HIDUPKATOLIK.COM – AROMA Pemilu 2024 kian ‘merebak’. Partai-partai peserta Pemilu sudah mulai menggerakkan mesin politik. Bakal calon presiden dan wakil presiden pun sudah digadang-gadang. Begitu pun (bakal) calon-calon anggota legislatif (kabupaten/kota/provinsi/nasional).
Sebagai bagian integral dari Bangsa dan Negara ini, umat Katolik seharusnya tidak bisa tinggal diam. Semboyan warisan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ “Seratus Persen Katolik dan Seratus Persen Indonesaia” tak bisa diomongkan atau di atas kertas saja. Itu bukan slogan atau jargo tanpa arti, tanpa makna. Melainkan, perlu (baca: harus) dibuktikan dengan berpartisipasi aktif alias proaktif dalam seluruh proses Pesta Demokrasi lima tahunan ini.
Bagaimana partisipasi itu dilakukan? Secara umum, hierarki Gereja sejauh ini telah melakukan sosialisasi melalui komisi yang bersangkutan dengan berkolaborasi dengan ormas-ormas Katolik. Lebih dari itu, sejumlah keuskupan bahkan menetapkan tahun 2023 ini sebagai Tahun Politik. Dalam konteks ini, pelbagai macam kegiatan dilakukan. Tujuannya, agar umat Katolik memahami secara lengkap seluruh proses dan tahapan-tahapan yang ditetapkan penyelenggara pemilu (KPU).
Sajian Utama edisi ini mengangkat sosok seorang imam yang secara all out melakukan sosialisasi Pemilu ini kepada umat di lingkungan Keuskupan Agung Makassar (KAMs). Dia adalah Pastor Albert Arina, Ketua Komisi Kerasulan Awam (Komisi Kerawam) dan Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (Komisi HAK) KAMs. Dalam wawancara dengan Pastor Albert, ia mengaku, sejak gendang Launching Tahun Politik ditabuh oleh Uskup Agung Makassar, Mgr. John Liku Ada’ awal tahun ini, ia berkeliling ke tiga provinsi yang menjadi wilayah KAMs, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara.
Ia tak berhenti pada sosialisasi. Ia juga mendorong tokoh atau kader Katolik yang memiliki potensi keterpilihan dalam Pemilu nanti. Potensi itu dilihat dari hitungan-hitungan konkret. Bila potensi kader dilihat tak memungkinkan, maka disampaikan peta lebih konkret. Tentu saja tetap menghormati keputusan setiap orang untuk maju sebagai calon.
Jika potensi kader dari kalangan sendiri, secara riil dilihat tak memungkinkan, maka mencoba melihat kader atau tokoh pluralis lain dari kalangan lain. Partai-partai pengusung menjadi pertimbangan. Kriterianya terang-benderang: nasionalis, menjunjung tinggi NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, martabat manusia, dan kesejahteraan bersama (bonum commune).
Kehadiran Pastor Albert dalam ranah publik (politik) ini mempertimbangkan segala aspek yang terkait dengan dimensi imamatnya. Lagi pula Gereja memiliki rambu-rambu yang jelas bahwasanya seorang imam tidak diperkenankan terjun dalam politik praktis. Politik praktis adalah ranahnya para awam Katolik. Maka, di sini perlu sikap kehati-hatian dari seorang imam. Imam adalah gembala untuk seluruh umatnya. Adalah sangat diharapkan adanya kemandirian para awam (para bakal calon) yang maju dalam kontestasi politik ini. Para pemilih perlu berpikir kritis. Jangan sampai suara terbuang percuma. Pendampingan dari para gembala (imam) tampaknya dibutuhkan di ranah ini.
HIDUP, Edisi No. 31, Tahun Ke-77, Minggu, 31 Juli 2023