HIDUPKATOLIK.COM – Gadis 11 tahun ini terbaring lemah. Empat bulan terakhir ia sering kejang-kejang. Dokter memvonis ia menderita disfungsi otak dan sudah angkat tangan. Kepada ibunya, Roxana Sosa, dokter menyarankan agar Candela Giarda dibawa pulang saja. Sudah tidak ada harapan.
Tentu saja sebagai ibu, Roxana sangat sedih. Setengah putus asa, ia pergi berdoa ke gereja dekat rumah sakit. Di gereja ia berjumpa dan mencurahkan kesedihannya kepada Pater Jose Dabusti. Pater sangat tersentuh dengan kisahnya dan langsung beranjak ke rumah sakit guna berdoa bersama di samping tempat tidur Candela. Sebelum berdoa, Pater mengajak Roxana untuk mempercayakan Candela kepada perantaraan Yohanes Paulus I.
Jadilah pada malam 22 Juli 2011, Pater Jose, Roxana, dan beberapa perawat berdoa bersama dengan mohon perantaraan Yohanes Paulus I. Mukjizat terjadi. Malam itu nampak jelas Candela mulai membaik. Keesokan harinya, bahkan sudah stabil tidak lagi kejang-kejang. Pernafasan tak lagi tersengal-sengal. Sebulan kemudian, tepatnya 25 Agustus, dokter menyatakan epilepsinya sembuh. Selang beberapa hari, pada 5 September, Candela sudah boleh pulang dalam kondisi baik.
Peristiwa mukjizat ini dilaporkan kepada Uskup Agung Jorge Mario Bergoglio (beliau saat ini sebagai Paus Fransiskus) untuk kemudian di selidiki oleh Vatikan. Sepuluh tahun berselang, tepatnya tanggal 13 Oktober 2021, Paus Fransiskus menyatakan mengakui peristiwa ini sebagai mukjizat. Pengakuan ini melengkapi proses kanonisasi Johanes Paulus I yang sudah dimulai tahun 1990 dengan adanya petisi dari ratusan uskup Brasil kepada Paus Johanes Paulus II. Butuh waktu hampir 32 tahun yang penuh kehati-hatian bagi Gereja, tepatnya Kongregasi Penggelaran Kudus untuk sampai pada keputusan bahwa Yohanes Paulus I layak menerima gelar Beato. Upacara pemberian gelar, rencana akan diadakan pada hari Minggu, 4 September 2022 mendatang.
Dari Keluarga Sederhana
Lahir di kota kecil Forno di Canale, Italia Utara, pada tanggal 17 Oktober 1912, ia diberi nama Albino Luciani oleh orang tuanya. Mereka keluarga sederhana, ayahnya hanya seorang tukang batu bernama Giovanni Luciani, sedangkan ibunya bernama Bortola Tancon. Ia mempunyai tiga orang adik. Saat lahir, Luciani kecil langsung menerima baptisan darurat dari bidan, karena kondisinya sangat mengkuatirkan. Baru dua hari kemudian, ia dibaptis secara formal di gereja.
Pada usia 10 tahun, Luciani menyaksikan kedatangan rombongan biarawan Kapusin ke kotanya dan mengadakan ibadat Prapaskah. Saat itulah ia tergerak untuk masuk menjadi biarawan. Ia minta ijin ke orang tuanya. Giovanni yang saat itu sedang berada di Swiss sebagai pekerja imigran, membalas suratnya dan memberi ijin, sambil berpesan: “Saya berharap ketika kelak kamu menjadi pastor, berpihaklah kepada kelompok pekerja. Seperti Yesus sendiri berpihak kepada kelompok ini” Pesan ini terus diingat oleh Luciani.
Setahun kemudian, pada tahun 1923 Luciani masuk seminari menengah Feltre dan dilanjutkan seminari tinggi Belluno. Menjelang usia 23 tahun ia ditahbiskan, tepatnya pada 7 Juli 1935. Sambil mengajar di seminari Belluno, ia melanjutkan studi teologi doktoral di Universitas Gregoriana, Roma dan lulus dengan magna cum laude pada tahun 1947. Berkat beberapa keutamaannya, terutama kerendahan hati, pada tahun 1954, ia diminta menjadi vikaris jenderal Keuskupan Belluno.
Di tengah kesibukannya bahkan juga setelah menjadi Uskup, ia menulis beberapa buku. Buku pertamanya berjudul “Catechesis in Crumbs” yang berisi pengajaran kebenaran iman. Ia menulis dengan kalimat-kalimat sederhana sehingga mudah dimengerti oleh semua orang termasuk umat miskin dan tak berpendidikan. Buku lain yang juga menarik, terbit pada Januari 1976 berjudul Illustrissimi, merupakan kumpulan surat-surat yang ditujukan kepada berbagai tokoh, seperti Dickens, G.K Chesterton, Ratu Maria Theresa, St. Teresa Avila, Pinokio, Raja Daud, bahkan Jesus.
Pada Desember 1959 Paus Johanes XXIII menunjuk beliau menjadi Uskup Vittorio Veneto. Dengan moto Humilitas (rendah hati dan sederhana) ia berpendapat “Uskup adalah guru sekaligus pelayan”. Saat menjadi uskup inilah beliau terlibat aktif dalam Konsili Vatikan II (1962-1965). Lalu pada 5 Maret 1973, Paus Paulus VI menunjuk beliau sebagai Kardinal San Marco.
Konon pada tahun 1975 Kardinal sempat berkunjung ke Fatima, dan bertemu dengan Suster Lucia dos Santos, salah satu dari tiga orang saksi penampakan Bunda Maria Fatima. Saat itu, Kardinal terkejut karena Suster Lucia menyapanya dengan sebutan Bapa Suci. Nubuat ini menjadi kenyataan ketika dalam konklav Agustus 1978, ia secara tak terduga terpilih menjadi Bapa Suci menggantikan Paus Paulus VI yang wafat pada 6 Agustus 1978.
Ia memilih nama Yohanes Paulus I. Sehingga ia adalah Paus pertama yang menggunakan dua nama. Hal ini diakuinya untuk mengenang dua Sri Paus sebelumnya yakni Yohanes XXIII, yang telah memilihnya menjadi Uskup dan Paulus VI, yang telah menunjuknya sebagai Kardinal. Sekaligus ia adalah Paus pertama yang mencantumkan angka Romawi I di belakang nama. Seolah yakin, penerusnya kelak akan ada yang mau menggunakan nama yang sama.
Murah Senyum
Dikenal pandai berkomunikasi, ia juga pribadi yang hangat, ramah, murah senyum, humoris, sehingga ia memperoleh julukan The Smiling Pope. Sayang, sebelum dunia sempat merasakan kepemimpinannya yang rendah hati dan penuh senyum, ia pergi secara tiba-tiba.
Pagi hari tanggal 29 September 1978, ia ditemukan di tempat tidur sudah tak bernyawa. Satu lengan memegang buku, satu lengan lain di dada, kacamata menempel di hidung, dan lampu baca masih menyala. Dokter menyatakan Paus meninggal pada malam sebelumnya karena serangan jantung. Dunia berduka. Upacara penghormatan terakhir diadakan pada tanggal 4 Oktober di Lapangan St. Petrus, lalu jasadnya dimakamkan di Vatican Grotto. Paus Yohanes Paulus I hanya 33 hari menggembalakan Gereja Katolik Roma.
Tuhan pernah memilih Albino Luciani sebagai wakil-Nya di dunia ini. Walau sangat singkat, tapi Tuhan berkenan akan segala keutamaan Paus Johanes Paulus I, maka Tuhan mendengar doa-doa yang dilantunkan dengan perantaraannya. Kita juga dapat bercermin dan meniru keteladanannya. Menjadi pribadi yang hangat, rendah hati, selalu siap berbagi kepada mereka yang membutuhkan.
Fidensius Gunawan (Kontributor, Tangerang)