Beralaskan Terpal, Anak-anak Kimaam Ikuti Rekoleksi untuk Pertama Kali, Sr. Mauritia, KSSY: Tak Ada Rotan, Akar Pun Jadi

232
Sr. Mauritia Nuriani Harianja, KSSY memimpin rekoleksi. (HIDUP/Helen Yovita Tael-Komsos KAMe)

HIDUPKATOLIK.COM – Berada jauh di pedalaman  bukan berarti  harus  ketinggalan dalam kehidupan rohani dan aspek lainnya.  Sebanyak 27 murid kelas VI SD YPPK St.Don Bosco Kimaam Kabupaten Merauke, Papua Selatan, mengaku terkesan  dan bangga  karena untuk pertama kalinya mengikuti rekoleksi sehari yang diberikan oleh Kepala Sekolah Sr. Mauritia Nuriani Harianja, KSSY dibantu oleh guru agama Antonius Kosnan pada Senin, 1/5/2023.

Bagi sebagaian murid usia SD yang berada di kota atau di tempat lain, rekoleksi mungkin terdengar biasa-biasa saja. Tetapi bagi murid di Kimaam hal ini menjadi pengalaman pertama dan sangat berkesan.

Seorang anak berlutut dan berdoa, memegang hal negatif di tangan kiri untuk dibakar. (HIDUP/Helen Yovita Tael-Komsos KAMe)

Mengangkat tema Who Am I?, (Siapakah Aku), mengajak peserta didik untuk pertama-tama dapat menggali dan melihat  kebaikan atau hal positif  yang ada dalam diri mereka, karena Tuhan menciptakan manusia semuanya baik.

“Setelah itu peserta diajak untuk melihat sisi negatif. Dari situlah peserta diarahkan untuk semakin lebih mencintai dunia pendidikan supaya mereka punya satu impian untuk menjadi orang yang sukses atau paling tidak menjadi anak yang baik,” ungkap Sr. Maurutia.

Bacaan dipakai untuk rekoleksi ini Lukas 15:11-32, perumpamaan tentang anak yang hilang. Dengan menjelaskan tokoh-tokoh yang ada dalam bacaan ini, serta sikap dari setiap tokoh, peserta diajak untuk merenungkan dan menyadari sikap mana yang lebih dominan yang dimiliki sesuai dengan tema.

Suasana rekoleksi yang dibantu juga oleh guru agama Antonius Kosnan (HIDUP/Helen Yovita Tael-Komsos KAMe)

Walaupun tempat rekoleksinya sederhana, tak menyurutkan semangat dan antusiasme anak-anak dalam mengikuti. Beralaskan terpal, ruang kelas disulap menjadi tempat yang nyaman untuk dipergunakan. Jauh dari kata mewah.  Sekolah belum memiliki aula atau gedung multifungsi untuk kegiatan-kegiatan ekskul atau kegiatan rohani lainnya.

Tidak  kehilangan ide, ruangan kelas didekorasi sedemikian rupa untuk menghadirkan suasana dan kondisi yang berbeda agar mengundang suasana doa. Menggunakan alas karpet untuk depan altar, sementara peserta duduk beralaskan terpal biru.  “Karena karpet yang dimiliki terbatas, tak ada rotan akarpun jadi,” tutur Sr. Mauritia bersemangat.

Lebih lanjut Sr Mauritia mengatakan bahwa, anak-anak tidak duduk di kursi karena lebih mengundang suasana doa.  “Ketika saya mengajak untuk masuk ke dalam  refleksi, anak-anak duduk manis di depan tete manis (Tuhan Yesus)  sambil memandang salib atau patung Yesus, lilin yang bernyala dan alunan musik yang membuat mereka lebih tenang dan sejuk.  Walau beralaskan terpal biru tidak mengurangi suasana berdoa,” katanya.

Materi diberikan dalam bentuk powerpoint sehingga peserta didik memperhatikan ke depan. Dan di sela penyampaian materi diselingi dengan animasi gerak dan lagu sehingga peserta tidak mengantuk.

Sr. Mauritia mengatakan bahwa walau berada jauh di pedalaman, memiliki hati yang besar dan kepedulian yang tinggi untuk semakin membina karakter anak muridnya untuk terbiasa dengan kehidupan rohani. Itulah yang menggerakan hatinya untuk mengadakan pembinaan iman lewat rekoleksi.

Selain itu juga biasanya diadakan Misa  Jumat Pertama, pendalaman Kitab Suci, rosario bersama pada bulan Maria dan bulan rosario, pendalaman APP, Misa ulang tahun sekolah, dan Misa pembukaan tahun pelajaran.

Di akhir rekoleksi peserta diajak merefleksikan dan menemukan hal positif dan negatif yang ada dalam diri masing-masing.  Anak-anak membawa hal positif di tangan kanan untuk ditempel pada media yang disediakan  dan sambil berlutut dan berdoa hal negatif di tangan kiri dibakar dalam api.

Setelah melihat dan menemukanserta menyadari bahwa dirinya dalah ciptaan Tuhan yang sangat mulia, diharapkan anak-anak kembali ke rumah masingmasing sambil membawa hal-hal positif, membiasakan diri untuk menghormati, menghargai dan mencintai Tuhan lewat orang tua yang  telah membesarkan mereka.

Helen Yovita Tael (dari Kimaan, Merauke, Papua Selatan) 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini