Pemimpin Umum KSSY Medan, Sr. Yosephine Situmorang, KSSY: Kami Ingin Lebih Serius Merawat Bumi yang Telah Rusak

1003
Para pemimpin KSSY Medan bersama Uskup Agung Medan, Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap dan sejumlah imam pada pemberkatan Taman Doa St. Yosef di Cinta Alam, Deli Serdang, Sumatera Utara. (Foto: Dok KSSY)

HIDUPKATOLIK.COM – Kami ingin lebih serius melakukan aksi nyata merawat bumi yang sudah rusak ini dengan perencanaan matang dan aksi secara terus-menerus.

KONGREGASI Suster Santo Yosef Medan (KSSY Medan) pada Hari Raya St. Yosef, 19/3/2022 merayakan 25 tahun otonom. Pelbagai aksi dan kegiatan digelar untuk memaknai peristiwa ini. Untuk menggali lebih dalam tentang hal ini, HIDUP mewawancarai Pemimpin Umum KSSY Medan ((2016-2020, 2020-2024), Sr. Yosephine Situmorang, KSSY yang tengah berada di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Senin, 28/3/2022. Berikut petiknnya:

Apa yang dimaksud dengan 25 tahun kongregasi otonom itu, Suster?

KSSY Medan adalah sebuah kongregasi religius tingkat keuskupan yang berasal dari KSSY yang didirikan Mgr. Henrikus Blom tanggal 7 November 1878, di Amersfoort, Keuskupan Utrecht Negeri Belanda. KSSY berkarya di Indonesia sejak tanggal 28 Januari 1931. KSSY Medan berkembang menjadi kongregasi otonom yang mandiri dari Kongregasi Induk pada tanggal 19 Maret 1997.

KSSY semakin berkembang di Indonesia, sementara anggota induknya di Belanda semakin jauh berkurang, usia mereka semakin menua. Semakin dirasakan bahwa Kongregasi tidak bisa lagi bergantung pada kepemimpinan di Belanda, sebab Kongregasi di Indonesia semakin besar dan mandiri. Mempertimbangkan hal itu, dipikirkan agar KSSY Medan menjadi mandiri sepenuhnya. Gagasan akan kemandirian ini menunjukkan pula Kongregasi dianggap telah matang dan dewasa. Setelah mandiri, kami mengenakan nama Kongregasi Suster Santu Yosef Medan, karena kemandirian tersebut ditempatkan dalam pangkuan Keuskupan Agung Medan (KAM), sebagai kongregasi keuskupan.

Apakah benar-benar terpisah dari KSSY di Negeri Belanda?

Secara administrasi KSSY Medan sudah terpisah dari KSSY Belanda. Segala sesuatu diatur masing-masing namun konstitusi dan spiritualitas kami masih tetap sama.

Secara ringkas, apa saja yang dilakukan dalam 25 tahun terakhir ini?

Selain meneruskan dan mengembangkan karya pelayanan kami yang selama ini sudah ada, di KAM kami membuka Pusat Perawatan dan Pemulihan Adiksi Narkoba “Rumah Kita”. Ini diresmikan pada tanggal 28 Oktober 2014 oleh Uskup Agung Medan saat itu, Mgr. Anicetus B. Sinaga, OFMCap. Meski berat tetapi karena sangat dibutuhkan dan sesuai dengan spiritualitas kami, dengan rahmat Tuhan, kami berani buka.

Kami juga membuka komunitas dan pengelolaan pendidikan milik Yayasan Don Bosco di Phakpak Barat. Selain itu, kami juga membuka komunitas dan karya pelayanan pendidikan serta kerasulan umat di Besitang, Pangkalan Berandan.

Di Keuskupan Palangka Raya, kami membuka komunitas dan kerasulan pendidikan dan umat di Kuala Kurun serta karya pelayanan Tempat Penitipan Anak dan PAUD di Palangka Raya.  Di Keuskupan Agung Jakarta, kami buka pelayanan untuk anak-anak disabilitas berupa asrama (tuna rungu)

Di Keuskupan Agung Merauke dibuka komunitas dan pelayanan pendidikan di Kimaam dan Wendhu. Di Keuskupan Tanjung Selor, kami buka pelayanan untuk anak-anak disabilitas melalui Sekolah Luar Biasa dan Asrama di Tanjung Selor. Di Keuskupan Ruteng kami buka unit pelatihan untuk anak-anak disabilitas di Labuan Bajo.

Mengapa KSSY melebarkan karya ke Keuskupan Agung Merauke, yang medannya tidak ringan?

Pembukaan karya pelayanan di Papua sangatlah dekat dengan spiritualitas kami. Melihat kebutuhan dan keprihatinan yang terjadi di Papua meski medannya berat, kami merasa terpanggil untuk hadir bagi mereka. Tujuannya adalah untuk dapat memberdayakan umat sehingga hidup mereka semakin lebih baik sebagai citra Allah. Kami hadir dengan cara pemberdayaan melalui pendidikan ataupun pastoral umat agar iman umat semakin berkembang. Pelayanan di sini tentu saja berkat dukungan dan keinginan Keuskupan Agung Merauke.

Tema 25 tahun otonom ini adalah “Religius KSSY dipanggil menjadi Perempuan yang matang untuk menjadi kantong kulit baru dengan merawat bumi sebagai bumi kita”. Bolehkah Suster jelaskan maksud utama tema besar ini?

Berangkat dari keprihatinan yang terjadi saat ini, yaitu bumi yang sudah rusak maka pada saat yang berahmat 25 tahun otonom ini, kami pantas berefleksi atas spiritualitas Imago Dei dengan ikut ambil bagian dalam merawat bumi kita ini. Kemendesakan itu diteguhkan Paus Fransiskus melalui Ensiklik Laudato Si’.

Karena itu, kami telah melakukan studi, percakapan, refleksi, diskusi bersama, bagaimana kami merasa didesak untuk kembali merenungkan spiritualitas kmai sesuai dengan seruan Bapa Suci. Maka dalam momen ini, sudah sepatutnya kami ikut bertanggung jawab atas bumi yang sudah rusak. Sebelum perayaan syukur 25 tahun, kami mendalami berbagai ensiklik dan dekrit, berefleksi, bertutur dari hati ke hati dan berdoa.

Ekologi Integral dalam Laudato Si’ mengajak kami memahami dan merasakan bahwa citra Tuhan tidak saja berkenaan dengan manusia, tetapi semua yang bernafas dan bergerak bahkan bumi sebagai “rumah kita bersama bagaikan saudari yang berbagi hidup dengan kita, dan seperti ibu yang jelita yang menyambut kita dengan tangan terbuka” (Laudato Si 1,2). Ekologi Integral juga menyemangati dan memberanikan kami untuk menghidupi bahwa hakikat spiritualitas kesecitraan adalah keterkaitan satu sama lain, jauh dekat, kenal atau belum, lintas benua, bahasa, kebudayaan, umur dan penugasan. Karena itu, “semua bertanggung jawab atas semuanya”.

Dalam melaksanakan refleksi bersama ini, kami dikuatkan oleh sifat istimewa Santo Yosef, utamanya agar berani secara kreatif, termasuk perluasan wawasan, gagasan dan tindakan. Wawasan dan cakrawala baru itu memberanikan dan menyemangati kami untuk turut peduli dan bertanggung jawab merawat bumi ini.

Melihat beragam kegiatan yang digelar, apa refleksi Suster?

Saya pertama-tama bersyukur sekaligus menjadi tanggug jawab besar untuk dapat mewujudnyatakan komitmen kami, khususnya untuk ikut ambil bagian dalam merawat bumi rumah kita yang sudah mengalami kerusakan ini.

Spiritualitas St. Yosef  menjadi perhatian dunia sejak Paus menetapkan Tahun St. Yosef. KSSY juga mendirikan Taman Doa St. Yosef di Cinta Alam. Apakah ini merupakan buah-buah rohani dari Tahun St. Yosef itu?

Kami sangat bersyukur dan bangga dengan didedikasikannya satu tahun untuk belajar dan mengenal St. Yosef. Hal ini merupakan hadiah besar bagi kami yang menjadikan St. Yosef menjadi pelindung Kongregasi sekaligus menjadi teladan utama. Tahun St. Yosef menjadi kesempatan besar bagi kami menggali kembali keutamaan St. Yosef. Tentu  saja belajar untuk dapat meneladaninya dalam menjawab panggilan Tuhan.

Selain itu, kami menjadi sadar bahwa devosi kepada St. Yosef menjadi tugas kerasulan kami. Dengan mendirikan Taman Doa itu kiranya dapat menjadi sarana untuk lebih mengenal keutamaan St. Yosef melalui tujuh keutamaan yang dituliskan Paus Fransikus. Kami berharap, dengan kehadiran Taman Doa ini, semakin banyak umat yang berdevosi kepada St. Yosef dan meneladan keutamaan yang dimilikinya dalam menjawab panggilan Tuhan sebagai religius atau hidup berkeluarga.

Ke depan, KSSY mau melebarkan karya ke mana lagi?

Dalam Kapitel KSSY tahun 2020, beberapa karya telah diputuskan untuk dilaksanakan. Termasuk penjajakan memulai karya di luar negeri, misalnya Vietnam, Malaysia, Thailand, Korea Selatan, atau negara lain yang membutuhkan dan memungkinkan untuk tempat perutusan sesuai dengan spiritualitas kami. Selain itu, kami ingin lebih serius melakukan aksi nyata merawat bumi yang sudah rusak ini dengan perencanaan matang dan aksi  secara terus-menerus. (FHS)

HIDUP, Edisi No.15, Tahun ke-76, Minggu, 10 April 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini