Mengapa Ragu Datang Menerima Kasih Karunia

104

HIDUPKATOLIK.COM – Percaya bukanlah hal yang mudah bagi saya, bahkan beberapa tahun lalu saya mengalami yang namanya krisis kepercayaan atau bahasa populer sekarang ini disebut ‘trust issue’.

Menurut kamus American Psychological Association (APA),  trust adalah suatu keyakinan yang dimiliki seseorang yang menjadi sebuah ketergantungan. Dalam hubungan interpersonal, kepercayaan mengacu pada keyakinan bahwa seseorang atau sekelompok orang dapat diandalkan sehingga mereka dapat bergantung pada pihak tersebut.

Seorang psikolog klinis dan profesor, Sabrina Romanoff, Ph.D., mengatakan bahwa, “Mempercayai berarti mengandalkan orang lain karena merasa aman dan memiliki keyakinan bahwa mereka tidak akan menyakiti satu sama lainnya. Kepercayaan adalah dasar dari sebuah hubungan karena kepercayaan memungkinkan seseorang untuk menjadi terbuka tanpa harus melindungi dirinya sendiri”.

Dari definisi diatas tampaknya kepercayaan dianggap sebagai komponen utama  dalam membangun suatu relasi yang sehat dan matang, baik intim, sosial, atau terapeutik.

Lalu bagaimana saya dapat berelasi dengan sehat jika saya berada dalam kondisi ‘krisis kepercayaan’?

Keluar dari Kondisi ‘Krisis Kepercayaan’

Berjuang untuk mengembalikan rasa percaya tidaklah semudah membalik telapak tangan. Bergumul dengan pikiran dan emosi negatif sangat menguras energi.

Namun tekad untuk ‘sembuh’ membuat saya berusaha keras menjalaninya. Proses penyembuhan ini membawa saya mengenal diri sendiri lebih baik lagi sehingga akhirnya dapat sampai pada penerimaan diri.

Tidak cukup sampai disitu karena kepercayaan melibatkan pihak lain sehingga sayapun perlu lebih banyak lagi berkomunikasi secara jujur dan terbuka. Untuk melewati ini semua dibutuhkan kerja sama dan dukungan dari pasangan dan teman-teman agar saya dapat membangun kembali ‘konsep percaya’ yang baik dan benar.

Syukur kepada Tuhan dengan rahmatnya saya dimampukan untuk kembali berkomitmen dan secara konsisten berjuang terus menerus untuk membangun kembali kepercayaan. Perlahan- lahan ketidakpercayaan terkikis dan sedikit demi sedikit mulai terbangun kembali rasa percaya.

Percaya menimbulkan rasa aman dan nyaman, dan saya tidak ragu untuk bersandar dan bergantung mengandalkannya.

Saya sangat yakin perubahan dari ‘ketidakpercayaan’ menjadi ‘percaya’ bukan semata usaha saya tapi ada campur tangan kuasa yang lebih besar, kuasa Ilahi.

Kasih Karunia

Kata percaya mengingatkan saya akan janji Yesus dalam Yohanes 6:37: “Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang”.

‘Datang’ di sini tampaknya bukan sekadar ‘mampir’  tetapi mengandung makna lebih dalam yaitu ‘menghampiri dengan percaya penuh dan mengandalkan-Nya’

Yesus berjanji bahwa orang yang menghampiri dengan percaya penuh, sama sekali tidak akan dibuang. Seberapa pun besar dosanya, Dia akan menerima semua orang yang datang kepada-Nya dengan penuh iman.

Janji Yesus bukan sekadar janji manis di mulut saja. Dalam Perjamuan Terakhir, Yesus tahu dengan pasti, siapa di antara murid-murid-Nya yang akan menyerahkan-Nya dan siapa yang akan menyangkal-Nya.

Tidak terbayangkan perasaan Yesus dikhianati orang terdekat. Tetapi Dia tetap membasuh kaki sang pengkhianat itu. Dia tetap memberikan sobekan roti dan  anggur, yang melambangkan tubuh-Nya yang tercabik dan darah-Nya yang tercurah untuk menebus dosa mereka.

Yesus membuktikannya dengan menjalani komitmen untuk melaksanakan kehendak Bapa, yang secara jelas tergambar dalam benak Nya, akan membawa pada suatu penderitaan yang sangat dashyat.

Perjalanan memanggul salib menuju Kalvari, dilalui-Nya dengan sepenuh hati, walaupun Yesus sebagai manusia sangat ketakutan karena tahu dengan pasti seberapa sakit penderitaan yang akan dialami-Nya.

Yesus sungguh teladan gembala baik yang melindungi dan menjaga kawanan domba-domba-Nya. Dia tidak membiarkan domba-domba yang telah diberikan oleh Bapa kepada-Nya hilang.

Murid yang mengkhianati Yesus mempunyai kesempatan yang sama untuk datang dan bertobat. Namun keputusan untuk ‘datang’ atau pergi ada di tangannya.

Seperti penjahat yang disalibkan di sebelah kanan Yesus, saat dia ‘datang’ memohon pada Yesus agar mengingat dia saat Yesus datang sebagai Raja. Tidak perlu menunggu, detik itu juga Yesus menjawab dan membawa dia bersama-Nya ke Firdaus.

Bagi orang percaya, datang dan percaya kepada Yesus bukanlah suatu keputusan sesaat dari satu pihak, namun merupakan jawaban atas kasih karunia yang ditawarkan oleh Allah Bapa.

Hari ini saat yang tepat untuk ‘datang’ kepada Yesus, mengawal suatu komitmen untuk merubah pola berelasi dengan Kristus. Dari relasi ‘ala kadarnya’ menjadi relasi persekutuan dan persahabatan yang intim, dengan dasar percaya dan mengandalkan-Nya.

Masih kah kita ragu untuk mengambil keputusan ‘datang’ untuk menerima kasih karunia dari Allah Bapa?

Fellicia Fenny S, Kontributor

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini