Pentingnya Pendampingan Pastoral Diaspora Indonesia

92

HIDUPKATOLIK.COM – SETELAH Proklamasi Kemerdekaan, konflik antara Indonesia versus Belanda bukan hanya soal penguasaan wilayah melalui kekuatan militer, namun juga isu perebutan pengakuan internasional.

Sebagai negara baru mustahil Indonesia mampu memenangkan pertarungan tersebut secara konvensional, untuk itu Indonesia menggunakan 2 strategi: Gerilya Militer dan “Gerilya Diplomasi”.

Agresi militer Belanda (19/12/1948) menjadikan Indonesia dalam situasi genting. Yogyakarta sebagai ibu kota dikuasai Belanda.

Soekarno-Hatta ditahan. Dengan segala keterbatasan yang ada, Indonesia membentuk Pemerintahan Darurat RI dengan Kepala Pemerintahan Syafruddin Prawiranegara di Bukitinggi.

Diaspora Indonesia (DI) di berbagai negara memiliki kontribusi strategis  sebagai diplomat — baik secara simbolis maupun harafiah — untuk mendapatkan dukungan internasional atas pengakuan Indonesia.

DI secara insentif melakukan berbagai pendekatan dan desakan to win the hearts and minds kepada masyarakat dan pemerintah setempat untuk memperjuangkan aspirasi kemerdekaan Indonesia.

Periode Orba, gaung DI tidak banyak terdengar. Kiprah DI  — meskipun terbatas pada WNI yang tinggal di luar negeri — mendapat perhatian pada era Reformasi. Pemerintah melalui Kemenlu membentuk Direktorat Perlindungan WNI  yang tinggal di luar negeri (2001).

Konsep diaspora mulai populer sejak Kongres I Diaspora Indonesia di Los Angeles, Amerika Serikat (6-8 Juli 2012). Hukum nasional Indonesia yang tidak mengenal sistem dwi-kewarganegaran, tidak menghalangi dukungan Indonesia bagi DI melalui Peraturan Presiden No. 76 tahun 2017 yang mencantumkan definisi DI: 1. WNI yang tinggal di luar negeri; 2. WNA (a. Anak yang salah satu orang tuanya WNI; b. Eks WNI ; c. Anak dari Eks WNI)

Terdapat sekitar 7-8 juta jiwa DI, dengan 7 populasi terbesar di: Belanda, Singapura, Malaysia, Taiwan, HongKong, Arab Saudi, dan Amerika Serikat.  Jumlah Diaspora Katolik Indonesia (DKI) berkisar  100-300 ribu orang.

Secara mandiri dan terpisah DKI di berbagai negara dan kota berhimpun dalam organisasi Keluarga Katolik Indonesia (KKI). Beberapa KKI yang memiliki pastor Indonesia (baik yang berkarya ataupun studi di negara setempat) mengadakan Misa, Ibadat Sabda, kelompok Kitab Suci ataupun kegiatan sosial lainnya.

Berbagai upaya untuk melakukan forum komunikasi DKI dilakukan antara lain pembentukan organisasi Suar Dunia (28 Oktober 2020) yang bertujuan sebagai jembatan komunikasi antara DI – Masyarakat Kristiani di Indonesia.

Selama tahun 2021 Suar Dunia telah melaksanakan kegiatan: Webinar (Januari), Pengumpulan Dana untuk masyarakat Indonesia yang membutuhkan karena pandemi Covid-19 (September) dan Perayaan Natal: Webinar dan Ibadah Natal (Desember). Sementara itu Romo Leo Mali yang tinggal di Vatikan menyelenggarakan perayaan Natal virtual dengan Diaspora Katolik Indonesia (Desember 2020).

Pengalaman penulis yang pernah ditugaskan di berbagai negara menunjukkan perlunya pendampingan pastoral bagi DKI. Dengan kemajuan teknologi, pendampingan dapat dilakukan secara virtual.

Bagi DKI generasi pertama yang tiba di negara baru, mereka akan lebih nyaman dengan mengikuti Misa dan pembahasan Kitab Suci dengan bahasa Indonesia.

Sementara itu para remaja dan anak-anak DKI yang tinggal di negara modern – di tengah gelombang gaya hidup individualisme dan hedonisme –  perlu dikembangkan semangat gotong-royong yang merupakan ciri khas budaya Indonesia.

KKI yang bersifat global diharapkan dapat mendampingi DKI yang tinggal di tempat terpencil seperti di Alaska, Samoa dan daerah lainnya.

Termasuk pendampingan DKI yang bekerja sebagai awak kapal  – pesiar ataupun  penangkap ikan yang mobilitasnya lebih banyak di laut – dengan jumlah diperkirakan 15 – 30 ribu orang.

KKI perlu juga memberikan perhatian kepada DKI yang mempunyai masalah status “undocumented/ilegal”.

Tentu saja secara birokrasi tidak mudah bagi KWI untuk menunjuk secara resmi  pastor moderator untuk DKI yang sifatnya lintas negara. Ada contoh organisasi yang anggotanya global, Opus Dei yang memiliki status Personal Prelature dari Paus (1982).

Apabila DKI di masa depan memiliki pastor moderator – bagi DKI yang WNA – slogan terkenal Mgr. Soegijapranata dapat dikembangkan menjadi: “100% Katolik, 100% Indonesia dan 100% WN setempat”.

T.S. Nugroho, Pendiri Suar Dunia/Diplomat, pernah bertugas di: Kuba, Peru, Spanyol dan Amerika Serikat

HIDUP, Edisi No. 11, Tahun ke-76, Minggu, 13 Maret 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini