Mgr. Valentinus Saeng, CP: Berpikir Global, Bertindak Lokal

248
Mgr. Valentinus Saeng, CP (duduk di Takhta Uskup)

HIDUPKATOLIK.COM – SABTU, 18 Juni 2022 Pastor Valentinus diumumkan menjadi Uskup Sanggau, Kalimantan Barat. Kami mengikutinya melalui live streaming di Chanel Youtube Paroki Katedral Sanggau. Begitu nama Valentinus disebut, saya dan teman-teman sekomunitas merasa gembira, bangga dan bahagia. Dalam suasana tersebut, WhatsApp group biarawan Kongregasi Pasionis REPAC, dipenuhi ucapan, doa dan harapan untuknya. Demikian juga dalam WA group dosen STFT Widya Sasana Malang. Rekan dosen ikut bangga sekaligus merasa kehilangan atas terpilihnya Mgr. Valen.

Kritis di Tengah Krisis

Mgr. Valen telah banyak menulis dalam bidang filsafat, etika lingkungan hidup, etika politik, teologi, dan spiritualitas.  Seluruh tulisannya banyak dipengaruhi oleh tradisi kritis Mazhab Frankfurt. Tradisi ini selalu berangkat dari pengandaian bahwa masyarakat secara keseluruhan selalu berada dalam pertarungan kepentingan. Oleh karena itu, tradisi kritis selalu melihat manusia dan masyarakat sebagai entitas yang dialektis, bukan statis, kompleks dan bukan sederhana, terbagi ke dalam aneka kelompok sosial yang heterogen dan bukan kelompok yang homogen.

Menurut Mgr Valen,“perspektif kritis mensyaratkan kemampuan untuk mengenal, memahami, dan menafsirkan kehadiran kelompok-kelompok sosial dalam sebuah masyarakat, beragam kepentigan masing-masing kelompok serta pola relasi, interaksi dan komunikasi di antara mereka. Dari pengenalan terhadap beragam kelompok, kepentingan dan relasi-interaksi yang berlangsung, maka secara implisit akan dapat diketahui bahwa realitas masyarakat berciri konfliktual dan bukan harmonis”.

Apa yang disinyalir Mgr. Valen, merupakan salah satu model pembacaan terhadap realitas sosial yang mengalami krisis dalam berbagai aspek kehidupan. Atas kontribusinya dalam mengembangkan ‘tradisi pemikiran kritis, namanya temasuk dalam deretan 101 tokoh Dayak yang sangat berpengaruh dalam bidang sosial keagamaan. Pengaruh tulisannya kemudian menjadi semakin menarik dalam ruang perkuliahan.

Ia selalu mengajak mahasiswa untuk bersikap kritis, seperti dituturkan seorang muridnya, Pendeta Iwan Sampe Buntu, dosen di Sekolah Tinggi Agama Kristen di Toraja.  “Saya mengenal uskup sejak saya menjadi mahasiswa Pascasarjana di STFT Widya Sasana Malang. Pertama kali masuk kelas, tampak dia seorang imam yang sangat bersahabat. Ia memperlakukan mahasiswanya seperti sahabatnya, sehingga diskusi dengannya sangat mengalir. Ia seorang yang sangat kritis dan cerdas. Dirinya terbuka terhadap pikiran yang lain, tetapi ia sangat kritis  dalam setiap diskursus”.

Tolak Ideologi Sesat

Aspek kritis dari tulisan-tulisan Mgr. Valen ternyata berkaitan fenomena keserentakaan dalam hidup manusia modern. Menurutnya, semakin gerak hidup kita mengglobal, pencarian akan identitas lokal akan semakin intensif. Semakin laju globalisasi berjalan kencang, pencarian akan identitas diri kita juga semakin kuat.

Dari tegangan global dan lokal ini, Mgr. Valen lewat tulisan-tulisannya mengajak pembaca yang mengadakan diskursus dengannya untuk tidak mudah terjebak dalam kesempitan berpikir, terutama ideologi-ideologi yang seringkali membahayakan tatanan hidup bersama seperti fanatisme, fundamentalisme dan sebagainya. Karena itu dalam berbagai tulisanya, ia selalu menekankan nalar kritis dalam menyikapi berbagai fenomena yang terjadi dalam kehidupan bersama, termasuk dalam menghayati kehidupan sebagai anggota Gereja.

Dalam sebuah artikel berjudul, “Gereja Dalam Pusaran Ideologi Global: Sebuah Diagnosis dan Prognosis Seturut Evangelii Gaudium“, ia menulis agar pembacanya tidak terjebak dalam ilusi ideologi yang terkadang melemahkan semangat untuk menjadi pewarta kabar sukacita.

Berpikir global dan bertindak lokal yang sering digemakan Mgr. Valen, mengusik nurani murid-muridnya, termasuk Trio Kurniawan dan Agustinus Tamtama Putra. Menurut Trio, dosen Universitas Katolik Santo Agustinus Hippo Landak, Kalbar, “Gurunya merupakan cendekiawan yang mencintai kearifan lokal”. Demikian juga Tamtama, pemerhati budaya yang telah menyelesaikan Program Magister Filsafat di STF Driyarkata berkata, “Mgr. Valen memperkuat akar dan kecintaan saya pada budaya, tanah, leluhur, adat istiadat dan karakter orang Dayak – yang hidup dikandung adat, mati berkalang tanah”.

Sahabat Semua Orang

Sosok Mgr. Valen tidak hanya dikenal lewat tulisan dan kehadirannya dalam ruang kuliah, tetapi juga dalam persahabatannya dengan semua orang. Ia hadir dengan beragam wajah dalam berbagai sebutan seperti dosen, formator, rekan imam, rekan sekongregasi. Sebagai dosen, ia mampu mengajar dengan cara yang mudah dimengerti oleh mahasiswanya. Baginya, ilmu filsafat yang begitu rumit, njelimat dan abstrak menjadi mudah dipahami.

Sebagai formator, Ia merupakan sosok yang tegas dalam prinsip, disiplin, dan terbuka. Dirinya selalu mengharapkan formandi berkembang dalam ilmu pengetahuan, namun tanpa mengabaikan bidang lainnya seperti kepribadian, hidup bersama, kerohanian, dan pastoral. Sebagai formator, ia sungguh membumikan diktum Latin, Fortier in re suaviter in modo, ‘tegas dalam prinsip dan lembut dalam cara penyampaian’.

Sebagai rekan imam, Mgr. Valen, terlibat aktif dalam berbagai kegiatan bersama seperti rekoleksi, retret, lokakarya dan sebagainya. Disela kesibukannya sebagai dosen, ia terbuka membantu rekan-rekan imam yang berkarya di ke tempat-tempat terpencil.

Dalam kunjungannya tersebut, ia memberikan peneguhan demi membantu para konfrater terutama imam-imam muda untuk terus berkembang dan jangan sekali-kali melupakan sejarah di mana diutus. Ungkapan tersebut, dibuktikan dengan menulis sejarah kehadiran Kongregasi Pasionis, baik di Ketapang maupun Sekadau pada Perayaan Yubileum 75 Tahun Pasionis di Indonesia dengan judul “Dari Gelap Menuju Terang: Sejarah Kontribusi Pasionis dalam Pencerdasan Orang Dayak di daerah Ketapang dan Sekadau”.

Sebagai sahabat, Uskup Valen bersahabat dengan siapa saja, mulai dari anak-anak hingga orang tua. Kepada anak-anak, ia selalu menasehati mereka untuk taat kepada orang tua, tekun dalam belajar dan berkembang dalam imam. Kepada OMK, beliau hadir sebagai motivator agar berani menatap masa depan dengan penuh optimis dan berusaha menghindari hal-hal menghambat kemajuan untuk berkembang seperti pesta pora, dan perjudian.

Dalam relasi dengan orang dewasa, ia bisanya mengajak orang tua untuk memahami dinamika perkembangan anak dan membantu mereka dalam mengembangkan spiritualitas hidup sebagai orang Kristiani. Mgr Valen juga menjalin persahabatan dengan pemuka agama dan pejabat pemerintahan. Ia mengajak untuk memperhatikan kesejahteraan umum dengan melayani masyarakat berdasarkan prinsip keadilan, cinta kasih dan menjunjung tinggi etika publik.

Pengajar Sekaligus Pendengar

Sebagai sosok yang menjadi sahabat bagi semua orang, Mgr. Valen merupakan pengajar sekaligus pendengar yang baik. Ia mengajarkan kebijaksanaan dan iman kepada siapa  saja. Ia dijumpai baik di ruang kuliah maupun dalam kelompok diskusi maupun kelompok studi yang ada di Malang, Surabaya, Jakarta, Pontianak, Ketapang, Sekadau, Sintang, dan sebagainya.  Antono Wahyudi, dosen di Universita Machung Malang mengisahkan pengalaman perjumpaan dengan sang uskup sebagai sosok pengajar demikian: “Uskup Valen adalah sosok pengajar yang selalu menghayati dengan hati apa yang diajarkan kepada kami. Penghayatannya diejahwantakan dalam ekspresi yang menggugah dan selalu berhasil mendobrak tidak hanya kesadaran akal budi, tetapi juga menyentuh dengan lembut hati nurani kami.

Sebagai pengajar ia tidak hanya berkata-kata tetapi belajar untuk menjadi pendengar yang baik. Ia menghayati apa yang diungkapkan dalam pepatah Latin, qui docet, discit,’siapa yang mengajar, dia juga akan belajar, terutama belajar mendengarkan. Dalam proses belajar mengajar maka akan terjadi dialog yang cerdas, inspiratif dan menumbuhkan. Uskup menurut seorang muridnya, merupakan pendengar yang baik, tidak hanya dalam ruang kuliah tetapi dalam perjumpaan dengan umat di paroki, sebagaimana dikisahkan  Pastor Aven Rosis Kajang, CP.

“Di tengah kesibukkannya sebagai dosen dan formator, ia selalu menyempatkan diri membantu pelayanan di paroki, misalnya tahun 2010 pernah menemani saya turne di salah satu stasi di Paroki Pulang Pisau, Keuskupan Palangka Raya. Sebagai paroki baru, umat yang sedikit, jarak dari stasi ke stasi yang begitu jauh dan medan karya juga sangat berat dan menantang, tidak menghalanginya membantu kami, dan tak ada kata mengeluh atau menyerah. Terjatuh dari sepeda motor, tidak menganggap itu sebagai beban, namun sebagai kenyataan yang harus dilalui demi pelayanan. Saya melihat sendiri bagaimana beliau rela berjam-jam duduk ‘mendengarkan’ apa yang diceritarakan umat kepadanya”.

Uskup Valen juga dikenal sebagai pemain sekaligus pelatih handal dalam sepak bola, bola volley, tenis meja, hingga bulu tangkis.Yang menarik dari sosok Mgr Valen, dia tidak senang menjadi penonton. Walaupun menyukai berbagai cabang olah raga, dirinya tidak terlalu senang duduk berjam-jam di depan televisi.

Menurutnya, menjadi penonton itu membuang banyak energi dan emosi. Karena itu, pada suatu kesempatan ia gerah dengan kebiasaan saya yang suka mager (malas bergerak) tetapi lebih senang menjadi penonton. Dengan nada bergurau beliau berkata, “Pius kamu jangan hanya jadi penonton, ikutlah bermain. Dengan ikut bermain kamu belajar bagaimana teknik bermain, bagaimana membangun kerja sama tim, dan bagaimana menjaga staminamu”.

Sekarang saya jawab gurauan 10 tahun lalu itu dengan berkata, Proficiat Mgr. Valen atas tahbisannya sebagai Uskup Sanggau, “Jadilah pemain sekaligus pelatih di ‘lapangan’ Keuskupan Sanggau. Kenalilah teman-teman permainan, kenalilah juga ‘situasi lapangan’ yang kadang-kadang tergenang air, berlumpur, licin, dan gersang.  Sebagai pelatih, bentuklah tim efektif yang siap dalam segala hal dengan semangat Bonum Depositum Custodi, tetapi baik kalau sesekali jadi ‘penonton’.

Pastor Pius Pandor, CP

HIDUP, Edisi No. 6, Tahun ke-76, Minggu, 6 November 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini