HIDUPKATOLIK.COM – Seorang teman saya menyebut Rosario sebagai “Injil di atas seutas tali”. Ini adalah deskripsi yang tepat untuk devosi yang bermanfaat ini di mana kita merenungkan misi dan pelayanan Yesus Kristus, Allah-manusia yang datang untuk menebus umat manusia dan menawarkan kepada kita karunia keselamatan abadi.
Kita juga dapat menggambarkan Rosario sebagai “katekismus kontemplatif,” karena kita memperdalam hubungan kita dengan Yesus dan Gereja-Nya dengan merefleksikan peristiwa-peristiwa penting dalam hidup-Nya: pembuahan, kelahiran, dan masa kanak-kanak-Nya; pewartaan-Nya tentang kerajaan dan pelembagaan Ekaristi; penderitaan dan kematian-Nya; serta kemenangan-Nya atas dosa dan maut dengan kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Setelah kebangkitan-Nya, kita merefleksikan pengutusan Roh Kudus dan penyambutan Bunda Maria ke surga sebagai murid-Nya yang terbesar dan ratu surga dan bumi.
Singkatnya, Rosario menegaskan kembali bahwa agama Katolik, jika dipahami dengan benar, dimulai dan diakhiri dengan Yesus. Dengan cara yang sama, devosi kita kepada Maria mengalir dari dia sebagai Bunda Allah. Kekristenan tidak hanya berakar pada sesuatu yang Yesus lakukan 2.000 tahun yang lalu, sebuah peristiwa yang “sudah selesai” (Yohanes 19:30) yang darinya kita masih dapat menarik rahmat yang menyelamatkan; melainkan, iman berakar pada pengorbanan penebusan yang terus berlanjut dalam kebangkitan-Nya dan memuncak dalam kemuliaan kekal pada saat kenaikan Kristus, karena “Ia senantiasa hidup untuk menjadi pengantara” bagi kita di “surga itu sendiri, sekarang ini” (Ibrani 7:25, 9:24, dengan penekanan ditambahkan).
Ini adalah kesalahpahaman yang didasarkan pada jumlah doa Salam Maria yang lebih banyak daripada Bapa Kami.
Pertama, Salam Maria adalah doa yang didasarkan pada Alkitab, termasuk, seperti yang telah kita catat, bahwa Maria dan orang-orang kudus lainnya dapat menjadi perantara bagi kita.
Kedua, Salam Maria sendiri merupakan penegasan akan Yesus, karena Maria adalah “Bunda Allah”, yang dengan demikian adalah penciptanya. Dengan tepat, Rosario juga dibedakan dengan salib atau salib, yang mengingatkan kita akan Kristus – bukan simbol Bunda Maria.
Ketiga, Salam Maria yang diulang-ulang adalah sarana untuk mencapai tujuan. Doa ini membantu kita untuk merenungkan peristiwa-peristiwa dan misteri-misteri utama dalam kehidupan Kristus dan dampaknya yang berbuah bagi Bunda-Nya. Selain itu, Kristus adalah fokus dari setiap Salam Maria: “Diberkatilah buah rahim-Mu, Yesus.”
Kita memiliki hubungan pribadi yang intim dengan Yesus Kristus. Dengan mendaraskan Salam Maria di sepanjang Rosario, kita berpartisipasi berulang-ulang dalam respon penuh keajaiban dari Gabriel dan Elisabet terhadap misteri Kristus. Manik demi manik, kita meminta Maria untuk mendoakan kita agar kita semakin dekat dengan Putranya.
Dan, yang paling penting, doa demi doa, kita dengan penuh kasih menyebut nama Kekasih kita di tengah-tengah setiap Salam Maria: “Terpujilah buah rahim-Mu, Yesus… Yesus. . . Yesus.” Nama kudus Yesus, yang diulang-ulang dengan penuh kasih sayang, adalah detak jantung dari seluruh doa rosario.
Singkatnya, pelayanan penyelamatan Yesus adalah fokus dan tujuan Rosario. Karena Maria adalah Bunda Juruselamat kita dan telah mencapai tujuan surgawi kita dalam kemuliaan penuh, jiwa dan raga, ia diposisikan secara unik untuk berkolaborasi dengan Putranya dalam misinya.
Memang, Kitab Suci menggambarkan Maria sebagai ibu rohani dari semua murid putranya, “mereka yang menuruti perintah-perintah Allah dan yang memberi kesaksian tentang Yesus” (Why. 12:17).
Mengapa? Karena Bunda Maria selalu bekerja dalam persatuan dengan Yesus dan dengan demikian selalu membawa orang kepada-Nya, dimulai dengan jawaban “ya” untuk menjadi ibu Kristus pada saat Kabar Sukacita dan dalam nasihatnya yang abadi untuk mengikut Yesus: “lakukanlah segala sesuatu yang diperintahkan-Nya kepadamu.” Jadi, Maria bukanlah pengalih perhatian dari perjumpaan dengan Yesus.
Sebaliknya, kita menghormati Maria justru karena ia adalah Bunda Allah, sebagaimana kita juga menghormati paus karena ia memegang jabatan yang ditahbiskan oleh Allah sebagai “wakil Kristus”. Maka kita menghormati Yesus dengan menghormati ibu-Nya dalam memenuhi Perintah Keempat, dan pada gilirannya ia memberkati kita melalui peran syafaatnya sebagai ibu rohani kita.
Maria adalah teladan kerendahan hati dan ketaatan seperti anak kecil. Meskipun ia tidak berdosa, ia menyadari kebutuhan akan seorang Juruselamat (Lukas 1:47). Dia juga menjadi teladan bagi kita dalam mengikuti Puteranya yang adalah Juruselamat. Karena ia adalah Bunda Allah dan ibu rohani dari semua murid-murid-Nya, tidak mengherankan jika ia dipenuhi dengan Roh Kudus, ia mampu menyatakan, “Sesungguhnya dari sekarang sampai selama-lamanya segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, sebab Dia yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan yang besar kepadaku, dan kuduslah nama-Nya” (Lukas 1:48).
Oleh Fr. Fransiskus Tomi Mapa
Seminari Tinggi Interdiosesan San Giovanni XXIII Malang
Aminnn… thankyou Frater Tomi, tulisan ini sangat bermanfaat , menambah wawasan dan meneguhkan kami utk semakin mencintai Yesus lewat Rosario… dibtunggu tulisan tulisan berikutnya yaaa..
semangat berkarya Gbu frater