HIDUPKATOLIK.COM – SECARA simbolik, Paus Yohanes XXII membuka jendela kamarnya sehingga ia bisa melihat horizon nan luas. Tak hanya itu, angin segar pun masuk ke biliknya sehingga terasa lebih segar. Ya. Paus ini memang, secara tak terduga, menggelar Konsili Ekumenis, yang tak lain adalah Konsili Vatikan II. Konsili yang merupakan tonggak penting (momentum) perjalanan sejarah Gereja hingga saat ini.
Begitu banyak hal yang dihasilkan dalam Konsili ini, baik yang berkaitan dengan eksistensi Gereja, pembaruan internal, maupun bagaimana kemudian Gereja memandang (mengambil sikap) terhdap umat beragama lain, yang non-Katolik.
Salah satu yang fenomenal adalah keterbukaan Gereja pada umat beragama lain. Gereja tak memandang diri satu-satunya paling benar untuk menuju keselamatan Allah. Di pihak lain pun Allah hadir dan berkarya.
Semangat pembaruan yang dilakukan oleh Paus Yohanes XXIII kiranya tak pernah boleh berhenti pada Konsili Vatikan II. Baru saja Gereja memperingai 60 tahun pembukaan Konsili ini. Bahkan secara khusus, Para Uskup Asia (Federation of Asian Bishop’s Conferences), dalam rangka memperingati pembukaan Konsili ini, mengadakan Sidang/Pertemuan Umum di Bangkok, Thailand dari pertengahan hingga akhir Oktober lalu. Mengingat begitu pentingnya Asia di mata Gereja, Paus Fransiskus secara khusus mengirim Kardinal Luis Antonio Tagle untuk mewakilinya hadir di Thailand.
Momen ini juga merupakan peringatan 50 tahun FABC. FABC lahir setela 10 taun Konsili Vatikan II. Hasil dari pertemuan ini juga in line dengan Sinode Uskup Sedunia yang diprakarsai oleh Paus Fransiskus sendiri.
Dalam pernyataan akhirnya, dalam salah satu butirnya, Para Uskup Asia menegaskan, Gereja ingin hadir bersama dengan umat/masyarakat Asia yang kaya dengan keberagaman dan budaya Asia.
Paus Fransiskus sendiri, sejak duduk di Takhta Santo Petrus menggantikan Paus Benediktus XVI terus mengadakan pembaruan di tubuh Gereja sendiri. Hal itu tercermin dari ensiklik-ensiklik yang ia terbitkan.
Dua terbaru adalah Laudato Si’ dan Fratelli Tutti. Dua ensiklik ini menjadi rujukan dalam gerak dan dimamika Gereja memasuki era baru dunia yang diwarnai pelbagai macam perubahan.
Di dalam tubuh Gereja sendiri, terutama di Vatikan, Paus terus menggelorakan semangat perubahan, termasuk dalam hal keuangan, reformasi di tubuh ‘pemerintahan’ Gereja. Ia menempatkan kaum perempuan dalam kedudukan-kedudukan strategis dalam hierarki di Vatikan.
Dan perubahan sekaligus pembaruan lain di dalam Takhta Santo Petrus. Termasuk, di dalam dirinya sendiri, Paus Fransiskus tak sepenuhnya mengikuti protokol kepausan. Bahkan, sejak dilantik menjadi Paus, ia memilih tinggal di wisma kepausan, sepatunya tak lagi berwarna merah khas Paus, mobilnya pun sederhana, ketika masih sehat, ia menenteng sendiri kopernya di kala bepergian.
Bagaiman dengan Gereja di Indonesia? Apakah angin aggiornamento yang dikobarkan Yohanes XXIII, para Paus berikutnya hingga Fransiskus, juga menjadi nafas Gereja Katolik di Nusantara ini?
HIDUP, Edisi No. 04, Minggu, 22 Januari 2023