Konsistori Luar Biasa 2022 dan Possesio Canonica Ignatius Kardinal Suharyo

301

HIDUPKATOLIK.COMBulan Agustus ini Paus Fransiskus kembali memanggil para Kardinal di seluruh belahan dunia untuk ambil bagian dalam Konsistori Luar Biasa di Vatikan. Konsistori adalah sebuah perjumpaan sekaligus urun rembug para Kardinal Gereja Katolik. Hanya Paus yang dapat memanggil dan memimpin rapat “para pangeran Gereja ini” (sebuah gelar yang disematkan oleh Paus Urbanus VIII di tahun 1630 dalam kaitan dengan hak yang dimiliki mereka dalam pemilihan Paus).

‘Kitab Hukum Kanonik 1983 membedakan dua jenis konsistori, yaitu biasa dan luar biasa. Konsistori Biasa terjadi ketika Paus membutuhkan nasihat para Kardinal, sekurang-kurangnya yang berada di Roma, tentang “perkara-perkara penting, tetapi yang lebih sering terjadi, atau untuk mengadakan beberapa kegiatan yang sangat meriah” (kan. 353 § 2), seperti misalnya persetujuan kanonisasi santo atau santa. Sementara itu, Konsistori Luar Biasa diadakan “apabila ada kebutuhan-kebutuhan khusus Gereja atau perkara-perkara yang lebih penting yang harus ditangani” (kan. 353 § 3) dan oleh karena “urgensi”-nya itu maka semua Kardinal diundang untuk berpartisipasi.

Terakhir kali Paus Fransiskus memanggil para Kardinal ke Konsistori Luar Biasa adalah pada 12-13 Februari 2015. Dan beliau. kembali membuat hajatan ini setelah dikeluarkannya Konstitusi Apostolik Praedicate evangelium (“Beritakanlah Injil”) pada 19 Maret 2022.

Kardinal Suharyo berpartisipasi dalam konsistori ini. Ia juga menggunakan kehadirannya di Roma untuk menunaikan upacara possesio canonica yang sempat tertunda selama dua tahun karena pandemi COVID-19.

Sama seperti di tahun 2015, Konsistori Luar Biasa pada 29-30 Agustus 2022 berlangsungsetelah pengangkatan para Kardinal baru. Dalam konsistori di akhir Agustus ini para Kardinal akan mendedikasikan diri untuk berefleksi dan membahas dokumen Praedicate evangelium.

Dokumen ini merupakan pengganti Konstitusi Apostolik Pastor bonus yang dibuat oleh Paus Yohanes Paulus II pada 28 Juni 1988. Dokumen yang dikeluarkan pada pesta St. Yosef dan hanya selang beberapa hari setelah ulang tahun ke-sembilan pontifikal Paus Fransiskus ini berisi tentang, secara garis besar, re-organisasi Kuria Roma dan juga mengubah Kongregasi untuk Ajaran Iman yang diresmikan oleh Paus Fransiskus pada bulan Februari. Paus mengatur ulang struktur internal kantor ini menjadi dua bagian: bagian doktrin dan bagian disiplin.

Lebih lanjut lagi, Komisi Kepausan untuk Perlindungan Anak Di Bawah Umur masuk dalam Dikasteri untuk Ajaran Iman. Tugasnya adalah “memberikan saran dan nasihat kepada Paus dan mengusulkan langkah-langkah yang paling tepat untuk perlindungan anak di bawah umur dan orang-orang yang rentan” (art. 78 § 1). Ini pertama kalinya Paus Fransiskus menjadikan pengamanan dan perlindungan anak di bawah umur sebagai bagian mendasar dari struktur Kuria Roma. Dalam mempertahankan statusnya sebagai badan terpisah dalam dikasteri yang dapat memperoleh akses langsung kepada Bapa Suci dan dengan kepemimpinan dan stafnya sendiri, Komisi Kepausan yang diperbarui dan ditegaskan kembali ini akan memainkan peran yang semakin tajam dalam memastikan Gereja adalah tempat yang aman bagi anak-anak dan peran orang-orang yang rentan.

Dengan pembaruan Kuria Roma ini, Gereja ingin sekali lagi mengedepankan sifat misionernya dan sinodalitasnya. Mari kita dukung dengan doa agar buahnya dapat dirasakan oleh setiap Gereja lokal.


Possesio Canonica

Kardinal Suharyo yang didampingi oleh Sekjen Keuskupan Agung Jakarta Romo V. Adi Prasojo, menunaikan upacara possesio canonica di Gereja Spirito Santo alla Ferratella, Minggu, 28 Agustus 2022 (satu hari sebelum Konsistori Luar Biasa dimulai). Possesio canonica sendiri adalah penerimaan secara resmi gereja tituler yang diberikan oleh Paus.

Setibanya di gereja, Kardinal Suharyo disambut oleh pastor paroki, Pastor Mario Pangallo, yang memberinya salib untuk dicium dan dihormati. Selanjutnya Kardinal memimpin misa dalam bahasa Italia. Uskup Agung Piero Pioppo, nunsius apostolik untuk Indonesia, pastor paroki dan sekitar lima belas imam Indonesia berkonselebrasi. Dalam misa yang dimulai pukul 11.00 waktu setempat, Kardinal Ignatius didampingi oleh Diakon Marcellinus Vitus, calon imam Keuskupan Agung Jakarta yang sedang belajar di Roma dan Mons. Massimiliano Boiardi, ceremoniarius Vatikan, yang membacakan bulla “pengukuhan sebagai Kardinal dan penyerahan gereja tituler” serta mengarahkan upacara tersebut.

Dalam khotbahnya, beliau memperkenalkan negara Indonesia secara singkat kepada umat Italia yang hadir. Sebagai negara yang kaya akan warisan budaya dan berbagai kemajemukan lainnya, umat Katolik di Indonesia sudah terbiasa hidup berdampingan dengan saudara-saudari dengan latar belakang yang berbeda, entah itu agama, suku, bahasa dan yang lainnya. Dan di tengah keberagaman itu umat Katolik di Indonesia dipanggil untuk terus mengusahakan dialog kehidupan demi terciptanya kesejahteraan dan kebaikan bagi semua.

“Iman harus berbuah dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, khususnya menumbuhkan kepedulian kepada mereka yang tersingkir, yang dalam Injil hari ini digambarkan dalam diri orang-orang miskin, cacat, lumpuh dan buta”, ujarnya.

Hadir pula dalam upacara ini Ibu Lina Yanti, Kuasa Usaha ad interim KBRI untuk Tahta Suci dan perwakilan berbagai kelompok dan komunitas di Roma, seperti IRRIKA, REHAT dan San Egidio.

Setelah misa selesai, Kardinal Suharyo berjumpa dengan perwakilan dewan paroki setempat dan umat yang hadir di pelataran gereja. Kemudian beliau menuju aula KBRI Vatikan untuk melangsungkan acara ramah tamah dengan beberapa pastor dan suster yang sedang berada di Roma.

“Saya sangat senang karena akhirnya upacara possesio canonica ini bisa terlaksana setelah tertunda dua tahun akibat pandemi COVID-19. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran acara ini. Dan semoga melalui upacara sederhana ini kita terus mengingat semangat 100 persen Katolik dan 100 persen Indonesia. Sebagai umat yang dilandasi iman Katolik kita mempunyai tanggung jawab untuk merawat dan mengembangkan semangat cinta tanah air dan watak peduli pada sesama dalam tugas perutusan kita masing-masing”, tutup Kardinal Suharyo.

Setelah ditunjuk menjadi Kardinal oleh Paus Fransiskus pada 1 September 2019 dan dikukuhkan pada 5 Oktober 2019, kepada Bapa Kardinal Ignatius Suharyo diberikan satul gereja “tituler” (kehormatan) di Roma, yaitu Spirito Santo alla Ferratella. Pemberian gereja tituler ini merupakan simbol paling jelas dari ikatan historis dewan para Kardinal dengan Gereja Roma. Dan dengan diterimanya pemberian ini lewat upacara possesio canonica, maka Bapa Kardinal Ignatius Suharyo ingin menegaskan ikatan yang kuat dengan Uskup Roma, yang adalah Paus sendiri.

Dengan pemberian satu gereja tituler di Roma, seorang Kardinal-imam, tingkat yang disandang oleh Kardinal Ignatius tidak memiliki otoritas pastoral-yuridis dalam gereja ini (cf. kan. 357 § 1). Pastor paroki tetap figur yang memiliki otoritas dan tanggung jawab sehari-hari di paroki tersebut.

Ada tiga tingkatan Kardinal, yaitu Kardinal-Uskup (episkopal), Kardinal-Imam (presbiteral) dan Kardinal-Diakon (diakonal). Jumlah Kardinal tingkat presbiteral biasanya paling besardalam dewan para Kardinal.

Jika para Kardinal-Imam diberikan satu gereja tituler di sekitar Roma, maka Kardinal- Uskup diberi gereja tituler “Suburbikaris” (yang ada di pinggiran dan mengelilingi kota Roma, cf. kan. 350 § 1). Sedangkan Kardinal Dekan memegang gelar kehormatan untuk keuskupan Ostia (kan. 350 § 4). Mereka tidak mempunyai kuasa kepemimpinan atas gereja Suburbikaris ini dan dengan alasan apapun tidak boleh campur-tangan dalam hal-hal yang menyangkut pengurusan harta-benda, disiplin atau pelayanan Gereja-gereja, namun dipanggil untuk ikut serta dalam memajukan kesejahteraan keuskupan-keuskupan dan Gereja-gereja itu dengan nasihat serta perlindungannya (cf. kan. 357 § 1).

Pada tingkat praktis, para Kardinal tidak berpartisipasi dalam kegiatan paroki sehari-hari, mereka juga tidak memiliki wewenang untuk menunjuk pastor paroki, menunjuk dewan paroki atau membuat keputusan penting untuk paroki. Gereja tituler ini lebih seperti rumah kedua bagi para Kardinal, yang selalu dipersilakan untuk merayakan Misa dan untuk kebutuhan-kebutuhan spiritual lainnya.

Sementara itu, untuk para Kardinal-Diakon masing-masing diberi “diakonia” (pelayanan) di Roma oleh Paus (cf. kan. 350 § 2). Mereka ini biasanya juga pejabat kuria Roma atau prefek dari suatu dikasteri. Dalam konsistori dan dengan persetujuan Paus, mereka dapat mengubah “diakonia” tempat mereka ditugaskan dan setelah sepuluh tahun sebagai Kardinal-Diakon mereka dapat menjadi Kardinal-Imam.

Dengan demikian menjadi jelas bahwa dengan pemberian gereja tituler dan diterimanya pemberian itu lewat upacara possesio canonica, ikatan antara Bapa Suci dan para Kardinal diperkuat.

Gereja Spirito Santo alla Ferratella

Gereja yang terletak di Viale Cesare Pavese Roma ini didirikan pada 1 Desember 1981 dan kini dilayani oleh para imam Rosminiani. Dan sejak 28 Juni 1988, gereja ini menjadi salah satu gereja yang dipilih sebagai gereja tituler bagi para Kardinal-Imam. Kardinal Suharyo merupakan Kardinal ketiga yang mendapat gereja tituler ini setelah Kardinal Vincentas Sladkevičius, MIC. (28 Juni 1988 – 28 Mei 2000) dan Kardinal Ivan Dias (21 Februari 2001-19 Juni 2017). Kardinal yang disebutkan terakhir ini pernah menjadi sekretaris nunsius apostolik di Indonesia dan prefek untuk Dikasteri Penginjilan Bangsa-bangsa (20 Mei 2006-10 Mei 2011).

Sumber: Press release Humas KAJ/012/0509/2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini