HIDUPKATOLIK.COM – ALUNAN merdu musik kolintang, salah satu alat musik tradisional masyarakat Minahasa di Sulawesi Utara, yang dimainkan oleh tujuh pelajar dan seorang guru pendamping dari SMP Bintang Kejora Ciputat, menyambut kedatangan Ketua International Union Superiors of General (UISG), Suster Nadia Coppa saat memasuki ruang pertemuan di Hotel Grand Mercure, Jakarta Pusat, pada Minggu,12/2/2023.
Tak hanya itu. Suster Nadia yang berasal dari Kongregasi ASC (Adorers of the Blood of Christ) juga disambut dua tarian yang ditampilkan oleh enam pelajar SMK Rex Mundi Gambir. Pertama, Selayang Pandang, tarian kreasi baru asal Kepulauan Riau. Tarian ini mengisahkan kegembiraan para gadis yang tengah dimabuk asmara dan sangat merindukan kekasih mereka. Kedua, Zapin Muara, tarian tradisional yang juga berasal dari Riau. Tarian ini menggambarkan kehidupan masyarakat Suku Melayu.
Bukan tanpa sebab, ketiganya disuguhkan kepada Suster Nadia, yang terpilih sebagai ketua UISG pada 10 Mei 2022, dalam kunjungan perdananya ke Indonesia untuk memperlihatkan keanekaragaman budaya negeri ini.
Menenun Keberagaman
Dalam kunjungannya yang berlangsung selama sekitar enam jam, Suster Nadia bertemu dan berbagi pengalaman dengan 19 pemimpin umum religius perempuan di Indonesia. Mereka adalah Suster Theresia Supriyati SJMJ, Suster M. Elisabeth Budiarti OP, Suster Sili Bouka ADM, Suster M. Bertha Sisilia Priyantiningsih AK, Suster Ivonny Kebingin CIJ, Suster Christina Tandayu DSY, Suster M. Henrika FCh, Suster Yosephine Situmorang KSSY, Suster Henrika Haryani HK, Suster M. Elisa KFFS, Suster Agustine KKS, Suster M. Theresia Situmorang KYM, Suster Ignatia Mariata Tuti OSA, Suster M. Godeliva Simbolon FSE, Suster Susana Ayu SMFA, Suster Yulita Marie SPM, Suster Maria Petra P.Karm, dan Suster Imelda Tampubolon SFD. Hadir pula perwakilan dari Tarekat Maria Mediatrix (TMM).
Secara keseluruhan, ada 23 pemimpin umum religius perempuan di Indonesia. Namun empat lainnya berhalangan hadir. Mereka semua adalah anggota Persekutuan Para Pemimpin Umum Religius Perempuan Indonesia (UISG-INA), sebuah ranting dari UISG yang berbasis di Roma, Italia. UISG-INA berdiri pada 5 Desember 2015.
Dalam sambutannya, Ketua UISG-INA Suster Theresia Supriyati, SJMJ mengaku sungguh bahagia ketika mendapat kabar dari Sekretaris Eksekutif UISG, Suster Patricia Murray, IBVM tentang rencana kunjungan Suster Nadia ke Indonesia.
“Jiwa kami memuji Tuhan, sama seperti Elisabeth yang dikunjungi Maria. Mengapa? Kami, para pemimpin umum religius perempuan di Indonesia, sadar bahwa kami hanyalah kelompok kecil yang berada jauh dari UISG di Roma. Ini karena, secara geografis, kami berada di belahan tenggara dunia. Bahasa kami masih menjadi hambatan bagi kami. Kami masih belum percaya diri untuk berbicara dalam Bahasa Inggris,” ujarnya.
Menurutnya, pertemuan tersebut menyemangati para anggota UISG-INA untuk semakin mendengarkan suara orang-orang yang tidak bisa bersuara. Ketika Suster Nadia terpilih sebagai ketua UISG, ia mengatakan, bahwa hal terpenting kala itu adalah mendengarkan suara dunia dan membantu kelompok rentan.
Mengakhiri sambutannya, Suster Theresia memperkenalkan para anggota UISG-INA yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Misalnya, ada yang berasal dari Kalimantan, Sumatera, dan Maluku.
Menenun Keberagaman, Menjawab Tantangan Globa menjadi tema pertemuan ini. “Kami ingin membuat moto ‘Bhinneka Tunggal Ika’ menjadi nyata sebagai bentuk kesaksian dalam situasi kami yang kompleks ini,” lanjutnya.
Benih dan Berkat
Seperti kata pepatah, “Tak kenal maka tak sayang,” pertemuan tersebut diawali dengan perkenalan singkat tentang Indonesia. Tujuannya adalah membantu ketua UISG mengenal lebih jauh tentang negeri ini. Paparan disampaikan Suster Yulita Marie, SPM. Secara garis besar, ia berbicara tentang geografi Indonesia, keberagaman suku, adat, budaya dan agama, serta jumlah penduduk. Selanjutnya perkenalan setiap kongregasi.
Suster Nadia merasa perkenalan membantunya mamahami makna penting keberagaman Indonesia. “Moto negara kalian, ‘Bhinneka Tunggal Ika’ itu indah dan aktual. Paus Fransiskus, dalam setiap kesempatan, senantiasa mengajak umat manusia untuk bertumbuh dalam persatuan. Perbedaan adalah karunia Roh Kudus. Begitu pun persatuan. Jadi kita digerakkan oleh Roh Kudus,” ujarnya.
Sebagai kawanan kecil, umat Katolik khususnya para pemimpin umum religius perempuan di Indonesia hendaknya terus menjadi berkat bagi sesama. “Kalian adalah benih di antara masyarakat. Kalian adalah berkat bagi dunia. Kita dipanggil untuk menjadi benih. Benih kadang sangat kecil, tapi bisa mengubah masyarakat dan seluruh dunia,” lanjutnya.
Lalu ia bercerita tentang Paus Benediktus XVI yang wafat pada 31 Desember 2022. Kardinal Joseph Ratzinger (Paus Benediktus XVI) pernah mengatakan Gereja Katolik akan menjadi kecil tetapi lebih spiritual. “Sekarang bukan lagi soal pengalaman yang luar biasa, bangunan yang besar atau pekerjaan yang bagus. Kini saatnya bagi kita untuk menjadi garam dunia,” katanya.
Tantangan
Perkenalan dilanjutkan dengan diskusi kelompok. Dalam sesi ini, Suster Nadia melempar dua pertanyaan untuk dijawab. Pertama, tantangan yang dihadapi setiap hari oleh para pemimpin dan cara mengatasinya. Kedua, langkah konkret yang diambil dalam proses transformasi.
Diskusi dibagi dalam tiga kelompok, masing-masing beranggotakan sekitar enam orang. Menjawab pertanyaan pertama, ketiga kelompok, melalui perwakilannya, menyampaikan beberapa tantangan, antara lain individualisme, kerapuhan, kurangnya jejaring, dan keterbatasan penguasaan bahasa asing terutama Bahasa Inggris. Sementara jawaban untuk pertanyaan kedua antara lain menerima keberagaman sebagai kekuatan, membuka diri untuk perubahan, dan bersikap semakin rendah hati.
Suster Nadia memberi peneguhan sambil mengenang audiensi dengan Paus Fransiskus pada Mei tahun lalu. Kala itu Paus Fransiskus mengatakan umat Katolik tidak dapat berjalan sendiri-sendiri karena berada dalam perahu yang sama.
“Solusi pertama adalah mulai membangun jejaring sehingga kaum religius perempuan bisa bertumbuh sebagai komunitas. Yang terpenting adalah mulai berpikir bersama, berbagi bersama, dan mendukung satu sama lain,” ujarnya.
Penting pula menciptakan ruang berbagi untuk membantu formasi pribadi.
“Kita harus siap menjadi pemimpin. Tidak cukup hanya dengan mengatakan bahwa Tuhan akan membantu saya. Tuhan pasti membantu. Tapi kita juga harus mempersiapkan diri karena ada begitu banyak tantangan dan kita harus siap menghadapinya,” imbuhnya.
Isu Ekonomi
Pertemuan tersebut merupakan bagian dari rapat tahunan UISG-INA dari Sabtu hingga Selasa (11-14/02/2023). Agenda hari pertama menyangkut hal-hal praktis dan persiapan pertemuan dengan ketua UISG. Agenda hari ketiga dan keempat seputar isu ekonomi.
Terkait isu ekonomi, rapat melibatkan para ekonom dari setiap kongregasi.
Hadir sebagai narasumber Francisca Nelwan Wok, mantan petinggi dua bank swasta terkemuka dan sebuah lembaga pemerintahan. Dalam paparannya, ia menyebut lima tantangan perekonomian global tahun lalu yang masih dibayangi oleh pandemi Covid-19 dan ketegangan geopolitik: pertumbuhan yang lamban, inflasi yang tinggi, siklus yang lebih panjang, mata uang dolar AS yang menguat, dan uang tunai menjadi hal yang berguna. Namun prediksi perekonomian Indonesia tahun ini tetap baik dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan tetap kuat meski sedikit melambat.
Menyinggung soal pengelolaan keuangan khususnya di kalangan kongregasi religius perempuan di Indonesia, Nelwan menyarankan agar para ekonom melepaskan kepentingan pribadi dan mengupayakan yang terbaik untuk kongregasi.
“Dengan cara apa? Membuat laporan yang up-to-date untuk kepentingan kongregasi, mengupayakan laporan dengan menggunakan software untuk mempermudah pekerjaan, dan selalu melakukan audit report sebagai bentuk pertanggungjawaban agar mendapat kepercayaan,” ujarnya.
Ia mengakhiri paparannya dengan mengutip Roma 8:28. Ayat Kitab Suci ini berbunyi: “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”
Hasil Akhir
Pada hari terakhir, para ekonom sepakat membentuk semacam dewan keuangan untuk masing-masing kongregasi, membuat pedoman pengelolaan keuangan, serta mengikuti pelatihan, seminar atau kursus tentang pengelolaan aset, pajak, investasi, dan aplikasi sistem.
Selain itu, mereka juga menetapkan visi dan misi. Visi mereka adalah ekonom yang beriman dan penuh integritas serta tulus, sementara misi mereka adalah berjalan bersama pimpinan umum dengan penuh kerendahan hati dan bersikap komunikatif dalam menanggapi tantangan global.
Katharina R. Lestari
HIDUP, Edisi No.10, Tahun ke-77, Minggu, 5 Maret 2023