HIDUPKATOLIK.COM – Romo Silvester yang baik, saya sudah berpisah dengan suami selama dua tahun. Beberapa minggu lalu lewat seorang pastor kami akhirnya diajak untuk bisa rujuk lagi lewat penyembuhan pada akar persoalan (sanatio in radice). Persoalan perpisahan kami adalah perselingkuhan suami dengan wanita lain. Awalnya saya benar-benar terpukul dengan perlakuan suami. Tetapi Saya sudah memaafkannya demi anak-anak. Suami pun demikian selama ini hidup sendiri dan benar-benar menyesali perbuatannya. Saya masih bingung soal penyembuhan pada akar. Apakah semacam penyembuhan luka batin lewat retret atau praktik kerohanian lainnya? Apakah perkawinan kami wajib dikukuhkan lagi?
Sinta Dwi Alg.
Yogyakarta
Saudari Sinta Dwi yang baik, terima kasih atas pertanyaan berkaitan dengan penyembuhan pada akar. Persoalan Anda terkait bahwa Anda telah berpisah dengan suami Anda selama dua tahun dengan alasan ketidaksetiaan dari suami Anda. Saya mengandaikan bahwa dulu Anda dan suami Anda pernah menikah secara sah di Gereja Katolik. Sekarang, syukur kepada Allah, bahwa Anda dan suami Anda ingin bersatu kembali dan kembali bersama membangun kehidupan rumah tangga.
Pertama, sebenarnya, istilah penyembuhan pada akar tidak tepat ditempatkan dalam konteks pertanyaan Anda. Istilah ini sebenarnya berkaitan dengan pemberesan sebuah perkawinan yang belum sah secara Gereja katolik. Kita tahu bahwa supaya perkawinannya sah, orang Katolik harus menikah secara Katolik. Maka jika ada orang katolik menikah di luar Gereja Katolik, perkawinannya adalah tidak sah.
Contoh: A (Katolik) dan B (non-Katolik) menikah di luar Gereja Katolik. Perkawinan A menurut Gereja Katolik adalah tidak sah. Maka sekarang A ingin membereskan perkawinannya karena dia ingin kembali menjadi orang katolik yang baik dan ingin kembali untuk sambut komuni. Tetapi karena B tidak mau diajak untuk bersama-sama mengikuti proses pemberesan perkawinan Katolik (B tidak mau diajak bertemu dengan Pastor Paroki, B tidak mau mengikuti penyelidikan kanonik dsb), maka A dapat dibantu membereskan perkawinannya dengan cara pemberesan perkawinan secara luar biasa yaitu: penyembuhan pada akar.
Artinya A dapat membereskan perkawinannya tanpa peran/kehadiran pihak B di Gereja. Caranya adalah melalui surat dari uskup. Uskup akan menulis surat yang isinya menyembuhkan/mengesahkan perkawinan yang dulu pernah dilakukan di luar Gereja Katolik (menyembuhkan pada akarnya). Semenjak dikeluarkannya surat tersebut, maka perkawinan A dan B yang dulu dilakukan di luar Gereja menjadi sah. Proses ini tidak perlu melalui peneguhan perkawinan A dan B di Gereja. Ini sebenarnya konteks kalau kita berbicara mengenai proses penyembuhan pada akar. Akar yang disembuhkan apa? Perkawinan pertama yang dilakukan di luar Gereja.
Kedua, untuk pertanyaan Anda, solusinya bukan melalui proses penyembuhan pada akar tetapi istilah yang tepat adalah penyegaran janji perkawinan. Anda dan suami Anda tidak perlu membereskan perkawinan Anda lagi karena perkawinan Anda sudah sah sejak awal. Yang dapat dilakukan oleh Anda berdua adalah dengan datang kepada pastor paroki untuk memohon berkat kembali supaya janji perkawinan yang dulu pernah Anda berdua ucapkan di depan pastor dan dua orang saksi kini disegarkan kembali. Jadi prosesnya sederhana, yaitu cukup dengan upacara penyegaran janji perkawinan.
Intinya janji perkawinan Anda/komitmen Anda berdua untuk saling mencintai seumur hidup disegarkan/diteguhkan kembali. Baik juga kalau sebelumnya didahului dengan retret/rekoleksi, proses saling rekonsiliasi (saling mengampuni/memaafkan), penerimaan Sakramen Tobat kemudian dengan upacara penyegaran janji perkawinan.
Upacara penyegaran janji perkawinan dapat dilakukan dalam bentuk doa bersama atau ibadat sabda atau dalam Ekaristi, tergantung pembicaraan Anda dengan pastor paroki.
Semoga Anda berdua dapat kembali menjalin hubungan kasih satu sama lain sehingga keluarga Anda kembali menjadi keluarga yang bahagia.
Silakan kirim pertanyaan Anda ke: [email protected] atau WhatsApp 0812.9295.5952. Kami menjamin kerahasiaan identitas Anda.
Silvester Susianto Budi, MSF
Anggota Tribunal Keuskupan Agung Semarang