Belajar dari Kehilangan untuk Menemukan

318

HIDUPKATOLIK.COM – KEBERADAAN orang terkasih adalah ‘amunisi’ bagi kehidupan kita. Dukungan dan penerimaan mereka membuat kita mampu menghadapi naik dan turunnya episode hidup. Namun, seperti pertunjukan teater yang pasti selesai, suatu saat mereka juga akan ‘selesai’ masanya berada dalam kehidupan kita. Satu per satu, mereka akan meninggalkan kita.

Sulit rasanya membayangkan atau mengalami sedihnya mengantarkan orang yang kita sayangi ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Tetapi, dari sinilah kita belajar makna hidup yang indah sekaligus rapuh. Kehilangan seseorang yang kita cintai akan membawa pemahaman baru dalam diri kita tentang nilai sebuah kehidupan.

Dalam menjalani kehidupan, kita sering dihadapkan dengan peristiwa-peristiwa yang menyakitkan. Salah satu peristiwa yang pernah terjadi di hidup saya adalah kehilangan ibu saya saat saya masih lima tahun. Sebagai seorang anak kecil, saya tidak tahu harus merespons kabar buruk ini seperti apa. Yang jelas kabar buruk itu mengguncang dunia saya. Dunia yang sebelumnya tampak sempurna, sekarang telah runtuh. Satu-satunya hal yang saya lakukan adalah berpura-pura menjadi kuat. Padahal hatiku terasa hancur berkeping-keping. Dalam hati kecil saya berkata, “Saya harus kuat melalui ini semua”. Saya pasti bisa!

Peristiwa duka yang saya alami ini, jelas mengubah dunia saya. Setelah mengantar jenazah ibu, saya langsung diadopsi oleh kakak (paman) mama saya. Sebagai seorang anak kecil yang baru kehilangan sosok seorang ibu, tentu masih merindukan sosok ibu itu. Melalui kehadiran sosok ibu yang lain (istri paman), ada banyak perlakuan yang saya alami, baik perlakuan yang menyenangkan pun yang kurang menyenangkan.

Sang tante mengajari saya melakukan segala jenis pekerjaan. Sebagai seorang anak yang ingin bermain seperti teman-teman lain seperti main bola, kelereng, layangan, petak umpet, bentengan, dan lain-lain, saya justru disuruh menanam sayur, padi, jual sayur, dan lain-lain. Saat itu saya merasa bahwa dunia saya sungguh sangat berubah.

Setelah satu tahun ibu meninggal, bapak saya menikah lagi dan pindah dari rumah yang sejak kecil saya tempati. Namun di tengah-tengah masa kelam itu, saya menyadari sesungguhnya Tuhan tidak meninggalkan saya. Justru Tuhan sedang membentuk saya menjadi pribadi yang lebih kuat. Secara perlahan mengubah pengalaman yang pahit ini, menjadi sebuah nilai yang berharga.

Tuhan justru menunjukkan banyak hal kepada saya melalui peristiwa duka ini. Ia mempunyai maksud di balik setiap masalah yang saya hadapi. Ia memakai situasi ini untuk mengembangkan karakter saya. Tuhan mengingatkan saya bahwa saya akan menghadapi perlbagia masalah di dunia. Tidak seorang pun yang kebal akan rasa sakit, terlindungi dari penderitaan. Tak seorang pu terbebas dari masalah.

Setiap kali kita menyelesaikan satu, masalah yang lain sudah menunggu. Namun, saya melihat, melalui masalah yang terus-menerus  hadir dalam kehidupan saya, justru menumbuhkan suatu nilai yang penting bagi proses pertumbuhan saya. Saya lebih dekat pada-Nya. Saya di uji untuk tetap setia kepada Tuhan. Dalam penderitaanlah saya belajar menaikkan doa yang paling murni, tulus, dan jujur kepada Tuhan. Atau dengan kata lain, melalui penderitaan saya, mungkin juga anda, belajar tentang misteri Ilahi yang tidak dapat kita selami dengan cara lain.

Fr. Alfonsius Mau, OFM
Mahasiswa STF Driyarkara, Jakarta

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini