Jika Covid-19 Jadi Endemi, Apakah Kita Bebas dari Prokes?

445

HIDUPKATOLIK.COM – PADA bulan Maret dan April 2022, beberapa negara tetangga mengumumkan transisi pandemi Covid-19 menjadi endemi di wilayahnya. Menyikapi hal itu, sebagian besar masyarakat Indonesia pun berharap kita dapat memasuki fase yang sama. Apalagi ketika pemerintah mengumumkan pelonggaran pada beberapa aktivitas masyarakat.

Telah terbit Surat Edaran Satgas Covid19 mengenai kebijakan baru terhadap pelaku perjalanan. Izin pun diberikan untuk ibadah shalat tarawih dan shalat Ied berjemaah. Dan yang ditunggu-tunggu sejak lama pun diumumkan: izin mudik dan cuti bersama selama masa Lebaran!

Apakah semua itu berarti Indonesia akan segera memasuki transisi dari pandemi Covid-19 menjadi endemi? Seandainya “ya”, apakah berarti kita bebas dari protokol kesehatan?

Foto Ilustrasi: Pemberian vaksinasi Covid-19 kepada seorang siswi di sebuah sekolah swasta di Jakarta.

Menurut kepala Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, July Ivonne, suatu penyakit disebut pandemi jika berupa wabah yang berjangkit serempak hampir di seluruh benua. “Sedangkan jika penyakit tersebut berjangkit di suatu wilayah atau pada suatu populasi masyarakat, atau muncul secara konstan, atau biasa ada di area geografis tertentu, maka disebut endemi”. “Contoh penyakit endemi di Indonesia adalah malaria, TBC, dan demam berdarah dengue,” imbuhnya.

Ketika ditanyakan mengenai apa saja yang menjadi indikator transisi pandemi menjadi endemi, ia menyebutkan beberapa kriteria secara epidemiologis.

Pertama, laju penularan harus kurang dari 1.

Kedua, angka positivity rate (persentase hasil tes positif terhadap keseluruhan hasil tes skrining -misalnya tes PCR atau antigen COVID19-) harus kurang dari 5%.

Ketiga, tingkat perawatan di RS harus kurang dari 3%.

Keempat, level PPKM berada pada transmisi lokal level 1.

Dan, keempat kondisi tersebut harus berlangsung dalam enam bulan!

Wah, ternyata banyak kriterianya. Di mana posisi Indonesia sekarang?

Menjawab pertanyaan ini, July Ivone yang merupakan akademisi dan peneliti public health mengatakan bahwa pemerintah tentunya sedang merangkum data-data dan membahas indikator terbaik untuk mencapai endemi,

Sambil menunggu pengumuman dari pemerintah, mari kita lihat, apa dampak perubahan status pandemi menjadi endemi.

Dari sisi sosial ekonomi tentunya tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut akan membawa angin segar dan kebangkitan kembali denyut ekonomi masyarakat di segala sektor.

Namun, Michael Ryan, seorang epidemiolog dunia mengatakan bahwa “Status endemi bukan berarti bahwa kondisi sudah aman”.

Direktur eksekutif dari “WHO health emergencies programme” ini menjelaskan beberapa hal penting yang menambah wawasan kita tentang endemi.

Melalui kanal Youtube resmi badan kesehatan dunia, Ryan menjelaskan bahwa suatu penyakit yang berstatus endemi tetap dapat menyebabkan kematian.

“Sebagai contoh, TBC dan malaria bersifat endemis di beberapa wilayah, tetapi setiap tahunnya menyumbangkan jutaan kasus kematian bagi dunia,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa suatu penyakit endemi tetap memerlukan program pengontrolan yang ketat untuk mengurangi penderitaan dan kematian yang diakibatkannya.

“Kita tetap harus melindungi orang-orang yang rentan terkena penyakit tersebut, dengan cara-cara pencegahan yang telah kita lakukan selama ini,” tegasnya.

Artinya, meskipun penetapan status endemi akan banyak berarti bagi pulihnya sektor sosial ekonomi, program pencegahan penularan Covid-19 akan tetap diperlukan.

Beberapa cara untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 yang telah kita kenal selama ini antara lain vaksinasi dan 3 M: memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan, yang dipopulerkan dengan semboyan “Ingat pesan ibu”.

Pandemi Covid-19 selama dua tahun ini telah mengajari kita betapa kesehatan menjadi faktor penentu yang sangat vital untuk berlangsungnya kehidupan sosial ekonomi manusia.

Maka, apakah COVID19 masih berstatus pandemi atau sudah transisi ke fase endemi, mari tetap melaksanakan protokol kesehatan dengan baik, demi orang-orang tercinta di sekitar kita. Ingat pesan ibu, ya!

Dedeh Supantini, Dokter dan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung, Jawa Barat,

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini