Benar, saya menerjemahkan judul di atas dari ungkapan Bahasa Jawa.
“Esuk dele, sore tempe”.
Artinya juga berbeda.
Peribahasa asli dalam Bahasa Jawa ditujukan untuk mereka yang tidak mempunyai pendirian. Suka berubah-ubah pikiran atau tidak konsisten.
Sementara judul di atas, saya maksudkan untuk menggambarkan betapa cepatnya perubahan yang terjadi saat ini. Tentunya dengan pesan, bagaimana mengatasinya.
Nella, perempuan karier berusia 45 tahun, seorang manajer SDM di sebuah perusahaan ternama dengan karyawan sekira 2500 orang, “mengeluh” melalui pesan WA.
“Pusing, Pak. Prosedur baru tentang kembali bekerja di kantor, baru saja diterapkan awal Desember. Pertengahan Januari sudah harus diubah. Kami WFH kembali”.
Saya bisa memahami kesulitan Nella. Meski cerdas, pekerja keras dan menyukai tantangan, perubahan cepat yang begitu sering terjadi, membuat dia kena skak-mat dan mati-langkah. Tak tahu apa yang harus dikerjakan dalam situasi gonjang-ganjing seperti ini. Pasti anda tahu bukan, Bagian SDM selalu menjadi talang tumpuan air hujan saat badai sedang menerpa.
Dari kacamata Manajemen, pandemi atau endemi, Delta atau Omicron, disruption atau revolusi digital, milenial atau baby boomer silakan saja datang seseru apa pun, asal jangan mengganggu berputarnya roda perusahaan. Operasi harus berlangsung, produksi harus dicetak dan laba harus dibukukan. The show must go on.
Jangan keliru, perubahan yang sudah, sedang dan akan dihadapi adalah sebuah keniscayaan yang tak bisa dihindarkan. Nella “disiksa” tak hentinya karena keadaan terus berubah setiap saat. Pagi masih kedele, sorenya sudah menjadi tempe.
Tidak hanya skup organisasi, ranah nasional pun idem dito.
PPKM yang minggu lalu masih level 2, tiba-tiba berubah menjadi level 3. Sementara di beberapa daerah, malah loncat ke level 4. Larangan mudik yang semula diterapkan, tiba-tiba pintunya dibuka lebar-lebar. Atau pembatasan ke mal yang baru saja ditegakkan langsung direvisi total. Larangan jangan keluar rumah kalau tidak perlu disulap dalam waktu sekejab menjadi silakan jalan-jalan.
Bisa dimaklumi kalau sementara orang menuduh ini sebagai mencla-mencle, atau sak karepe dewe. Termasuk kebijakan Nella yang dalam sekejab mengubah kerja dari kantor menjadi kembali ke rumah.
Mungkin mereka belum mendengar apa itu “The new normal”. Oleh Scott Anthony, penulis buku “The Little Black Book of Innovation”, ini diartikan sebagai “Constant transformation”.
Mau tak mau, suka tak suka, setuju tak setuju, kita masuk era “new normal”. Transformasi terjadi setiap saat. Antisipasinya pun harus dilakukan terus menerus. Menawar sampai besok, minggu depan, bulan depan atau tahun depan untuk melakukan transformasi hampir pasti terlambat.
Itulah yang dialami oleh Nella dan semua pelaku bisnis lainnya. Tak terkecuali masyarakat pada umumnya. Memang bikin pusing, tapi tak ada pilihan lain selain ikut dalam gelombang ini.
Perubahan menjadi ajeg, terjadi setiap saat. Apa yang saat ini dialami sebagai hal yang biasa, cepat sekali berbeda.
Menarik, karena istilah “The new normal” dipakai untuk banyak kasus. Salah satunya adalah judul serial TV yang disiarkan sebuah stasiun TV Amerika, tahun 2012-2013.
Bryan dan David, pasangan gay yang mapan dan sukses, ingin mengangkat anak guna melengkapi kebahagiaan mereka.
Pilihan jatuh kepada gadis mungil Shania, puteri dari janda Goldie. Jadilah sebuah “keluarga” yang unik. Pasangan “suami – isteri” plus ibu kandung dari puteri mereka.
Kisah berlanjut, ketika “keluarga” itu, semakin lama semakin “biasa” dalam mengarungi bahtera rumah tangga yang semula dianggap abnormal.
Kehidupan yang awalnya aneh, menjadi wajar. Yang ganjil menjadi genap. Yang normal menjadi normal-baru. Sesuatu yang berbeda, lama-lama biasa dan kemudian berbeda lagi. Demikian seterusnya.
Saya tak mampu menghibur Nella, apalagi membantu menyelesaikan masalahnya. Tak juga bisa mengobati pusing yang sedang dideritanya. Tak ada gunanya diobati dengan pain killer karena kalau pun sembuh, sebentar lagi pusing yang lain akan hinggap di kepalanya. Saya hanya titip pesan melalui WA.
Begini bunyinya :
“Nella, selalulah berubah, terutama pola-pikirmu. Karena sekelilingmu terus-menerus berubah tak henti-hentinya”.