HIDUPKATOLIK.COM – Romo, apa yang perlu umat Katolik tahu mengenai suspensi untuk imam? Berlakunya selamanya atau temporer? Kemudian apakah pelayanan sakramen yang (pernah) dilayani oleh imam yang sedang terkena suspensi itu sah? (Diandra, Semarang)
SAUDARI Diandra, tidak mudah menjawab secara singkat. Namun sebaiknya terlebih dahulu dengan singkat sekali kita memahami tahbisan imam, tugas-tugasnya, dan tuntutan- tuntutan rohani yang khas dalam imam. Dengan demikian, jawaban tidak hanya: benar-salah, sah-tidak sah, dosa-tidak dosa, legal-ilegal, dan seterusnya.
Sebagai pemimpin umat Allah, imam menghimpun keluarga Allah sebagai rukun persaudaraan yang sejati dan sejiwa, dan melalui Kristus mengantarnya dalam Roh menghadap Allah Bapa (PO 6). Dalam membangun jemaat Kristiani, imam tidak pernah bekerja demi suatu ideologi atau bagi suatu partai, melainkan mereka berkarya sebagai pewarta Injil dan gembala Gereja untuk mendukung pertumbuhan rohani Tubuh Kristus (PO, 6). Imam juga adalah pelayan sakramen-sakramen terutama perayaan Ekaristi. Mereka “merayakan Ekaristi bertindak sebagai pelayan Dia, yang dalam liturgi tiada hentinya melaksanakan tugas imamat-Nya melalui Roh-Nya demi keselamatan kita (PO, 5). Imam adalah pelayan sabda Allah. Imam mengajarkan bukan menurut kebijaksanaan mereka sendiri, melainkan berdasarkan sabda Allah” (PO 4).
Untuk melaksanakan pelayanan imamatnya, imam harus menjalankan kehidupan rohani yang khas yaitu kerendahan hati dan ketaatan, selibat (tidak menikah) yaitu pantang sempurna dan seumur hidup demi Kerajaan Surga. Imam juga dituntut menjalankan kemiskinan dengan sukarela (Lih. PO 15, 16, 17). Nah, dengan mencermati corak kehidupan dan tugas-tugas imam, apa bantuan yang dapat diberikan oleh kaum awam? Adapun “umat beriman sendiri hendaknya menyadari bahwa mereka mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap imam mereka, dan karena itu penuh kasih menghadapi mereka sebagai gembala-gembala serta bapa-bapanya. Begitu pula, sementara ikut merasakan keprihatinan imam, hendaknya umat sedapat mungkin membantu mereka dengan doa maupun kegiatan, supaya mereka mampu mengatasi kesukaran-kesukaran mereka dengan lebih lancar dan lebih berhasil, juga dalam menjalankan tugas-tugas mereka.” (PO 9).
Untuk dapat melaksanakan tugasnya, seorang imam harus mendapatkan yurisdiksi dari uskup. Yurisdiksi berarti hak dan kewajiban untuk memerintah dalam Gereja, suatu kekuasaan yang bersifat pastoral dan harus dilaksanakan dalam sikap rendah hati dan penuh kasih. Meskipun sudah ditahbiskan, imam pada umumnya membutuhkan yurisdiksi sebelum ia dapat menjalankan pelayanannya, misalnya sebelum mendengar pengakuan (KHK 966). Hanya orang tertahbis dapat menerima yurisdiksi yang sesungguhnya (KHK 129, 274).
Suspensi adalah hukuman Gerejawi (censura) yang dapat dikenakan hanya pada anggota klerus yakni diakon, imam, dan uskup. Orang yang kena suspensi dilarang melaksanakan semua atau beberapa tindakan yang berdasarkan tahbisan atau yurisdiksi dan tidak boleh menggunakan hak-hak tertentu misalnya menggunakan pendapatan dari jabatan Gerejawi.
Dalam Gereja Katolik, suspensi yang dapat mengenai hanya para klerus, melarang:
- Semua atau beberapa perbuatan kuasa tahbisan.
- Semua atau beberapa perbuatan kuasa kepemimipinan.
- Pelaksanaan semua atau beberapa hak atau tugas yang terkait pada jabatan (lih. KHK 1333).
Jelaslah pelayanan sakramen yang dilayani imam yang sedang terkena suspense itu tidak sah. Suspensi pun melarang menerima penghasilan, gaji, pensiun, atau sejenis, dan mewajibkan untuk mengembalikan apapun yang diterima secara tidak legitim, meskipun dengan itikad baik (KHK 1333, Pasal 4). Seorang imam dapat dikenai suspensi selamanya ketika imam (klerus) dikeluarkan dari status klerikal (KHK 1350, 2) dan hukuman mengikat pelaku pelanggaran dimanapun juga meski kuasa orang yang menetapkan atau menjatuhkan hukuman itu telah berhenti. Di lain pihak, hukuman dapat dihapus oleh ordinaris terhadap bawahan-bawahannya atau mereka yang berada di wilayahnya atau yang berbuat kejahatan di situ dan juga dapat dihapus oleh setiap uskup tetapi dalam rangka tindakan Sakramen Tobat (KHK 1355, 2).
Sebagai catatan, boleh jadi setelah diumumkan bahwa seorang imam sudah disuspensi, tetapi beberapa umat belum tahu. Maka dalam ibadat yang dipimpin oleh imam itu yang dilakukan dengan sadar dan nekat, bagaimanapun juga, iman umat tetap diteguhkan.
HIDUP NO.40, 2 Oktober 2022
Romo Jacobus Tarigan (Dosen STF Driyarkara, Jakarta)
Silakan kirim pertanyaan Anda ke: [email protected] atau WhatsApp 0812.9295.5952. Kami menjamin kerahasiaan identitas Anda.