Tuhan Menggunakan Lidahku untuk Bernubuat?

308
Saya (penulis) bersama Maximillian James dan suami saya (kanan, Petrus Paulus Budi Saputra)

HIDUPKATOLIK.COM – Saya seorang ibu dengan tiga orang anak. Awalnya saya dan suami hanya berencana punya dua anak. Lagipula dengan karunia anak sulung perempuan  dan yang kedua laki-laki, kami sudah merasa lengkap.

Tetapi suatu hari anak  kedua merengek minta adik karena dia suka anak kecil walaupun waktu itu dia belum genap 3 tahun. Dengan ringan saya berkata: “Berdoalah kepada Tuhan Yesus supaya diberi adik”.

Jadilah tiap malam, dia berdoa sambil memegangi perut saya. Tuhan berkenan mengabulkan doanya, maka saya hamil lagi. Nah, lahirlah si bungsu laki-laki di bulan Agustus 2003. Kami memberinya nama Maximillian James Saputra.

James anak yang tenang dan jarang sekali merengek. Walaupun mengompol waktu masih bayi, dia tetap tidur tenang. Sejak kecil, bila ingin sesuatu dia sampaikan dengan baik, sepertinya sudah dirancang dulu bicaranya supaya kami hanya bisa berkata boleh.

Dia juga sangat peka, dia yang pertama tahu kalau kakak perempuannya sedang sedih. Dengan caranya dia mendekati kakaknya dan membuat mimik muka yang lucu supaya kakaknya tertawa. Demikian juga bila saya sedang kelelahan, dia tahu dan menghibur saya. Papanya sangat sayang padanya karena dia penurut dan jarang merajuk. Namun walau James anak bungsu, kami tak memanjakannya.

Ketika SD, James suka dibuli temannya di kelas karena dia pendiam dan taat pada guru. Dia juga mendapat perlakuan yang sama di mobil jemputan, mungkin karena dia paling kecil. Pembantu di rumah sering lapor kalau James menangis saat turun dari mobil jemputan. Akhirnya, mobil jemputannya kami ganti. Syukurlah di mobil jemputan yang baru sopirnya sangat memperhatikan anak-anak sehingga tidak ada yang nakal dan dia dapat tenang.

Di SMP, James suka berteman tapi belum bisa akrab karena masih trauma. Di kelas 7, dia suka dengan teman wanitanya tetapi temannya itu biasa saja menanggapinya. James pikir dia tidak tampan dan tidak cocok dengan cara hidup berpasangan. Dia merasa, mungkin lebih baik dia tidak menikah tapi belum terpikir untuk menjadi romo.

Dia juga merasa berbeda dengan teman-temannya, yang dinilainya tidak taat pada guru. Menurutnya, mungkin karena di rumah, mereka tidak dididik dengan kasih sayang yang cukup. Setiap kali guru hendak menerangkan pelajaran baru, dia selalu tertarik dan ingin tahu. Sedangkan teman-temannya selalu mengeluh dan berkomentar untuk apa gunanya mempelajari hal itu. James sungguh merasa heran, kalau begitu untuk apa mereka sekolah.

Seorang guru pernah memberi nasihat  bahwa mereka harus belajar yang baik,  karena persaingan di dunia kerja nanti begitu ketat. Lapangan kerja begitu terbatas. Namun pada kesempatan lain, ketika di kelas 8, guru agamanya menjelaskan tentang ayat: “Tuaian banyak tapi pekerja sedikit“.

Suara hatinya langsung bergema,  alangkah baiknya dia mengambil peluang sebagai pekerja itu. Dia tidak perlu bersaing sebab pekerjaan di ladang Tuhan begitu banyak, namun hanya sedikit orang yang mau melakukan pekerjaan itu. Akhirnya James memutuskan akan  mencari tahu bagaimana bisa menempuh pendidikan sebagai romo.

Bukan suatu kebetulan bila di tahun 2018 itu ada Expo Panggilan di gereja kami, Gereja Laurensius Paroki Alam Sutera. Saat itu tampil para siswa Seminari Wacana Bakti dengan orkestranya yang keren. Menyaksikan semua ini, lantas dia bertanya kepada saya, “Mami, bolehkah James masuk seminari?” Saya dan suami mengizinkan dan akhirnya ia mendaftar. Awalnya, dia ingin mencoba mendaftar di Mertoyudan. Tapi papanya menyarankan di Wacana Bakti saja supaya lebih mudah mengunjungi.

Ketika itu, ada lima orang anak dari paroki kami yang mendaftar di Wacana Bakti. Mereka semua lulus test akademi (pelajaran) dengan nilai sangat baik. Tapi ternyata hanya James yang lulus psikotest. Sehingga hanya dia yang diterima tahun itu.

Di rumah, kami memang sering diskusi masalah tingkah laku orang-orang muda di media sosial.  James  tertarik untuk membantu orang muda bila kelak dia menjadi romo. Menurutnya banyak Romo yang hebat sangat memperhatikan orang-orang muda. Sebab zaman sekarang ini, kedua orang tua umumnya bekerja sehingga anak-anaknya kurang mendapat bimbingan.

Saya bersyukur tidak bekerja di kantoran sehingga punya waktu untuk membimbing anak-anak saya. Saya mengajarkan bahwa urusan rumah tangga seperti: cuci piring, bersih-bersih rumah baik perempuan dan laki-laki harus mau melakukannya. Saya dan suami juga tak lelah memberi masukan, dorongan, dan kritik pada peristiwa-peristiwa yang dialami anak-anak.

Sampai suatu saat saya bilang kalau James kelak  menjadi romo, jadilah pemegang kebenaran iman. Kedua kakaknya juga berpendapat bahwa hanya Gereja Katolik yang mempertahankan kebenaran. Dari zaman Yesus sampai sekarang, ajaran-Nya tidak pernah berubah. Karena zaman sekarang banyak orang menganut kebenaran relatif. Mereka melakukannya dengan alasan ini zaman modern.

Awal Juni 2022 ini James sudah menyelesaikan pendidikannya di seminari. Empat tahun lamanya dia tinggal bersama teman-temannya dibimbing oleh para frater, romo, dan suster. Tahun pertama sebagai KPP (Kelas Persiapan Pertama), tahun kedua sampai tahun keempat sebagai siswa SMA di Gonzaga. James masuk angkatan ke-32 dengan jumlah 32 anak pada awalnya. Tapi setelah Juni 2022 hanya tersisa 14 anak yang masih melanjutkan untuk tetap pada cita-cita semula menjadi romo.

Setelah lulus seminari, mereka bebas memilih ordo /kongregasi/tarekat yang diminati. Kemudian dilakukan test lisan dan tertulis dari pengurus ordo atau kongregasi/tarekat yang bersangkutan. Tidak seperti mendaftar ke universitas yang dapat dilakukan di beberapa universitas sekaligus pada tahun yang sama, mereka hanya bisa pilih satu. Bila tidak diterima, bisa daftar ke ordo/kongregasi/tarekat yang lain di tahun depan.

James telah menentukan pilihan dan diterima oleh Ordo Dominikan dengan inisial OP (Ordo Pengkhotbah /Ordo Praedicatorum). Ordo ini mempunyai misi untuk menyalakan dunia dengan api kasih kepada Yesus melalui khotbah tentang misteri-misteri Kristen. Dominikan sendiri sering dihubungkan dengan kata Domini canes, yaitu anjingnya Tuhan. Pada zaman itu, Ordo ini memerangi ajaran-ajaran sesat yaitu salah satunya ajaran sesat Albigensian.

Saya teringat sebelum James masuk seminari, saya pernah berpesan jadilah pemegang kebenaran iman. Artinya James diminta Tuhan untuk menjadi anjingnya Tuhan, memerangi ajaran-ajaran yang tidak benar zaman ini. Apakah  Tuhan telah menaruh nubuat-Nya di lidah saya? Semoga berkat pertolongan Tuhan, James terus mampu berproses dan kelak kehendak Tuhan ini menjadi kenyataan.

Saya mohon dukungan doa teman-teman semua, sehingga beberapa tahun mendatang saya dapat menulis kisah pentahbisan James.

Kresensia Aurelia Aida Kurniawan, Alumni KPKS St. Paulus, Tangerang

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini