Uskup Bogor Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM: Berbakti kepada Tuhan dan Kemanusiaan

225
Mgr. Paskalis Bruno Syukur OFM

HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu, 30 April 2023 Minggu Paskah IV (Hari Minggu Panggilan), Kis.2:14a, 36-41; Mzm.23:1-3a, 3b-4,5,6; 1Ptr.2:20b-25; Yoh.10:1-10

ADA kisah menggelitik yang tersebar dalam keluarga-keluarga Katolik masa kini. Saat berdoa mohon panggilan menjadi imam, bruder, suster, kebanyakan keluarga berdoa, “Tuhan Yesus Kristus, semoga anak itu Engkau panggil menjadi imam atau bruder atau suster. Tetapi janganlah memanggil anak saya. Mohon maaf Tuhan…”. Doa seperti ini sering muncul ketika ada Minggu Panggilan atau sosialisasi mengenai hidup menjadi imam, bruder dan suster. Memang benar, umat menyadari perbedaan antara panggilan umum dan panggilan khusus.

Kita semua mengetahui bahwa Panggilan Tuhan itu ditujukan kepada semua orang. Tuhan yang kita imani adalah Tuhan yang bangkit dari kematian. Itulah warta Paskah yang menggerakkan kita untuk bangkit dan melakukan karya-karya cinta kasih dan karya-karya yang menghargai martabat manusia, serta menyelamatkan lingkungan hidup kita. Maka, “merayakan Paskah” berarti kita mengimani Tuhan yang hidup, yang setia mendampingi dan meneguhkan kita.

Tuhan memanggil semua orang untuk menjadi pengikut-Nya. Dia memanggil manusia untuk tinggal bersama Dia (communio) dan sekaligus siap diutus untuk menjadi saksi-Nya (partisipasi dalam misi-Nya). Gereja memandang inisiatif Allah untuk melibatkan manusia dalam gerakan penyelamatan dunia mesti ditanggapi secara khusus dan istimewa. Maka sejak Paus Paulus VI (11 April 1964), perayaan Minggu Paskah ke-IV diintensikan untuk menggugah tanggapan manusia atas panggilan Tuhan. Maka Minggu ini disebut Minggu Panggilan.

 Menanggapi Rahmat Baptisan

Panggilan Tuhan itu ditanggapi melalui rahmat pembaptisan. Cara menghidupi dan menanggapi rahmat pembaptisan itu dapat berupa cara hidup sebagai awam (Panggilan Kaum Awam) dan cara hidup khusus (Panggilan Khusus), yang menunjuk pada panggilan untuk menerima tahbisan suci (uskup, imam, dan diakon) dan panggilan untuk hidup menyerahkan diri kepada Allah dengan mengikrarkan nasihat-nasihat Injil (biarawan-biarawati).

Penetapan hari Minggu Panggilan ini mengarahkan kita semua untuk memberi perhatian khusus akan panggilan untuk menjadi imam dan biarawan-biarawati. Tahbisan suci yang diterima seseorang (Uskup, imam dan diakon) adalah panggilan dan pilihan untuk melayani GerejaNya, bukanlah suatu jabatan atau status. Sedangkan para biarawan-biarawati menghidupi pembaktian mereka kepada Allah melalui hidup doa, karya-karya cinta kasih seturut kebijakan ordo/tarekat/kongregasinya masing-masing. Perhatian khusus itu dilaksanakan dengan macam-macam cara, antara lain dengan berdoa, ekaristi, serta ajakan-ajakan lain kepada keluarga-keluarga dan orang muda katolik di setiap paroki, keuskupan.

Sumber dan akar panggilan hidup menjadi imam dan biarawan-biarawati adalah  keputusan radikal dan bebas mengikuti Sang Gembala Agung, Yesus Kristus lebih dekat. Mereka melepaskan diri dari ikatan-ikatan lainnya, agar dapat melayani dan mengabdi Kristus secara total. Pengabdian kepada Kristus menyata dalam tindakan menghargai dan menjaga keselamatan sesama manusia serta alam lingkungan hidupnya.

Yesus menunjukan dalam Yoh. 10:1-10, agar para imam, bruder, suster berjuang hidup sebagai “Gembala yang baik”. Kebaikan seorang gembala itu digambarkan Yesus sebagai “Pintu”: tempat yang nyaman dan wajar bagi domba untuk keluar-masuk kedalam suatu keadaan yang selamat dan sejahtera. Kebaikan gembala disempurnakan dalam tindakannya untuk “berjalan sambil mengajarkan serta menunjukan jalan yang baik dan benar” bagi dombanya. Domba-domba akan mengikutinya, karena mendengarkan suara pewartaannya. Maka hidup dan karya sang gembala diabdikan agar domba-dombanya “memiliki hidup – hidup berlimpah-limpah” (Yoh. 10:10). Seorang imam, bruder, suster bukan hidup bagi dirinya sendiri, kepentingan keluarga atau semata-mata demi kekayaan tarekatnya, tetapi hidup demi melayani Tuhan dan sesama manusia.

Orang-orang yang dipanggil khusus ini mesti memiliki semangat hidup yang dimiliki oleh Rasul Petrus (Kis. 2:14a.36-41). Rasul Petrus sebagai manusia Paskah benar-benar mengikatkan diri pada Kristus yang bangkit. Keyakinan itu begitu kuat dihidupinya hingga dia siap memberi dirinya demi menghantar orang pada Kristus. Tanpa kenal lelah dia meyakinkan banyak orang agar percaya kepada Kristus dan meninggalkan cara hidup lama serta memberi diri mereka dibaptis. Yesus Kristuslah yang menjadi pusat dan inti dari hidup dan pewartaannya. Bukan kepentingan pribadi atau proyek pribadinya.

 Mengikuti Jejak-Nya

Selain itu, dalam terang pengalaman hidup Rasul Petrus, para imam, bruder, suster mesti siap memikul salib. Ada penderitaan, kesulitan, tantangan karena melakukan kebenaran (Bdk. 1Petr. 2: 20b-25). “Sebab Kristus sendiri sudah menderita untukmu, dan dengan itu Ia memberikan kepadamu suatu teladan, supaya kalian mengikuti jejak-Nya” (1Ptr. 2:21).

Konsekuensi hidup mengikuti Kristus, apalagi secara khusus, adalah berjuang tanpa kenal lelah untuk menegakkan kebenaran, keadilan, kebaikan bersama (bonum commune), serta melawan bentuk-bentuk ketidakadilan, perendahan martabat manusia seperti jual beli anak-anak dan wanita, kekerasan karena peperangan.

Itulah misi kemanusiaan para imam, bruder, suster. “Untuk itulah Allah memanggilmu (1Ptr. 2:21a). “Tetapi kalau kalian dengan sabar menanggung penderitaan yang menimpamu karena berbuat yang benar, maka Allah akan memberkatimu” (1Ptr. 2:20). Seruan Rasul Petrus ini meneguhkan para imam, bruder, suster yang mengalami penganiayaan, fitnah, tuduhan karena membela kebenaran dan melakukan kebaikan.

Tanpa mengabaikan peran besar kaum awam katolik, Gereja Indonesia bertumbuh dan berkembang berkat semangat berkobar-kobar yang dimiliki para imam, bruder dan suster-suster. Tiga bentuk karya-karya Gereja berupa karya pendidikan, karya kesehatan, serta karya sosial-karitatif menjadi perwujudan iman sekaligus kontribusi positif bagi kemajuan kemanusiaan dan bangsa Indonesia. Pengembangan karya-karya ini merambah juga perhatian pada karya-karya yang merawat bumi dan mempertahankan keutuhan ekologis. Karya-karya ini terus diperjuangkan untuk berkembang, walau harus menghadapi berbagai tantangan yang pelik pada masa kini.

Semoga pada saat Minggu Panggilan ini, kita tidak hanya berdoa mohon panggilan-panggilan baru, tetapi juga mohon agar para klerus, bruder, suster tetap teguh dalam karya-karya membela martabat manusia serta merawat bumi, rumah kita bersama. Karya pendidikan, kesehatan, serta sosial karitatif semakin mengena dalam hati nurani banyak orang, ketika cara hidup dan spirit berkarya para klerus, bruder, suster menghantar orang untuk percaya kepada Allah atau menjadi perpanjangan tangan Allah sehingga  orang merasakan kebaikanNYA, kasih serta belas-kasih Allah melalui tindakan Dan Dalam diri orang-orang yang dipanggil secara khusus ini. Halleluya.

“Raising your children to choose to love and serve Jesus is fulfilling one of God’s highest calling upon your life” ~ Membesarkan anak-anakmu agar memilih untuk mengasihi dan melayani Yesus telah memenuhi salah satu panggilan tertinggi Tuhan di dalam hidupmu.

HIDUP, Edisi No. 18, Tahun ke-77, Mingg, 30 April 2023

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini