebuah baris khotbah St. Agustinus: “Nos multi in illo uno unum,” (Meskipun kita banyak, dalam satu Kristus kita adalah satu). Prevost menjabat sebagai jenderal sebelumnya dari ordo Augustinian selama 12 tahun. Lambangnya mencakup stempel ordo Augustinian dan “fleur de lis” yang melambangkan Perawan Maria.
Kardinal José Cobo Cano, 58, Spanyol: “In misericordia Tua, confidere et servire” (Dalam belas kasihanMu, saya percaya dan melayani).
Ketika dia ditahbiskan sebagai uskup auksilier Madrid, Cobo menjelaskan: “Melihat kembali perjalanan hidup, saya melihat dua hal mendasar yaitu mempercayakan diri saya pada belas kasihan Tuhan dan pelayanan, itulah yang dibangkitkan Assisi dalam panggilan saya.” Lambang keuskupannya mencakup salib dengan lima luka Kristus, tembok yang melambangkan Bunda Maria dari Almudena, dan baskom yang digunakan para imam untuk mencuci tangan. “Saya percaya bahwa berlutut dan membasuh kaki orang lain adalah tempat pembelajaran bagi para murid, dari situlah Ekaristi dan Gereja lahir,” ujarnya.
Kardinal Américo Aguiar, 49, Portugal: “In manus Tuas” (Di tanganMu).
Uskup Portugis yang menyelenggarakan World Youth Day (Hari Pemuda Sedunia) tahun 2023 memilih semboyan rohaninya sebagai penghormatan kepada mendiang Uskup António Francisco dos Santos dari Porto, yang semboyannya berasal dari kata-kata terakhir Kristus sebagaimana dicatat dalam Lukas 23:46: “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu.” Kardinal terpilih baru-baru ini meluncurkan lambang baru yang dirancang oleh desainer heraldik Italia Giuseppe Quattrociocchi. Ini menampilkan warna bendera Portugis serta simbol-simbol dari lambang Paus Fransiskus – bintang berujung tujuh yang melambangkan Perawan Maria dan tuberose yang melambangkan St. Joseph – untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Bapa Suci.
Kardinal Protase Rugambwa, 63, Tanzania: “Mwanza na mwisho” (“Awal dan akhir” dalam bahasa Swahili).
Motto uskup agung koajutor Tabora, Tanzania, berasal dari sebuah baris dalam Kitab Wahyu 21:6: “Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir.” Rugambwa memilih agar salib sepenuhnya menggantikan perisai biasa di lambang keuskupannya. Salib memiliki simbol Yunani untuk Alfa dan Omega di kedua sisinya.
Kardinal Sebastian Francis, 71, Malaysia: “Fiat voluntas tua” (Terjadilah kehendakMu).
Uskup Malaysia ini memilih satu baris kalimat dari doa Bapa Kami dalam bahasa Latin, “Jadilah kehendakMu” sebagai semboyan rohaninya. Lambang keuskupannya menampilkan seekor domba Paskah yang memegang spanduk putih dengan salib merah, melambangkan kemenangan Kristus atas kematian. Paus Fransiskus telah menjabat sebagai uskup di Penang sejak tahun 2011 dan telah menjadi presiden Konferensi Waligereja Malaysia, Singapura, dan Brunei selama tujuh tahun.
Kardinal Stephen Brislin, 67, Afrika Selatan: “Veritas in Caritate” (Kebenaran dalam Cinta).
Motto Uskup Agung Cape Town ini berasal dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus 4:15. Brislin meluncurkan lambang baru tepat di depan konsistori, yang mencakup topi Basotho merah yang mewakili akar Brislin di Free State dan sebuah jangkar yang mencerminkan lokasi Cape Town sebagai Tanjung Harapan. Mengacu pada moto keuskupan Brislin, Konferensi Waligereja Afrika Selatan mengatakan bahwa calon kardinal “memiliki bakat langka dalam menggabungkan kelembutan dengan ketegasan” dan “menyajikan keseimbangan yang baik antara ajaran Gereja dan kepekaan pastoral.”
Kardinal Ángel Sixto Rossi, SJ, 65, Argentina: “En todo amar y servir” („mencintai dan melayani dalam segala hal” dalam bahasa Spanyol).
Uskup Agung Jesuit dari Córdoba, Argentina ini memilih pepatah St. Ignatius dari Loyola, pendiri Serikat Yesus, sebagai motonya. Spiritualitas Ignatiannya selanjutnya dikomunikasikan dalam monogram IHS di bagian atas lambangnya, yang merupakan singkatan dari nama Yesus dalam bahasa Yunani dan stempel ordo Jesuit. Rossi dikenal di Argentina karena menawarkan latihan spiritual kepada Ignatius.
Kardinal François-Xavier Bustillo, OFM Conv, 54, Perancis: “In ipso vita erat” (Dalam Dia ada kehidupan).
Bustillo menjabat sebagai uskup di pulau Corsica di Prancis dan lambang keuskupannya mencakup simbol tradisional Corsica, Kepala Moor. Fransiskan Konventual kelahiran Spanyol ini juga menyertakan lengan bersilang dari lambang ordo Fransiskan di bagian atas lambang keuskupannya. Bustillo menjabat sebagai penjaga provinsi Fransiskan di Prancis selama 12 tahun. Mottonya berasal dari prolog Injil Yohanes 1:4 „Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.“
Kardinal Víctor Manuel Fernández, 61, Argentina: “En medio de tu pueblo” („Di antara umatmu” dalam bahasa Spanyol).
Prefek baru Dikasteri Vatikan untuk Ajaran Iman ini mengambil semboyan rohaninya dari sebuah baris dalam Kitab Raja-Raja Perjanjian Lama: “Aku, hambamu, di antara umatmu,” kata-kata Salomo dalam 1 Raja-raja 3:8. Saat menjadi uskup agung La Plata, Argentina, Fernández memilih lambang sederhana dengan salib, burung merpati, dan tongkat gembala.
Kardinal Claudio Gugerotti, 67, Italia: “Per orientalem viam” (Melalui jalan Timur).
Gugerotti memilih semboyan keuskupan “Melalui Jalan Timur” jauh sebelum ia diangkat menjadi prefek Dikasteri Gereja-Gereja Timur pada tahun 2022. Ia meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu gerejawi timur dari Institut Kepausan Oriental, di mana ia kini menjabat sebagai rektor agung. Diplomat Vatikan ini sebelumnya menjabat sebagai nuncio apostolik untuk Inggris Raya, Ukraina, Belarus, Georgia, Azerbaijan, dan Armenia.
Kardinal Stephen Ameyu Martin Mulla, 59, Sudan Selatan: “Joy in the eternal word made flesh.” (Sukacita dalam firman abadi yang menjadi manusia)
Ia memilih keuskupannya dalam bahasa Inggris, daripada bahasa Latin, seperti yang dilakukan banyak uskup di Sudan Selatan. Lambang keuskupannya meliputi drum Afrika, perisai tradisional, dan salib emas.
Kardinal Emil Paul Tscherrig, 76, Swiss: “Spes mea Christus” (Kristus adalah harapanku).
Nunsius apostolik saat ini untuk Italia memilih untuk menggunakan lambang tradisional keluarganya, yang menggunakan huruf “T” di tengah untuk “Tscherrig.” Klerus Swiss ini adalah orang non-Italia pertama yang menjabat sebagai duta besar Vatikan untuk Italia. Mottonya mirip dengan seruan Paskah Gereja Katolik, “Surrexit Christus, spes mea,” (Kristus, harapanku, telah bangkit.)
Kardinal Luis Rueda Aparicio, 61 Kolombia: “Permanezcan en mi amor” („Tinggallah dalam cintaKu“ bahasa Spanyol).
Uskup Agung Bogota mengambil motonya dari kata-kata Yesus kepada para rasul pada Perjamuan Terakhir dalam Yohanes 15:9: “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasihKu.“
Kardinal Ángel Fernández Artime, SDB, 63, Spanyol.
Pastor Artime akan diangkat menjadi kardinal sebelum ia ditahbiskan menjadi uskup. Ia telah menjadi rektor mayor ordo Salesian sejak tahun 2014 dan telah mencapai kesepakatan dengan Paus Fransiskus bahwa ia akan tetap menjabat selama satu tahun lagi setelah ia diangkat menjadi kardinal.
***
DIterjemahkan secara bebas dari https://www.catholicnewsagency.com/news/255503/catholic-church-s-new-cardinals-explain-why-they-chose-their-spiritual-mottos
Sr. Bene Xavier MSsR, dari Vienna, Austria