Uskup Denpasar Mgr. Silvester San: Melayani dalam Semangat Kolegialitas

391
Mgr. Silvester San

HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu, 18 Juni 2023, Minggu Biasa XI, Kel.19:2-6a; Mzm.100:2,3,5; Rm.5:6-11; Mat.9:36-10:8

KALAU kita mendengar kata panggilan, kita selalu berpikir tentang panggilan khusus menjadi klerus dan biarawan/ti. Selain panggilan khusus, Tuhan memanggil manusia untuk melaksanakan bermacam-macam tugas, yaitu panggilan sebagai orang Kristen, awam, bapa-ibu keluarga, guru, wartawan, dan lain-lain. Dalam konteks ajakan Yesus untuk memohon panggilan, maka yang dimaksudkan adalah panggilan khusus itu.

Bacaan Pertama dan Injil berbicara tentang panggilan dan perutusan. Dalam Bacaan Pertama, Allah mengingatkan umat Israel akan jati diri dan perutusan mereka sebagai bangsa terpilih. Allah telah memilih dan membebaskan mereka dari perbudakan Mesir, serta mengikat perjanjian dengan mereka di gunung Sinai. Karena itu, mereka dituntut untuk menghormati perjanjian serta mendengarkan dan menghayati firman Tuhan. Dengan demikian, umat Israel menjadi kerajaan imam dan bangsa yang kudus,  akan menjadi mediator, pengantara antara Allah dan bangsa-bangsa lain. Melalui bangsa Israel, bangsa-bangsa lain akan diberkati dan diselamatkan.

Dalam Injil, Yesus memanggil dan mengutus kedua belas murid untuk mewartakan Kerajaan Surga. Seperti Bapa telah mengutus-Nya, Yesus juga mengutus kedua belas murid, karena Ia membutuhkan kerja sama para murid untuk mewartakan Kerajaan Surga. Panggilan dan perutusan itu berawal dari belas kasihan Yesus kepada orang banyak, “melihat orang banyak yang mengikuti-Nya, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala.”

Itulah alasan utama yang mendorong Yesus memanggil dan mengutus kedua belas murid. Keadaan lelah dan terlantar telah membangkitkan rasa belas kasihan, sehingga Yesus segera membentuk keduabelasan untuk melayani orang banyak. Lebih dari itu, Yesus berbelas kasih kepada umat manusia yang mengalami penderitaan, kesakitan, kelaparan, kebingungan, kesedihan, dan kesunyian. Belas kasih-Nya begitu mendalam, yang menyebabkan Yesus melakukan sesuatu. Yesus tidak hanya mengajak para murid-Nya untuk berdoa kepada Allah meminta gembala. Lebih jauh Yesus memanggil dan mengutus mereka sebagai gembala untuk menyelamatkan umat manusia.

Menarik, keduabelas murid itu bukan orang-orang yang luar biasa. Mereka adalah orang-orang yang sederhana. Mereka tidak mempunyai kekayaan, tidak mempunyai latar belakang pendidikan yang khusus, dan tidak mempunyai posisi sosial dalam masyarakat seperti kaum Farisi dan Ahli Taurat. Mereka dipanggil dan diutus semata-mata karena anugerah cuma-cuma dari Allah. Nampaknya, Yesus sadar bahwa di bawah bimbingan dan pengaruh-Nya, orang-orang sederhana ini dapat melaksanakan tugas mereka secara luar biasa.

Keduabelas murid dipanggil untuk membentuk satu kelompok campuran, baik dari segi profesi dan latar belakang sosial, maupun dari segi watak dan temperamen: ada nelayan (Petrus, Yohanes, dan Yakobus), ada petani (Tadeus dan Yakobus-anak Alfeus), ada ekonom (Yudas Iskariot); juga ada politikus fanatik (Simon, orang Zelot) yang seharusnya tidak bisa bekerjasama dengan Matius, pemungut pajak yang dianggap pengkhianat oleh bangsa Yahudi.

Kita temukan Petrus yang spontan dan bersemangat, Yakobus dan Yohanes yang ambisius dan cepat naik darah, Tomas yang melankolis dan kurang percaya, Yudas yang munafik, dan lain-lain. Kita tahu, biarpun kelompok keduabelas murid ini adalah kelompok campuran, sejarah membuktikan, mereka berhasil dalam tugasnya. Mereka bekerja dalam satu semangat, yaitu semangat melayani. Inilah semangat yang paling dibutuhkan untuk melaksanakan tugas perutusan Yesus. Tugas perutusan yang diberikan Yesus adalah ‘mewartakan Kerajaan Surga’ bukan hanya dengan kata-kata melainkan juga dengan perbuatan.

Sebagai orang Kristen, kita adalah murid-murid Yesus. Menurut Paulus dalam Bacaan Kedua, kita adalah orang-orang berdosa yang telah diselamatkan oleh darah Kristus melalui wafat dang kebangkitan-Nya. Itulah bukti kasih Allah yang tidak terbatas kepada kita. Karena itu, kita juga dipanggil mewartakan Kerajaan Surga dengan kata, perbuatan dan kesaksian hidup.

Sepantasnya dalam perutusan Yesus, kita memiliki rasa belas kasihan dan sikap dermawan seperti Yesus, yang terungkap bukan hanya dalam doa, melainkan dalam perbuatan nyata. “Kamu telah menerima dengan cuma-cuma, maka berikanlah pula dengan cuma-Cuma.”

Akhirnya kita pun harus sadar, sebagai murid-murid Yesus, meskipun kita berasal dari berbagai latar belakang sosial dan watak yang berbeda-beda, kita dipanggil dan diutus bersama-sama dalam semangat kolegialitas dan semangat melayani.

“Keduabelas murid bekerja dalam satu semangat kolegialtias dan semangat melayani.”

HIDUP, Edisi No. 25, Tahun ke-77, Minggu, 18 Juni 2023

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini