Uskup Maumere, Mgr. Edwaldus Martinus Sedu: Teguh dalam Kasih Setia Tuhan

238

HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 2 Oktober Minggu Biasa XXVII Hab.1:2-3; 2:2-4; Mzm.95:1-2,6-7,8-9;  2Tim.1-6,13-14; Luk. 17:5-10
KITA telah mengalami dan merasakan rahmat kasih Allah dalam kehidupan kita setiap hari, dalam seluruh ziarah iman kita. Pengalaman akan cinta itu, kita rayakan dalam sukacita iman kita kepada Tuhan dan juga kepada sesama. Ada harapan yang begitu kuat, agar kita tidak putus asa dalam pengalaman hidup kita, ketika tantangan dan kesulitan datang dan menghampiri diri kita, keluarga, komunitas dan masyarakat kita.

Kehidupan bangsa Israel pun ditandai oleh jatuh bangun kehidupan berbangsa dan beragama, demikianpun perjalanan Pastoral Misioner Rasul Paulus ditandai oleh pergulatan hati nurani yang dialami oleh sahabat-sahabatnya di medan pewartaan. Timotius tidak dapat berjalan sendirian, dan ia diteguhkan oleh surat Rasul Paulus.

Kasih setia Tuhan sungguh sangat kuat melingkupi kehidupan kita, dan dalam rangkulan kasih Allah itulah, kita terpanggil untuk percaya, tetap percaya dan mewartakan cinta Allah dalam hidup kita setiap hari. Terkadang bahkan sering, kita merasa berjalan sendirian, dan merasa kesepian dalam pergulatan dan tantangan yang kita alami.

Ada krisis iman yang begitu kuat, membawa diri kita pada pertanyaan: di manakah Tuhan dalam pengalaman hidup ini? Adakah Tuhan hadir dalam pengalaman penindasan dan ketidakadilan yang menimpa kehidupan ini, dan di manakah berkat yang selalu Tuhan janjikan kepada kita sebagai anak-anaknya?

Nabi Habakuk hidup dalam situasi penuh tantangan dan kesulitan itu, ketika ia dihadapkan pada gugatan hati nurani, menantikan dan terus menantikan campur tangan Tuhan dalam situasi nyata bangsa Israel. Nabi Habakuk mengalami pergulatan iman, hingga ia mencari keadilan kasih Tuhan dalam hidup yang penuh dengan penindasan dan ketidakadilan.

Dalam keterbukaan hati pada suara Tuhan, Habakuk pun mendengarkan janji cinta Tuhan untuk memberikan sinar kasihNya bagi setiap hambaNya yang bertahan  dalam iman: “Sungguh orang yang sombong tidak lurus hatinya, dan orang benar akan hidup berkat imannya (Hab. 2:4).”

Demikianlah hidup ini, ketika kita bertanya ke dalam diri, dan kepada Tuhan yang kita imani, tentang penyertaan rahmat kasih Allah dalam hidup kita. Paulus dalam seluruh perjalanan karya pastoralnya pun meneguhkan Timotius betapa cinta Yesus jauh lebih besar dari kelemahan dan kerapuhan manusiawi seorang murid Yesus, dan hari demi hari cinta Tuhan mengampuni, menyertai dan menguduskan setiap muridnya. “Saudaraku terkasih, aku memperingatkan engkau untuk mengorbarkan karunia Allah yang ada padamu berkat penumpangan tanganku. Sebab, Allah memberi kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban (2 Tim. 1: 6-7).”

Keraguan dan kebimbangan yang melanda hidup kita, seringkali membuat kita menjauh dari janji setia Allah, dan memilih untuk tidak percaya dan beralih pada rasa putus asa dan kehampaan hidup. Keputusasaan itu, pada gilirannya membuat kita malu untuk bersaksi tentang kasih Tuhan, kita tenggelam dalam perasaan rendah diri yang dalam dan tidak percaya pada kuasa Tuhan dalam hidup ini. Paulus meneguhkan sahabat berpastoralnya, Timotius, untuk bangkit dan kembali teguh dalam seluruh kesaksian akan kebangkitan Kristus Yesus yang menyelamatkan.

Tetap teguh dalam iman, menjadi pesan kuat Injil suci (Luk. 17:5-10), seperti biji sesawi. Kita memang harus memiliki keheningan batin dalam kegaduhan zaman, dan dalam keheningan yang berakar pada jalan hidup Yesus Kristus, kita menjangkau kekuatan harapan dan cinta, yang melampaui kegelisahan dunia. Tanpa kekuatan harapan, iman kita menjadi hambar, dan meskipun kecil dan tidak kelihatan, kita harus terus berdoa dan berdoa dalam bimbingan Allah Roh Kudus.

Jangan pernah menyerah dan jangan pernah meninggalkan iman akan Kristus. Tumbuhkanlah rasa cinta pada sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus dalam seluruh jalan hidup kita. Tuhan tetap menyinari jalan hidup kita, anak-anak-Nya, dengan kuasa kasih ilahi-Nya.

          Kita memang harus memiliki keheningan batin dalam kegaduhan zaman, dan dalam keheningan yang berakar pada jalan hidup Yesus Kristus, ….

HIDUP, Edisi No. 40, Tahun ke-76, Minggu, 2 Oktober 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini