Suster Bene Xavier, MSsR: Perjalanan Panggilan Saya Membutuhkan Waktu Sekitar 30 Tahun

328
Muda-mudi Paroki Erlöserkirche dalam perjalanan ziarah ke Maria Schutz.

HIDUPKATOLIK.COM – Seminggu yang lalu saya melakukan perjalanan ziarah bersama muda-mudi dari Paroki Erlöserkirche, Wina Austria. Ziarah ini dilakukan dengan berjalan kaki sejauh 15 km dari Maria Gloggnitz menuju Maria Schutz dengan medan perjalanan melalui hutan, perbukitan, jalur licin yang turun naik. Ziarah ini dilakukan dalam rangka Minggu Panggilan.

Pemandangan dalam perjalanan ziarah.

Selama perjalanan ziarah, peserta diajak untuk merenungkan panggilan hidup seperti apa yang Tuhan kehendaki dalam hidup mereka. Perjalanan ziarah ditutup dengan Perayaan Ekaristi di gereja Maria Schutz di wilayah Lower Austria.

Dalam kesempatan ini, saya menceritakan secara singkat perjalanan panggilan saya hingga akhirnya saya memutuskan bergabung dengan Kongregasi MSsR (Suster-suster Misi Sang Penebus Mahakudus) sebagai seorang misionaris.

Perjalanan ziarah sejauh 15 Km dalam keadaan hujan dan harus menempuh jalur terjal yang licin di dalam hutan bukanlah hal mudah. Inilah yang membedakan perjalanan ziarah dengan olahraga (hiking), yaitu ziarah tetap harus dilakukan sesuai niat dan rencana walaupun cuaca tidak mendukung.

Sedangkan dalam konteks olahraga (hiking), kegiatan bisa ditunda atau dibatalkan jika cuaca tidak mendukung. Unsur pengorbanan inilah yang justru hendak dipersembahkan kepada Tuhan melalui kegiatan ziarah sebagai silih untuk ujud permohonan yang hendak disampaikan.

Kelelahan yang terjadi seringkali menggoda saya untuk menyerah. Namun saya mengingat kembali intensi-intensi yang saya persembahkan dalam perjalanan ziarah ini, saya juga merenungkan bagaimana dulu Yesus menempuh perjalanan salibNya ke Golgota. Tentu apa yang saya lakukan sekarang tidak sebanding dengan pengorbanan Yesus di salib.

Namun pada akhirnya, ketika tiba di tujuan, maka semua menjadi jelas bahwa perjuangan yang melelahkan akan membuahkan hasil membahagiakan. Dari pengalaman ini sungguh nyata penyertaan Tuhan yang memberi kekuatan di saat-saat lemah, memberi semangat baru di saat-saat hampir menyerah, dan sebagainya.

Begitu pula halnya dengan panggilan hidup. Seringkali kita bisa merasa bahwa kita harus menempuh perjalanan yang panjang dan sulit untuk mengenali panggilan Tuhan bagi hidup kita, untuk mencapai apa yang kita cita-citakan.

Dalam kesempatan homili, saya menceritakan pengalaman perjalanan panggilan saya.

Perjalanan panggilan saya membutuhkan waktu sekitar 30 tahun untuk mewujudkan panggilan Tuhan sejak pertama kali panggilan itu saya alami. Sebagaimana saya kisahkan dalam Perayaan Ekaristi di Gereja Maria Schutz minggu lalu.

Kala itu, ketika saya berusia (mungkin) 10 (atau 11) tahun saya bermimpi bertemu dengan sosok Tuhan Yesus yang meminta saya untuk menolong orang-orang yang hampir tenggelam di samudera.

Sejak itu selalu ada sesuatu yang menggerakkan hati saya untuk menjadi seorang biarawati meskipun kala itu saya sama sekali tidak tahu apa itu biarawati.

Selepas SMA, saya sudah melamar sebuah kongregasi di Jakarta. Sayangnya, pastor pembimbing rohani saya kala itu justru menyarankan saya untuk melanjutkan kuliah dan bekerja. Singkat cerita, saya menuruti nasihatnya hingga lulus kuliah dan karier saya semakin tahun semakin menanjak.

Namun hati saya selalu gelisah karena saya tahu, kebahagiaan yang saat itu saya rasakan bukanlah kebahagiaan yang sesungguhnya saya cari. Hidup saya saat itu bukanlah jalan hidup yang Tuhan pilihkan untuk saya. Hingga akhirnya saya memutuskan berhenti bekerja dan mencoba mengasingkan diri untuk belajar hidup sederhana.

Hingga saya bergabung dengan Kongregasi MSsR di Jepang, lalu pindah ke Austria. Semua itu bukan perjalanan mudah karena menghadapi tantangan ganda, bukan hanya bagaimana hidup di dalam biara namun juga bagaimana hidup di negara yang sama sekali berbeda keadaannya dengan tempat asal saya.

Pada akhirnya ketika saya bisa memenuhi apa yang Tuhan kehendaki dalam kehidupan saya, saya pun merasa tenang. Tidak ada lagi kegelisahan. Seperti seseorang yang berhasil tiba di rumah setelah menempuh perjalanan panjang, seperti peziarah yang tiba di tujuan karena ia tahu bahwa dirinya sudah berada di mana seharusnya ia berada.

Gereja Maria Schutz, Lower Austria.

Menemukan panggilan Tuhan membutuhkan waktu yang panjang karena dari situlah teruji kesanggupan dan kesetiaan kita terhadap berbagai kesulitan. Menemukan panggilan bukan akhir sebuah perjalanan hidup, melainkan awal perjalanan hidup yang baru.

Apakah kamu sudah yakin bahwa hidup yang kamu jalani sekarang sesuai dengan panggilan Tuhan untukmu? Jika belum, dengarkan hatimu dan ikuti suara hatimu kemana kamu harus melangkah.

Sr. Bene Xavier, MSsR, dari Wina, Austria

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini