Sang Humanis, Tegas, nan Berhati Lembut

417
Mgr. Petrus Turang (Foto: Dok KAK)

HIDUPKATOLIK.COM – TEPAT 25 Tahun yang lalu, 27 Juli 1997 di Arena Pemeran Fatululi Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur  (NTT) — saat ini telah berubah menjadi mal dan rumah sakit — Mgr. Petrus Turang ditahbiskan menjadi Uskup Agung Kupang.  Sebagai seorang frater, inilah pengalaman pertama penulis menyaksikan tahbisan seorang uskup dalam hidup.  Mgr. Turang memang ganteng dengan pandangan yang tajam. Aura kepemimpinan dan kasih terpancar dari wajahnya.  Adalah sebuah kebanggaan dan kegembiraan bila sesekali dapat menjumpai pribadi berkharisma ini. Apalagi mendapat kesempatan untuk berdialog dan mendapatkan pencerahan.

Secara pribadi sebetulnya kami mendapat kesempatan untuk bertemu ketika menjalang tahbisan diakon tahun 2000.  Ada satu pengalaman yang sulit dilupakan. Entah mengapa sebelum mengikuti retret persiapan tahbisan, saya bersama teman-teman seangkatan dipanggil untuk menjumpai Bapak Uskup.  Hati kami bergetar, lantaran ada beberapa frater dari Keuskupan Agung Kupang (KAK) yang ditunda untuk ditahbiskan. Namun kegusaran itu berubah dan hilang seketika saat mendengar pernyataan singkat Mgr. Turang. “Maxi, siapkan diri untuk mengikuti retret dan tahbisan.”

Mata saya berkac-kaca, bahagia dan terharu, mendengar pernyataan Mgr. Turang yang singkat itu ternyata sangat meneduhkan dan meneguhkan.  Sebagai manusia yang jelas bahagia dan hanya dapat mengucapkan terima kasih kepada Bapak Uskup. Pengalaman tersebut, semakin meyakinkan saya   bahwa pernyataan seorang uskup mendatangkan berkat dan sukacita yang berkanjang dalam melanjutkan ziarah perjalanan panggilan.

Mgr. Petrus Turang (memang tongkat) memimpin Misa. (Foto: Dok KAK)

Sebagai imam muda yang ditahbiskan tanggal 3 September 2000 oleh Mgr. Turang, bersama teman seangkatan Romo Arki Asa, Romo John Rusae dan P. John Tamonob, SVD menerima tahbisan imam di Gereja Katedral Kristus Raja Kupang, saya mendapat perutusan pertama untuk bertugas di Paroki Gembala Yang Baik Alor-Pantar. Saat itu di Kabupaten Alor hanya terdiri dari satu paroki, dan kini di tangan dingin Mgr. Turang, sudah ada empat paroki dengan jumlah 10 pastor yang melayani di sana.

Satu hal yang mengagumkan yakni dalam setiap kunjungan pastoral, ia selalu menyempatkan diri untuk berdialog dan berbagi certia dengan para pastor dan frater. Di akhir cerita biasanya ia akan mengambil dari isi dompetnya  dan berbagi dengan para pastor dan frater.

Itulah yang sering saya sebut dengan dompet sukacita.  Ia suka berbagi dan hal itu dilakukan dengan gembira dan tulus. Ia suka berkeliling mengunjungi umat di paraoki dan stasi di pelosok. Kehadirannya meberikan sukacita dan damai. Sesuai moto tahbisannya Pertransiit bene Vaciendo, begitulah hidupnya, suka berkeliling seraya berbuat baik bagi banyak orang. Bukan hanya untuk komunitas Katolik, lintas komunitas ia suka berbagi dan memberi warta gembira.

Uskup Turang selalu mengingatkan para pastor agar di mana pun mereka diutus untuk   melayani, hal pertama yang mesti diperhatikan adalah membangun komunikasi dengan tokoh masyarakat setempat mulai dari RT sampai dengan desa . Hal ini dimaksudkan untuk membangun   sinergi pelayanan dimulai dari tingkat yang paling kecil.

Dengan memperhatikan komunikasi dan harmoni hidup bersama pelayanan akan dapat dilakukan secara efektif dan dapat meningkatkan partispasi umat dan masyarakat.

Kerja Tim

Sepanjang penggembalaannya, setiap kali menghadiri Misa pontifikat yang dirayakan sebelum perayaan Paskah, berulangkali  pesan persaudaaraan dan kerja sama  di antara  para imam sangat ditekankan oleh Mgr. Turang. Para imam diingatkan untuk memupuk dan merawat persaudaraan dan kerja sama pastoral baik dengan sesama rekan imam maupun awam.

Persaudaraan dan kerja sama mulai dari kamar makan sampai dengan pelayanan pastoral dapat menjadi kesaksian bagi umat beriman tentang dimensi persekutuan. Karena menurutnya, membangun persaudaraan dan kerja sama yang berkanjang itulah yang menjadi tantangan bagi segenap agen pastoral.

Konflik interes maupun konflik internal dapat menjadi penghambat dalam pelayanan. Karena itu spirit persaudaraan dan kerja bersama yang didasari oleh Sakramen Permandian hendaknya meneguhkan tugas perutusan dan pelayanan kepada umat di tengah masyarakat sekular dan global dewasa ini.

Dalam berbagai homili dan perjumpaan Mgr. Turang selalu menginspirasi para imam dan awam agar tidak kehilangan kegembiraan Injil dan iman dalam berbagai bentuk pelayanan dan kegiatan pastoral. Setiap agen pastoral yang bersukacita tidak kehilangan energi dan pengharapan dalam karya pewartaan dan pelayanan.  Sukacita Injil dan iman menjadi kekuatan para murid Kristus  dalam merawat keberlanjutan  pewartaan dan pelayanan pastoral Gereja di tengah masyarakat yang multikultural.

Rasional dan Humanis

Mgr. Turang yang cerdas dan visioner selalu mengginginkan para pastor juga menggunakan ratio atau otak dalam merencanakan program pastoral ataupun mengambil keputusan.  Segala hal yang tidak rasional dan atau tidak logis akan ditantang  untuk menemukan alasan dan tujuan.

Argumentasi yang dibangun mesti dipahami dengan baik. Itulah sebabnya bila dalam perjumpaan dan diskusi jika ternyata ada keputusan yang tidak dikaji dengan baik, ia akan katakan “You mesti pakai ini” seraya menunjukkan jari ke arah kepala.

Intinya bahwa Mgr. Turang yang suka membaca dan memiliki budaya literasi yang tinggi, dalam percakapan dan berbgai kesempatan mengingatkan agar para imamnya juga menggunakan otak selain hati nurani dalam mengambil keputusan. Sekalipun demikian ia segera akan mencairkan suasana dengan  ceritera-ceritera guyon yang inspiratif.

Selesai di Meja Makan 

Dimensi kerahiman dan kebapaan Mgr. Turang   terlihat sangat kuat  saat berada di meja makan.  Semua masalah ataupun ketegangan berkomunikasi yang dirasakan saat berdialog dengan Uskup selesai di kamar makan. Di kamar makan  semua menikmati menu yang telah tersedia diselingi dengan ceritera-ceritera pastoral, maupun diskusi-diskusi ringan mulai dari masalah sosial ekonomi, sejarah dan politik  menjadi kekayaan dan masukan yang sangat berarti.

Uskup Turang sering berguyon, “Dari pembicaraan-pembicaraan omong kosong di meja makan kita telah mendapat banyak hal untuk hidup” dibandingkan dengan keseriusan berdiskusi di ruang pertemuan.

Suasana yang humanis, kekeluargaan dan persaudaraan sangat menonjol dan teralami di kamar makan.  Semua masalah atau yang dikatakan mengganjal hati akan selesai di kamar makan.

Mgr. Turang tidak menyimpan persoalan dalam hati. Ia bukan pribadi sentimental apalagi pendendam.  Semua masalah dapat diselesaikan dengan bijak. Di meja makan semua suasana menjadi cair.

Tanpa HP

Mgr. Turang adalah pribadi yang tegas dan disiplin.  Ia komit dalam prinsip. Ia selalu tepat waktu bahkan hadir lebih awal.  Selama mengikuti pertemuan  dalam forum apapun ia   tidak pernah membawakan hape. Sejak semula ia memiliki prinsip tidak membawa hape dalam ruang pertemuan dan kamar makan. Bahkan di ruang kerja  ia selalu dijumpai di depan komputer dan atau sedang membaca .

Dalam percakapan ia tekun mendengarkan pembicara sebelum memberikan tanggapan. Pikirannya tajam dan mendalam. Sebuah indikator bahwa ia banyak membaca dengan pengetahuan yang luas. Berdiskusi dengan Mgr. Turang selama satu jam sudah dapat membawa pulang banyak ilmu.

Mgr. Petrus Turang memberkati umatnya. (Foto: KAK)

Bila mengadakan kunjungan pastoral ke paroki dan stasi pedalaman, Uskup Turang pasti akan selalu membawa ratusan paket makanan untuk anak-anak maupun bagi keluarga-keluarga sederhana.  Iapribadi yang sederhana dan hatinya sangat tulus dalam memperhatikan anak-anak dan orang-orang sederhana. Sesuai dengan moto thabisannya, ia selalu rajin mengunjungi umat di paroki dan stasi pedalaman di wilayah KAK.

Selain menyatu dengan umat yang kecil, Mgr. Turangjuga suka menanam berbagai pohon. Sering kali di waktu luang ia akan berkebun di Kebun Keuskupan Oelamasi Kabupaten Kupang. Belakangan ini di kebun ini ia mengembangkan tanaman sorgum yang diharapkan akan memproduksi  bibit unggul, untuk di kembangkan di semua paroki di KAK.

Mgr. Turang, di mana pun ia pergi, selalu menghadirkan kebaikan bagi banyak orang seraya memberikan pencerahan dan inspirasi yang menggerakkan para pastor dan umat untuk berjalan bersamademi membangun hidup yang berkualitas dan betumbuh dalam arti sepenuhnya.

Demikianlah Mgr. Turang sang gembala KAK yang visioner, tegas, murah hati, sederhana dan dekat di hati umat dan masyarakat. Ia memiliki kecakapan dan kecerdasan komunikasi dan diplomasi lintas budaya dalam  memimpin Gereja Katolik Keuskupan Agung Kupang  di tengah masyarakat Provinsi NTT yang multi etnis, agama, budaya dan bahasa.

RD Maxi Un Bria, Diosesan Keuskupan Agung Kupang 

HIDUP, Edisi No. 31, Tahun ke-76, Minggu, 31 Juli 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini