Jiwa PUKAT, Hadirnya Kerajaan Allah di Dunia

242
Uskup Agung Makassar, Mgr. John Liku Ada' menyampaikan khotbah saat Misa Pembukaan Konvenas IV di Makassar.

HIDUPKATOLIK.COM – Pukat akan menjadi komunitas yang berakar kuat di dalam persekutuan karena iman kepada Kristus, bertumbuh subur dalam persaudaraan yang terbuka saling menguatkan dan berbuah lebat dalam pelayanan kasih.

PADA tanggal 28-29 Mei 2022, Profesional dan Usahawan Katolik Nasional (Pukatnas) mengadakan Konvensi Nasional (Konvenas) IV di Makasar dengan tema “Membangun Ekonomi Inklusif yang Berkeadilan Sosial, Bersaudara dan Berkelanjutan.“ Tema ini tentu saja diangkat untuk makin mendekatkan Pukatnas pada visinya yaitu hadirnya kerajaan Allah di dunia.

Jadi, ada prinsip pemersatu yang mengikat Pukat yaitu spiritualitas Katolik yang menjadi inti eksistensinya, menghadirkan Kerajaan Allah melalui profesi dan bidang usaha yang dilakukan. Tanpa itu, Pukat tidak ada bedanya dengan berbagai jenis profesi dan bidang usaha yang ditekuni orang-orang pada umumnya. Maka penting bagi Pukat untuk memupuk dan memperkuat komunitas Pukat dengan berakar kuat di dalam persekutuan karena iman kepada Kristus, bertumbuh subur dalam persaudaraan yang terbuka saling menguatkan dan berbuah lebat dalam pelayanan kasih.

Suasana Misa Pembukaan Konvensi Nasional IV.

Pukat bukan sekadar kumpulan individu-individu yang disatukan oleh kesamaan profesi dan bidang usaha. Jika Pukat hanya menjadi kumpulan individu-individu yang disatukan oleh kesamaan profesi dan bidang usaha, maka Pukat akan menjadi murni perkumpulan yang berbasis bisnis dengan laba sebagai orientasi dasarnya. Tujuan Pukat bukanlah laba dan apalagi kuasa. Tentu saja, kita tidak ingin hal itu terjadi. Pukat disatukan oleh nilai-nilai fundamental kerajaan Allah seperti: penghargaan terhadap martabat manusia sebagai pribadi, bekerja untuk kebaikan bersama, subsidiaritas dan solidaritas dalam hidup bersama, dan lain-lain.

Nilai-nilai fundamental kerajaan Allah tersebut selain membawa Pukat makin dekat dengan misi-visinya, tetapi juga makin berakar kuat dalam iman, bertumbuh dalam persaudaraan yang terbuka saling menguatkan dan berbuah dalam pelayanan kasih.

Oleh karena itu, nilai-nilai fundamental kerajaan Allah hendaknya menjadi jiwa Pukat. Jiwa bukanlah hasil dari suatu sistem ekonomi dengan pertimbangan untung rugi atau kehebatan logika dari seseorang yang menguasai bidang profesinya. Jiwa adalah kepribadian yang terbentuk oleh nilai-nilai luhur juga kalau perlu mengambil sikap melawan arus.

Ingatan Sejarah

Maka penting bagi Pukat untuk memulihkan ingatan sejarah dan mengingat kembali akar mengapa Pukat lahir dan terbentuk. Pukat bermula di Kota Surabaya pada tahun 1987. Pada saat itu, pasutri Hendry dan Magda Nangoy bersama beberapa pengusaha seperti Sam Santoso, Joseph Notoseputro bersepakat untuk mengadakan pertemuan setiap bulan dengan nama Malam Penyegaran Rohani (MPR).

Pada bulan April 1988, para usahawan Katolik membentuk persekutuan dengan nama Persekutuan Usahawan Katolik yang kemudian disingkat Pukat. Logo Pukat dibuat oleh Joseph Notoseputro. Logo tersebut mengacu pada apa yang terjadi dalam pengalaman para Rasul, penjala ikan (baca: pokoknya untung) menjadi penjala manusia (baca: mewartakan Injil). Dalam rangka menjadi penjala manusia (baca: mewartakan Injil), Pukat periode pertama di Surabaya memiliki dua program kerja andalan yaitu Cawan Getsemani yakni memberi bantuan beasiswa bagi anak yang pandai tetapi mengalami kesulitan finansial dan Bakti Sosial Operasi Katarak Gratis (Basoka). Dua program konkret itu tentu saja menuntun kesadaran bahwa kita manusia dikasihi oleh Allah dan dipanggil untuk menjadi satu komunitas pelayanan dalam semangat solidaritas.

Jiwa Pukat

Saat ini Pukat sudah mulai terstruktur rapi dan bidang kegiatan yang dilakukan sudah mulai terorganisir dengan baik. Tetapi struktur organisasi bukanlah jiwa Pukat. Jika Pukat terlalu menekankan struktur-organisasi tanpa spiritualitas, maka ada bahaya, bahwa Pukat menciptakan kaum elite, entah elit intelektual, moral, religius, politik, ekonomi dan budaya yang sudah pasti akan menjadi kelompok eksklusive.

Padahal, apa yang kita kenal dengan elitisme selalu membuat kekayaan yang diciptakan Tuhan di bumi ini menjadi milik yang dieksploitasi oleh segelintir orang daripada menjadi anugerah untuk dibagikan. Jiwa Pukat hanya dapat benar-benar didekati dengan menyelami semangat, hati, sejarah, dan tentu saja misi-visinya. Salah satu cara sederhana yang bisa dilakukan ialah dengan mengamati hal-hal sederhana, misalnya yang muncul dalam doa.

Kalau Pukat berdoa, apa yang diminta dalam doa? Tentu saja kesehatan, pekerjaaan, keluarga harmonis, sekolah, pendidikan, tempat tinggal yang layak, uang yang cukup, hidup bertetangga secara damai, peluang dan kemungkinan-kemungkinan untuk hidup yang lebih baik dan sejahtera, sikap berbagi dengan orang-orang miskin, semangat untuk mengupayakan kesatuan dalam keragaman, dan lain-lain. Doa-doa seperti itu lahir dari paham yang benar mengenai nilai-nilai luhur kerajaan Allah.

Misi Pewartaan

Maka profesi dan bidang usaha yang ditekuni orang-orang Katolik haruslah menjadi tempat yang konkret baginya untuk bermisi mewartakan kabar baik, meresapi dunia dengan semangat Injil. Itu berarti, bagi orang-orang Katolik, profesi dan bidang usaha selain untuk aktualisasi diri tetapi juga memiliki tujuan-tujuan sosial, menghadirkan Kerajaan Allah di dunia ini. Bicara tentang nilai-nilai kerajaan Allah seperti: penghargaan terhadap martabat manusia sebagai pribadi, bekerja untuk kebaikan bersama, subsidiaritas dan solidaritas dalam hidup bersama, dan lain-lain – jauh lebih dalam daripada sekadar mempromosikan bantuan finansial bagi mereka yang miskin.

Solidaritas, kata Paus Fransiskus, bukanlah berbagi remah-remah dari meja, melainkan memberi ruang di meja bagi semua orang. Maka profesi dan bidang usaha yang dijalani orang-orang Katolik termasuk bisnis-bisnis yang dilakukan harus menempatkan martabat manusia, pekerjaan dan peremajaan ekologis sebagai pusatnya.

Setelah Konvenas IV di Makassar, sebagian peserta melanjutkan kegiatan rohani di pusat ziarah rohani Keluarga Kudus Nazaret Sa’pak Bayobayo, Sangalla, Tanah Toraja, Sulawesi Selatan. (Foto: Dok Panitia)

Bicara mengenai martabat manusia sebagai pribadi menuntut profesi, ekonomi, bisnis bukan hanya dimaksudkan untuk akumulasi harta benda melainkan memberi kemungkinan bagi semua orang untuk mengakses pekerjaan yang layak, hunian yang layak, pendidikan yang layak, kesehatan yang layak, kehidupan yang layak, dan lain-lain. Pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang bersemangat pokoknya untung telah menyebabkan penyakit sosial dalam bentuk ketimpangan kaya-miskin yang semakin melebar, hampir satu porsen penduduk dunia menguasai setengah kekayaan dunia.

Profesi yang mengabaikan moralitas, pelaku usaha dan bisnis yang hanya bersemangat pokoknya untung, mengutamakan laba dan persaingan di atas segalanya menyebabkan kekayaan sebesar-besarnya pada segelintir orang dan hidup serba kekurangan bagi banyak orang.

Tolok Ukur Nilai

Dalam situasi seperti ini, Pukat bisa menawarkan sumbangan dengan adanya layanan sosial dalam profesi dan semangat berbagi ketika memperoleh laba dalam usaha. Pukat perlu menetapkan tujuan-tujuan sosial dalam profesi dan sektor bisnis, tidak hanya mengejar laba dan keuntungan tetapi juga mengupayakan nilai-nilai lain yang mendukung kebaikan bersama seperti keadilan, persaudaraan yang terbuka, alam yang terjaga kelanjutannya dan pekerjaan yang membuat manusia bermartabat sebagai rekan kerja Allah pencipta di dunia ini.

Keuntungan dan laba adalah tanda sehatnya sebuah usaha. Tetapi bagi Pukat yang digerakkan oleh visi menghadirkan kerajaan Allah, perlu ada tolok ukur nilai yang lebih dalam dari sekedar keuntungan dan laba yang dihasilkan. Dan itu berarti bahwa, sebuah usaha juga keuntungan dan laba yang diperoleh harus memperhatikan aspek-aspek etis, memperhitungkan tujuan-tujuan sosial-karitatif dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Itu hanya mungkin, kalau Pukat menjadi komunitas yang berakar kuat di dalam persekutuan karena iman kepada Kristus, bertumbuh subur dalam persaudaraan yang terbuka saling menguatkan dan berbuah lebat dalam pelayanan kasih.

Pukat adalah persekutuan murid-murid Kristus. Paus Fransiskus dalam Seruan Apostolik, Evangelii Gaudium, berkata, bahwa “Menjadi seorang murid berarti terus-menerus siap membawa kasih Yesus kepada sesama, dan hal ini bisa terjadi tanpa diduga dan di mana pun: di jalan, di lapangan kota, selama bekerja, dalam perjalanan“ (EG art. 127).

Pastor Ignas Tari, MSF, Moderator Pukat Keuskupan Banjarmasin

HIDUP, Edisi No. 23, Tahun ke-76, Minggu, 5 Juni 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini