Uskup Banjarmasin, Mgr. Petrus Boddeng Timang: Biaya Mengikuti Yesus

565
Mgr Petrus Boddeng Timang

HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu, 26 Juni 2022 Hari Minggu Biasa XIII, 1Raj.19:16b, 19-21; Mzm.16:1-2a, 5, 7-8, 9-10, 11; Gal.5:1, 13, 18; Luk.9:51-62

INJIL hari ini mengawali perjalanan Yesus ke Yerusalem (Luk. 9: 51-19:27). Saat Yesus terangkat ke surga semakin dekat. Ia memutuskan untuk berangkat ke Yerusalem tempat diri-Nya terangkat ke surga (exodus). Ia menyadari itulah keputusan Allah bagi-Nya dan dengan rela menerimanya.

Pada awal perjalanan-Nya, Yesus sudah menghadapi penolakan. Ketika rombongan bermaksud melintasi suatu desa di Samaria, masyarakat keberatan. Karena “perjalanan Yesus menuju Yerusalem” (ay 51-56). Penolakan itu bagi murid-murid begitu menyakitkan, suatu penghinaan besar. Mereka meminta izin kepada Yesus untuk menghabisi penduduk desa itu dengan “menyuruh api turun dan membinasakan mereka” (ay 54). Usulan itu ditolak Yesus, rombongan memilih rute lain menuju Yerusalem.

Injil menunjukkan betapa berjalan bersama Yesus itu menuntut biaya besar. Jalan hidup bersama dan seperti Yesus, bagi orang beriman kristiani tidak mudah. Anda tidak selamanya diterima dimana saja. Dengan mewartakan Yesus, Anda akan diremehkan bahkan ditolak.

Namun penolakan itu bukanlah alasan untuk membelakangi orang yang tak beriman itu. Apalagi memanggil petir turun dari langit untuk membinasakan mereka. Seperti Yesus, tugas para murid bukanlah untuk menghukum melainkan menawarkan kehidupan. Bila tawaran itu ditampik, perjalanan harus dilanjutkan ke tempat lain.

Tuntutan sebagai Murid

Dalam perjalanan menuju ke Yerusalem itu tiga orang muda menjumpai Yesus. Maksudnya untuk ikut bergabung. Lalu Yesus menunjukkan dengan jelas apa tuntutan hidup sebagai murid-Nya. Biaya apa saja yang harus dibayar untuk gaya hidup yang dikembangkan.

Jangan bermimpi muluk-muluk, demikian penjelasan Yesus kepada pelamar pertama (ay 57). Anda tak pernah boleh merasa aman dan nyaman berjalan bersama Yesus, menempuh jalan menuju Bapa di surga. Pintu hatimu akan selalu digedor oleh Roh supaya Anda selalu siap sedia untuk melayani sesama. Yesus yang Anda ikuti itu tidak mempunyai kediaman tetap di bumi ini kecuali di jalanan. Ia selalu dalam perjalanan menuju Yerusalem surgawi (he is a person on the way! ). Sejatinya kediaman Yesus itu adalah tinggal bersama Allah!

Kepada calon kedua Yesus berkata, “Ikutlah Aku”. Orang itu bersedia mengikuti-Nya tetapi terlebih dahulu masih mau mengerjakan sesuatu yang lain (ay. 59). Orang yang mau mengikuti Yesus tetapi menomorduakan Kerajaan Allah, jelaslah tidak siap dan tidak pantas.

Kerajaan Allah bukanlah salah satu dari sekian banyak pilihan di dunia ini, bukan pilihan yang sederajat atau selevel dengan pilihan-pilihan lainnya. Allah bukanlah latar belakang, back drop panggung kehidupan. Sebaliknya, Dialah pusat yang menyinari dan memberikan roh kepada kehidupan manusia. Dialah fondasi kehidupan. Berdiri kokoh di atas alas dan pondasi itu seseorang menentukan apa yang penting dan tidak penting dalam hidupnya.

Memberikan Contoh

Yesus dengan sengaja memberikan contoh yang sangat jelas. Tak  ada tindakan lebih luhur dan suci dari pada memakamkan orang-orang terkasih yang sudah meninggal, apalagi ayah sendiri. Mengikuti Yesus berarti memilih kehidupan, memilih Yesus yang datang ke dunia bukan untuk menguburkan orang mati melainkan untuk membangkitkannya untuk kehidupan. Allah Bapa-Nya “bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup” (Luk 20: 38). Ketika mencari ke makam Yesus yang telah wafat, murid-murid Yesus diingatkan, “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup di antara orang mati? ” (Luk 24:5).

Pelamar yang ketiga mau mengikuti Yesus tetapi hendak berpamitan dahulu dengan keluarganya ( Luk 9:61). Untuk mengikuti Yesus tak perlulah orang pamit terlebih dahulu kepada siapa pun. Sebaliknya, murid Yesus harus selalu sangat akrab dengan semua orang tidak terbatas pada kaum kerabat di rumah, tetangga atau sahabat-sahabat dekat saja. Murid Yesus harus menjadi sesama bagi orang lain dengan memperdulikan nasib dan kehidupan siapa saja yang “kebetulan” dijumpainya di sepanjang perjalanan. Demikianlah tindakan orang Samaria yang baik hati (Luk 10: 25-37).

Murid Yesus tidak harus memilih antara Allah dan manusia. Allah bukanlah salah satu pribadi diantara sekian orang yang dengannya kita membangun persekutuan. Dialah yang memberi warna dan memberikan kedalaman kepada pelbagai relasi antar manusia yang kita jalin dan persekutuan yang kita bangun. Kuasa Roh-Nya memampukan kita mengubah orang asing menjadi sesama! (Luk 10:37).

Tidak Menuntut

Sepintas lalu, mengikuti Yesus menuntut terlalu banyak dari kita. Namun sejatinya Yesus sedikit pun tidak menuntut apa pun dari siapa pun. Sebaliknya Dia mengundang kita untuk datang kepada-Nya. Dia menawarkan suatu cara hidup yang patut diperjuangkan, sekaligus dijelaskan-Nya secara gamblang apa yang tersedia ke depan bagi seorang murid.

Berjalan bersama Yesus, mengikuti-Nya, berarti mengembangkan sikap siaga tanggap terhadap segala tantangan yang dihadapi. Tanpa memikirkan “terlebih dahulu” apa tuntutan, rencana-rencana, relasi dan kepentingan diri sendiri.

Jalan seperti itu tidaklah mudah. Namun bukan pula jalan yang melelahkan dan menguras tenaga sampai habis. Demikianlah hukum kasih, semakin orang memberikan dirinya, semakin dia menemukan jati dirinya. Ketiga perjumpaan dalam Injil itu adalah contoh kaidah emas mengikuti Yesus, “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikuti Aku. Karena barang siapa mau menyelamatkan nyawanya ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barang siapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya” (Luk 9:23-24).

Jalan Kekudusan

Paus Fransiskus menegaskan bahwa setiap orang beriman Kristiani dipanggil untuk menempuh jalan kekudusan melalui cara masing-masing dengan mengikuti Yesus. Titik awal yaitu profesi, pekerjaan, karakter, suku, budaya berbeda. Tetapi cara dan tujuan, demikian juga biaya perjalanan sama yaitu mengikuti Yesus, langkah demi langkah. Pun tatkala angin sakal menerjang, tak perlu kita takut.

Kita menyadari bahwa Yesus berjalan di depan. Dialah yang pertama menantang kekuatan angin itu. Sejatinya jalan yang kita tempuh itu adalah pribadi yang hidup. Yesuslah jalan itu. Bukan tanpa alasan orang-orang Kristiani pertama menyebut diri mereka dan dikenal orang lain sebagai penganut “jalan Tuhan” (Kis 9:2).

 Paus Fransiskus menegaskan bahwa setiap orang beriman kristiani dipanggil untuk menempuh jalan kekudusan melalui cara masing-masing dengan mengikuti Yesus.”

HIDUP, Edisi No. 26, Tahun ke-67, Minggu, 26 Juni 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini