Harimurti Kridalaksana dan Bahasa Indonesia, Ibarat Dua Sisi Mata Uang

264
(Alm.) Hubert Emmanuel Harimurti Kridalaksana

HIDUPKATOLIK.COM – Hubert Emmanuel Harimurti Kridalaksana yang meninggal 11 Juli yang lalu dan pengembangan Bahasa Indonesia ibarat dua sisi mata uang.

DEMIKIAN tulis dalam Prof. Daldiyono dalam grup WA Dosen Katolik, dokter ahli penyakit dalam yang sehari-hari praktik di RS Carolus, Jakarta. Menurut Daldiyono, rekan satu kamar di Asrama Mahasiswa Daksinapati dan sesama aktivis di PMKRI tahun 60-an, rekannya itu sejak mahasiswa sudah asyik dengan permasalahan bahasa Indonesia.

Wajar sebab itulah bidang yang sedang ditempuh mahasiswa kelahiran Ungaran 23 Desember 1939 di FSUI (sekarang FIB). Harimurti mendalaminya sebagai medan pergulatan intelektual berbagai permasalahan kebahasaan (Indonesia). Pergulatan intelektualnya tidak terbatas sisi illmu kebahasaan, tetapi juga sejarah dan politik kebahasaan.

Tidak hanya aktif mengajar di kelas, melakukan penelitian, terlibat dalam kebijakan dan kegiatan pengembangan masalah kebahasaan di dalam maupun di luar negeri, menulis lebih dari 30 buku dan 100 monografi, tetapi juga aktif dalam kegiatan PMKRI bahkan pernah sebagai Ketua PP PMKRI tahun 1962, dan membantu pengembangan sekolah.

Harimurti selain pernah pernah sebagai Rektor Unika Atma jaya Jakarta (1999-2003) dan Ketua Yayasan Unika Atma Jaya (1989-2024), juga membantu pembangunan sekolah Mater Dei di Pamulang yang diasuh Suster-suster SPM (Santa Perawan Maria).  Begitu lulus sebagai sarjana sastra tahun 1963 sampai akhir hidupnya dalam usia 82 tahun, Harimurti Kridalaksana adalah seorang “yogi” bahasa dengan segala perhatian, komitmen, pikiran dan kegiatannya (Kompas, 26/7/2022).

Memberikan sambutan seusai misa arwah 11 Juli secara daring, Rektor Unika Atma Jaya, A. Prasetyantoko, Ketua Yayasan Unika Atma Jaya Linus Setiadi, Agus A. Munandar mewakili Dewan Guru Besar UI, dan Suster Vincentia, SPM. FIB dan Atma Jaya Jakarta, dua lembaga pendidikan itulah base camp, sumbu pergulatan intelektualnya. Harimurti mengajar, membimbing mahasiswa, mendirikan dan memimpin beberapa lembaga kebahasaan di FIB UI, begitu juga di Atma Jaya. Setelah emeritus, menjadi Rektor Universitas Budidharma (2014-2018). Lulus sarjana sastra, MA bidang didaktik bahasa dari Universitas Pittsburg tahun 1972, gelar doktor dan kepangkatan akademisnya sebagai profesor bidang ilmu linguistik dia peroleh dari FIB UI, masing-masing tahun 1987 dan 1991.

Produktif

Sebagai ilmuwan bahasa, di luar aktivitasnya dalam penyusunan kamus besar bahasa Indonesia, beragam jabatan di FIB dan kelembagaan di FIB UI yang berurusan dengan pengembangan bahasa Indonesia, Harimurti mendirikan Himpunan Pembina Bahasa Indonesia dan pernah sebagai ketua Masyarakat

Linguistik Indonesia. Dalam bidang pengembangan bahasa, aktivitasnya juga merambah negara-negara lain di antaranya mengajar sebagai dosen tamu di Universitas Michigan, di Malaysia, India, Brunei Darrussalam. Memperoleh beberapa penghargaan bergengsi dari dalam dan luar negeri, termasuk gelar KPH Martanegara tahun 2004 dari Pura Pakualaman.

Undangan sebagai guru besar tamu Universitas J.  W. Goethe, Frankfurt dia manfaatkan sekaligus untuk melakukan penelitian dan penulisan. Ketika sedang mengajar bahasa Jawa di Unversitas Frankfurt dia  menulis buku Struktur Bahasa Jawa Kuna (Komunitas Bambu, terbit pertama 1979).

Keinginannya menulis sejarah Bahasa Melayu-Indonesia yang lengkap dengan sumber-sumber yang lengkap, setelah didorong beberapa orang kolega, di tahun 2009 Harimurti menulis Masamasa Awal Bahasa Indonesia, Buku OBOR. Buku ini membuka pandangan tentang hari kelahiran Bahasa Indonesia. Harimurti meluruskan pendapat umum tanggal kelahiran Bahasa Indonesia tanggal 28 Oktober 1928.

Dengan penonjolan peranan besar Ki Hadjar Dewantara, Mohamad Tabrani, Soemanang dan Soedarjo Tjokrosisworo — tanpa mengecilkan para takoh yang lain — Harimurti menunjukkan kelahiran Bahasa Indonesia adalah 2 Mei 1926 di tengah penyelenggaraan Kongres Pemuda I (30 April-2 Mei 1926).

Pada tanggal itu Tabrani —tokoh pergerakan kelahiran Madura — menyatakan bahasa bangsa Indonesia harus bahasa Indonesia bukan Melayu. Pernyataan Tabrani pada hari kedua Kongres Pemuda II (27 dan 28 Oktober 1928) diterima dan disahkan sebagai butir ketiga Sumpah Pemuda setelah Tanah Air Indonesia dan Bangsa Indonesia.

Produktivitas, menurut Prasetyantoko sebagai salah satu warisan kebijaksanaan Harimurti adalah  berkat kecerdasan dan disampaikan secara santun. Agus Munandar menggarisbawahi, dengan ketekunan, kecerdasan dan keteladanannya, Harimurti berwibawa. Sudah siap cetak dan belum sempat terbit, sebentar lagi hadir buku terakhirnya: Perencanaan Bahasa Indonesia yang diterbitkan Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Menurut Kartini Nurdin, Direktur Pustaka Obor, “buku itu siap terbit, tetapi Pak Harimurti keburu meninggal”.

Seperti buku-bukunya yang lain — semua sekitar 100 halaman kecuali Kamus Linguistik, terbit pertama 1982, Gramedia, lebih dari 300 halaman — buku Perencanaan… ini pun kurang dari 100 halaman. Menurut Harimurti, suatu bahasa di mana pun tidak bisa dibiarkan bicara sendiri, tetapi harus diatur dan dipelihara sebagai perencanaan bahasa.

Ada dua jenis perencanaan, mikro dan makro.  Perencanaan mikro bersangkutan dengan masalah-masalah intern bahasa, seperti tata bahasa dan ejaan. Perencanaan makro bersangkutan dengan langkah-langkah kebahasaan secara umum, hubungan dengan masyarakat, dan dengan bahasa-bahasa lain. Dalam buku ini, perencanaan mikro dan makro saling berkelindan.

Dengan pendekatan sejarah perjalanan perkembangan bahasa Indonesia selama ini, mengenai perkamusan (leksikografi), menurut Harimurti, Bahasa Indonesia tidak perlu mempunyai kamus standar kalau tidak ada fungsinya. Tidak perlu kita berpayah-payah menyusunnya kalau kita tidak memahami fungsinya (hlm. 57).

Biarlah Belanda punya Van Dale,  Amerika punya Webster, Inggris punya Oxford, Perancis punya Larousse. Penyusunan kamus standar bukan pekerjaan sambilan, tetapi pekerjaan rutin yang tidak habis-habisnya. Dibutuhkan tenaga ahli leksikografi dan biaya besar.

Kepergian Harimurti Kridalaksana adalah kehilangan besar bagi dunia pengembangan bahasa Indonesia, menyusul sejumlah tokoh kebahasaan sebelumnya. Benar yang dikatakan rekan dekatnya, Daldiyono, “Harimurti dan bahasa Indonesia ibarat dua sisi mata uang.”

Kepergiannya meninggalkan istri MC Kusmarlinah Siswosoebroto, tiga anak (Albertus Harsawibawa, Adrianus Harsawaskita, Bernadeth Kushartanti), dua cucu (Angelina Kuswidhiastri, Atanasius Gaudi Harya Widhayaka).

Dan, di saat perlunya perhatian pemakaian dan bahasa Indonesia menghadapi perkembangan pesat teknologi digital informasi, kehadiran Harimurti Kridalaksana yang santun, cerdas, berwibawa semakin dibutuhkan.

St. Sularto, Wartawan Senior

HIDUP, Edisi No. 33, Tahun ke-60, Minggu, 14 Agustus 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini