POLIKARPUS NAN RENTA BERANI MATI DEMI IMAN

1034

HIDUPKATOLIK.COM – Sebagai seorang murid Kristus, kita diajarkan untuk berusaha hidup kudus. Pikiran, perkataan, dan perbuatan kita, perlu selalu diarahkan pada kekudusan. Petrus dalam suratnya yang pertama menyampaikan: hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu, sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu (1Pet.1:15).

Jelas bukan perkara mudah untuk hidup kudus. Beruntung kita orang Katolik. Karena sejarah Gereja mencatat telah begitu banyak orang yang berhasil menjadi kudus, dalam arti Gereja mengakui dan menganugerahkan kepada mereka gelar santo/santa. Kita bisa belajar dari mereka bagaimana dapat hidup menuju kekudusan.

Kita bahkan mengambil nama salah satu dari mereka sebagai nama baptis kita. Artinya secara khusus kita dapat mengali keutamaan-keutamaan apa saja dari orang kudus yang namanya kita sanding. Sedapat mungkin kita mengambil inspirasi dari orang kudus ini untuk dapat kita terapkan dalam kehidupan kita.

Walau saya sendiri masih jauh dari berhasil untuk hidup benar dan kudus, saya selalu sedih bila mendengar berita ada orang yang menyanding nama orang kudus terlibat tindak kejahatan. Rasanya sungguh disayangkan.

Ketika hendak menggali kisah hidup St. Polikarpus yang dirayakan oleh Gereja setiap tanggal 23 Februari, saya teringat kasus pembunuhan aktivis HAM alm. Munir yang terjadi pada September 2004. Saat itu muncul nama seorang pilot senior Garuda, Pollycarpus BP yang dijadikan tersangka, diproses pengadilan, sampai dijatuhi hukuman penjara.

Kisah hidup St Polikarpus memang terkait dengan pembunuhan. Ia bahkan mati sebagai martir, dibunuh karena membela iman. Ia hidup dalam masa pengejaran murid-murid Kristus oleh bangsa Romawi. Berkali-kali ia sebagai Uskup – pemimpin umat, menjadi sasaran perburuan, hendak ditangkap untuk dibunuh.

Polikarpus hidup pada abad kedua, sekitar 70 – 160 M, tak ada data pasti kapan ia lahir dan kapan ia meninggal, karena ada beberapa versi kisah. Tapi hampir pasti ia minimal berusia 86 tahun, karena ada catatan dalam surat dari jemaat di Smirna berjudul “The Martyrom of Polycarp” (Kisah Kemartiran Polikarpus) “Selama 86 tahun aku telah mengabdi kepada Kristus dan Ia tidak pernah menyakitiku. Bagaimana aku dapat mencaci Raja yang telah menyelamatkanku?” Ini adalah kata-kata terakhir Polikarpus saat Gubernur Romawi memintanya untuk mengingkari iman dan menghujat Kristus. Setelah ia berteguh membela iman, ia dibakar hidup-hidup. Namun api tak mampu menghanguskan apalagi membunuhnya.

Polikarpus diyakini sebagai murid langsung dari Yohanes penginjil. Dalam pewartaannya dan dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, ia kerap menyampaikan kebenaran ajaran Yohanes. Namun ia  sama sekali tidak mengutip Injil Yohanes. Hal ini tidak mengherankan karena Injil Yohanes memang baru ditulis pada sekitar tahun 100 M.

Polikarpus menjabat Uskup Smirna untuk waktu yang cukup lama. Ia dikenal sebagai guru yang handal. Di masa itu sudah muncul beberapa ajaran sesat, terutama setalah para rasul meninggal.

Ia menentang ajaran-ajaran sesat dan dengan gigih ia mengajarkan kebenaran yang diajarkan gurunya.

Suratnya kepada jemaat di Filipi masih ada sampai kini, sehingga ia tergolong orang-orang Kristen perdana yang tulisannya masih tersisa. Namanya juga disebut dalam surat-surat Ignatius dari Anthiokia, dimana salah satunya ditujukan kepada Polikarpus. Pun dalam tulisan Irenius, seorang murid Polikarpus, banyak ditemukan catatan kenangan akan Polikarpus dan kisah hubungan Polikarpus dengan rasul Yohanes.

Ia memang bukan filsuf atau teolog, tapi ia memiliki keutamaan sebagai pembela iman. Walau usia sudah renta, ia tak gentar dihadapkan pada ancaman   binatang buas atau pada hukuman dibakar hidup-hidup yang akhirnya ia jalani.  Saat itu Tuhan menunjukkan kuasa-Nya. Tubuh Polikarpus tak secuilpun terbakar, saat itu banyak kesaksian ada tercium bau harum.  Polikarpus akhirnya mati sebagai martir setelah seorang algojo menikamnya.

Semoga kita boleh mendapat inspirasi dari kisah hidup orang kudus ini, teguh dan tak gentar membela iman.

Fidensius Gunawan (Kontributor – Tangerang)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini