HIDUPKATOLIK.COM – KITA sedih dan prihatin bila terjadi perang. Seperti perang antara Rusia dan Ukraina, yang belum juga usai. Lebih prihatin lagi jika ada perang dalam pertemanan, dalam keluarga, atau di tengah bangsa sendiri. Tetapi sebenarnya, tanpa selalu kita sadari, kita masing-masing ada dalam kondisi perang setiap hari, bahkan setiap saat. Perang itu disebut peperangan rohani atau spiritual warfare.
Setiap hari, kita dihadapkan pada pilihan. Apa yang akan kita utarakan atau tidak, bagaimana kita mengutarakannya, bagaimana kita menggunakan waktu, bagaimana kita memutuskan sesuatu, apa yang akan kita beli, apa yang akan kita tulis, bagaimana kita bereaksi terhadap sikap sesama dan terhadap peristiwa kehidupan. Puluhan pilihan kita buat setiap hari.
Dalam memilih untuk bersikap, secara moral kita ditarik kepada dua kutub yang berlawanan, pilihan yang baik dan yang tidak. Ada juga pilihan-pilihan yang netral (tidak baik dan tidak buruk), tetapi pilihan itu tidak selalu tersedia. Tarik menarik antara yang baik dan yang tidak itulah peperangan rohani kita. Tidak harus sesuatu yang besar seperti apakah kita akan ikut korupsi dengan teman sekantor. Kita lebih sering menghadapi tantangan yang sederhana namun menjadi batu sandungan bagi pertumbuhan iman dan kasih bila kita gagal memilih yang baik.
Misalnya, kita bisa memilih membalas dengan sengit kata-kata tajam seorang saudara atau memilih diam dan mencerna dahulu apa yang melatarbelakangi sikap tajamnya itu. Atau apakah kita membiarkan prasangka negatif kepada teman sepelayanan berkembang di benak kita atau menghentikan prasangka itu atas dasar kasih dan pengertian. Kali lain kita mungkin harus memilih antara tetap duduk mengerjakan tugas yang harus segera diselesaikan atau bangkit mengantar tetangga kita ke dokter karena ia tinggal sendirian dan sedang sakit.
Mengapa Kita Berperang
Peperangan kita umumnya terjadi akibat dua hal. Faktor yang pertama adalah kemauan ego kita yang haus untuk diakui dan keinginan daging yang selalu ingin dipenuhi. Rasul Yakobus menulis “Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya”(Yak 1:14). Sementara di sisi lain, tuntunan hati nurani di mana Roh Kudus bersemayam, mengajak kita mengosongkan diri dan meninggalkan kepentingan diri, demi menempuh jalan kasih dan pengorbanan sebagaimana yang Kristus ajarkan pada kita. Maka memilih yang baik seperti yang Tuhan teladankan pasti melibatkan kerelaan menomorduakan keperluan dan kesenangan kita.
Seorang pastor dalam homilinya pernah berujar, ”Kalau Anda ingin tahu mana yang kehendak Tuhan, pilihlah yang tidak enak”. Itulah sebabnya Tuhan mengatakan dalam Luk 14:27, “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku”. Tuhan juga mengatakan, jalan menuju surga itu sesak. Sementara jalan menuju kebinasaan lebar dan luas (Mat7:13). Ya, mengikuti Kristus itu sakit. Sebab keinginan daging bertentangan dengan keinginan roh untuk taat (bdk. Gal 5:17). Meskipun kita tahu, ujung ketaatan yang menyakitkan itu adalah persatuan abadi dengan Tuhan. Sesungguhnya persatuan itulah satu-satunya yang dibutuhkan jiwa kita, terutama saat perjalanan kita di dunia telah usai.
Mengenali Musuh Kita yang Sebenarnya
Kita menghabiskan banyak energi untuk membenci sesama dan membalas perlakuan buruk mereka. Padahal sesama bukanlah musuh kita. Sesama kita adalah teman seperjalanan yang sedang sama-sama berjuang untuk hidup sesuai panggilan hati nuraninya, yang layak mendapat kasih sayang dan pengampunan kita. Musuh kita yang sebenarnya sedang terus memanfaatkan perasaan bermusuhan di antara manusia dan menjadikan ego kita sebagai alat strategis untuk mencapai tujuannya. Siapa dia? Jati dirinya diterangkan dalam Ef 6:12 “…karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara”. Ya, dialah Iblis si Jahat. Itulah faktor yang kedua. Ia sangat gigih dan tidak kenal lelah untuk berusaha menjauhkan kita dari kebaikan dan damai sejahtera Allah. Kenyataan ini kadang tidak kita sadari. Kita sering heran (dan ingin protes) saat Yesus dalam Mat 5:39-41 meminta kita malah memberi pipi kiri bila orang menampar pipi kanan kita. Itu karena Tuhan Yesus mengajar kita untuk merendahkan ego kita sampai titik di mana ego tidak menghauskan pengakuan lagi sehingga si Jahat mati langkah, tidak punya alat lagi untuk mengobarkan permusuhan dan kebencian, karena kita tidak memberinya kesempatan dan sarana. Buahnya sudah bisa kita tebak, ada damai sejahtera menyusup di hati. Itulah karya Roh Kudus. Seiring dengan itu lahir potensi pertobatan pada pihak-pihak yang terlibat konflik.
Allah Tidak Meninggalkan Kita Berperang Sendirian
Jika kita mengamati alam sekitar kita, hewan dan tumbuhan juga diperlengkapi dengan ‘senjata’ tertentu atau alat pertahanan diri untuk mengusir / menaklukkan musuh. Senjata itu diperlukan untuk bertahan hidup sehingga ia tidak musnah karena berbagai tantangan alam. Dalam hal fauna, musuhnya biasanya pemangsanya (predator alaminya). Dalam dunia flora, musuhnya bisa hewan atau tantangan alami dari iklim dan cuaca. Ambil contoh, belalang. Kaki belalang dilengkapi duri-duri untuk melukai lawan yang hendak memangsanya, misalnya burung, hewan pengerat, atau reptil. Tubuh belalang bisa mengeluarkan racun yang ditusukkan menggunakan antena ke permukaan kulit predatornya.
Demikian pula kita. Allah tidak bermaksud meninggalkan kita berperang sendirian menghadapi gempuran si Jahat dan cengkeraman ego yang sukar ditundukkan. Teladan Kristus menjalani sengsara dan wafat-Nya dalam kehinaan total di kayu salib adalah perlindungan kita yang pertama dan utama.
Lalu Allah juga memperlengkapi kita dengan tujuh senjata khusus. Apa sajakah? Menyimak Ef 6:13-18, ketujuhnya adalah:
- Ikat pinggang kebenaran: senantiasa memilih kebenaran, yang sudah diajarkan Kristus Sang Sumber Kebenaran. Kadang kebenaran itu pahit, tetapi kalau diingkari, semakin banyak keruwetan yang akan terjadi. Seperti misalnya sebuah kebohongan akan membutuhkan kebohongan-kebohongan berikutnya.
- Baju zirah keadilan: adil adalah memberikan apa yang menjadi haknya dan bersifat objektif kepada semua orang. Contoh sederhana, menghargai pendapat yang baik dan melakukan saran yang bijaksana, tanpa memandang siapa yang mengatakannya.
- Kasut kerelaan memberitakan Injil damai sejahtera: Allah sudah memanggil kita menjadi mitra-Nya, menjadi rekan sekerja Allah (Bdk. 1Kor 3:9) untuk menghadirkan Kristus dalam setiap tutur kata dan tindakan kita.
- Perisi iman untuk memadamkan semua panah api si Jahat: iman adalah karunia Allah, yang dapat melakukan hal-hal melebihi yang kita bayangkan. Kita sering dibatasi oleh daya nalar atau kerasionalan pikiran, tetapi iman dapat melampaui semua itu.
- Ketopong keselamatan: Lewat kebangkitan-Nya mengalahkan maut, Kristus sudah mengalahkan dunia dan mengaruniakan keselamatan pada kita. Senantiasa mengarahkan pikiran pada keselamatan dari Allah menghindarkan kita dari pilihan pilihan keliru untuk percaya pada kebenaran-kebenaran palsu dari dunia yang melemahkan kita, misalnya bahwa kekayaan atau ketenaran bisa membuat kita bahagia.
- Pedang roh yaitu Firman Allah: sebagaimana pedang bermata dua (bdk. Ibr 4:12), daya tangkis Firman Tuhan terhadap godaan si Jahat sangat terbukti, termasuk yang ditunjukkan Tuhan Yesus ketika dicobai setan di padang gurun (Mat. 4:1-11)
- Berdoa dan berjaga-jaga: dengan senantiasa berdoa, channel rohani kita akan selalu terhubung dengan Allah dan segala hikmat, kebajikan, serta penghiburan-Nya. Apalagi doa yang didaraskan dengan penuh iman, harapan, dan kasih.
Hanya saja, karena Allah menghargai kebebasan kita dan mengasihi kita dengan karunia kehendak bebas, pilihan kembali pada kita, apakah kita mau menggunakan berbagai perlengkapan senjata Allah itu atau tidak. Para hewan yang berbekal senjata melawan tantangan alam, menggunakannya secara naluriah. Kita pun perlu melatih kehendak bebas agar secara naluriah kita terbiasa memanfaatkan aneka perlengkapan senjata Allah dan trampil menggunakannya secara berhasil guna.
St. Fransiskus dari Sales memberikan tips bagaimana melepaskan diri dari kecondongan sikap yang tidak kondusif. Just counter it. Lawan dengan sikap sebaliknya. Misalnya kita malas bangun pagi, maka kita usahakan bangun lebih pagi lagi sebelum matahari terbit. Enggan berdoa, dilawan dengan memperbanyak devosi dan Ekaristi. Bila kita kesal pada tetangga yang sikapnya tidak berkenan di hati, kita justru berusaha menyapanya ramah bahkan mengunjunginya sambil membawakan makanan.
Dalam usaha memenangkan peperangan rohani, kita tidak perlu berkecil hati jika masih jatuh bangun. Sebab kasih karunia-Nya melampaui segala kelemahan kita, dan usaha kita akan senantiasa disempurnakanNya hingga berhasil, asalkan kita pun senantiasa menggantungkan diri pada pertolongan dan kerahiman-Nya. Di atas semuanya, Tuhan lebih dulu ingin dan rindu kita sampai di Surga dan bersamaNya selamanya, jauh sebelum kita menginginkannya.
Caecilia Triastuti Djiwandono