Anggota Tim Inti Nyanyian Gereja Yamuger, Bambang Yuswo Hadi: Romo Tanto Kobarkan Semangat Ekumenis Lewat Musik

219

HIDUPKATOLIK.COM – Romo Antonius Soetanta, SJ hingga akhir hayatnya setia memberikan talentanya bagi perkembangan musik Gereja di Indonesia. Tidak hanya Katolik tapi juga Protestan.

BERBEKAL Kitab Suci, pulpen, kertas, dan secangkir kopi jika ada, (Alm.) Romo Antonius Soetanta, SJ mulai menggoreskan ide-ide briliannya pada secarik kertas. Imajinasi begitu membara berkelana bersama Sabda Tuhan yang ia baca dan resapi. Matanya begitu fokus menuangkan segala ilham yang menghampirinya.

Itulah pemandangan yang kerap dinikmati oleh salah satu anggota Tim Inti Nyanyian Gereja (TING) Yayasan Musik Gereja (Yamuger), Bambang Yuswo Hadi sejak ia bergabung tahun 2002. “Beliau itu sudah di Yamuger sekitar tahun 1978-an, kurang lebih bersamaan atau beberapa tahun sebelum buku Kidung Jemaat terbit,” sebutnya.

Ia mengenang betapa Romo Tanto, akrab disapa, dengan aura kesederhanaannya memiliki semangat serta dedikasi dalam dunia musik. Selain bisa menghabiskan waktu berjam-jam di depan keyboard atau piano di mana jari jemarinya dengan luwes berdansa di atas tuts-tuts, ia juga senang mengendarai vespanya untuk pergi dari satu tempat latihan ke tempat lainnya di saat masih bugar.

“Kesannya seperti orang biasa. Sangat sederhana,” ungkap Bambang saat melihat Romo Tanto pertama kali. Namun, pandangan itu berubah kala pulpen bergerak lincah di atas kertas menulis rangkaian kata dan notasi. Apalagi jika sudah bermain organ, atmosfir ruangan seketika sungguh kudus layaknya di gereja. Ia juga pernah melihat Romo Tanto tengah mereparasi organ pipa. Ia tercengang kagum.

“Beliau termasuk salah satu orang yang bisa memperbaiki bahkan ada tim dengan beliau membuat organ pipa,” tuturnya pelan. “Itu skill luar biasa! Saya harap ada yang mewariskan skill ini,” imbuhnya.

Bambang mengisahkan, di TING para anggota bertugas membuat lagu, melodi, syair, aransemen. Tidak hanya bergulat dengan karya sendiri, Yamuger juga menerima karya dari musisi lain. TING pun dengan bersemangat membahas karya musisi luar Yamuger ini. Apalagi jika ada lagu dengan bahasa asing seperti Inggris.

Kemudian jika ada lagu berbahasa Latin pasti orang pertama yang dimintakan pendapat adalah Romo Tanto. “Beliau cukup banyak menguasai istilah liturgi dalam Bahasa Latin. Beliaulah yang menjadi andalan kami,” akunya.

Almarhum Romo Antonius Soetanta, SJ

Apalagi dengan pengalaman Romo Tanto yang pernah menempuh studi musik di Institute van Katholieke Kerkmuziek, Utrecht, Nederland (1973-1977) dan berhasil meraih “Praktijkdiploma Orgel” dan “Einddiploma Koordirectie” turut menambah khazanah bermusik para anggota TING.

Selain itu, jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Layur ini turut mengagumi kemampuan sang maestro membuat lagu anak. Lagu karya Romo Tanto untuk kategori lagu anak termaktub dalam buku “Ho…Ho…Ho…Hosana.”

Buku ini menyajikan kumpulan nyanyian anak dalam satu suara yang memiliki pola tangga nada, irama, dan birama yang kaya. Tidak hanya dibawakan dalam ibadah, tapi beberapa lagu dalam buku ini cocok dibawakan dalam pentas atau diperagakan dalam operet.

Setiap lagu dalam buku ini disertai ayat Kitab Suci sebagai sumber pedoman nyanyian. Ada dua lagu anak karya Romo Tanto yang membuatnya tertarik yakni, kisah Yesus berjalan di atas air dan Sim A Yayo. “Lagu ini menjadi sebuah sarana penggambaran Injil sebuah pengantar yang lucu bagi anak. Lagu ini populer juga di kalangan paduan suara anak khususnya yang sering saya ikuti dalam PESPARAWI atau dalam ibadah hari Minggu,” terangnya.

Saking kagumnya, Bambang pernah bertanya dari mana asal semua inpirasi lagi tersebut kepada Romo Tanto. “Ya, keunikan syair tadi karena beliau semedi, karena berada di suatu tempat merenungkan, jadilah karya itu,” sebutnya.

Di Yamuger selain, karya Romo Tanto juga hadir di dalam “Kidung Jemaat”, “Pelengkap Kidung Jemaat”, “Lagu, Syair dan Aransemen”, “Buku Khusus Paduan Suara”, “Buku Iringan”, dan “Instrumen Organ.”

Untuk itu bagi anggota TING, Romo Tanto adalah sosok guru yang memberikan ilmunya dengan cuma-cuma di Yamuger.

“Luar biasa apa yang diberikan Romo untuk musik Gereja di Indonesia. Tidak hanya Katolik tapi juga Protestan,” pungkasnya.

Felicia Permata Hanggu/Karina Chrisyantia

HIDUP, Edisi No.13, Tahun ke-76, Minggu, 27 Maret 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini