HIDUPKATOLIK.COM – Peringatan seabad Penerbit-Percetakan Kanisius membuktikan kesetiannya mencerdaskan bangsa dan mengantarkan manusia sampai pada puncak kebudayaannya.
JANGAN pernah meremehkan sebuah mimpi. Mimpi sekecil apapun jika dipupuk, diusahakan, dikejar, ditata, serta dikelola dengan baik akan berbuah manis. Ketangguhan dan ketabahan turut memainkan peran dalam menjaga suluh cita semangat itu. Dibangun dalam sinergi panggilan dan kesetiaan untuk mewarta Kabar Baik agar berdaya bagi bangsa menghantarkan Penerbit-Percetakan Kanisius (Pen-Per Kanisius) menginjak usia seabad di tahun ini.
Awal Mula
Dalam tulisan Direktur Utama PT Kanisius, Romo E. Azismardopo Subroto, SJ pada HIDUP tahun 2017 di artikel berjudul “Dari Mimpi Sampai Diskresi” menyebutkan bahwa Canisius Drukkerij Djokjakarta begitu lekat di benak banyak kalangan dalam Gereja Katolik.
Nama ini merupakan cikal bakal Pen-Per Kanisius yang lahir pada 26 Januari 1922. Kisah kelahirannya bermula dari keinginan kuat Superior Misi, Pater J. Hoeberechts, SJ untuk mewarta. Ia pun meminta bantuan kepada Pimpinan Congregatio Fratrum Immaculatae Conceptionis Beatae Mariae Virginis (FIC) untuk membantu karya misi pelayanan buku dan pewartaan Gereja di Tanah Jawa. Permintaan itu disambut hangat dengan FIC mengirimkan para brudernya. Bruder Bellinus FIC membidani lahirnya karya pewartaan Gereja ini hingga 1928.
Dengan langkah sederhana cita itu diwujudkan. Asa itu perlahan direalisasikan di gudang bekas pabrik besi di kompleks Bruderan FIC, Jalan Panembahan Senopati 16, Yogyakarta. Hanya bermodal dua mesin dengan tiga orang.
Seiring berjalannya waktu, kebutuhan akan buku pelajaran agama Katolik dan buku doa kian menguat. Maka di tahun 1926, percetakan kecil ini perlahan menjajaki dunia penerbitan.
Salah satu buku doa terbitannya yang paling fenomenal adalah “Padoepan Kentjana”. Buku ini pertama kali diterbitkan di tahun 1926 dan masih dicetak ulang sampai sekarang dengan berbagai revisi.
Percetakan ini mendukung geliat pendidikan yang berada di bawah Yayasan Kanisius sebagai Pen-Per buku pelajaran sekolah, buku tulis, buku administrasi untuk keperluan misi, buku doa, buku nyanyian, surat kabar, dan majalah. Tongkat komando lalu beralih ke tangan Bruder Bertinus, FIC (1928-1933). Lalu kepemimpinan dilanjutkan oleh Bruder Baldewinus, FIC sejak 1933 sampai sebelum zaman Jepang (1942-1945). Setelah itu, kepemimpinan Percetakan Kanisius terus berganti.
Keuletan Bruder FIC
Romo Azis menyebutkan, masa awal rintisan karya di Tanah Misi ini menjadi periode memupuk mimpi antara Gereja yang mulai tumbuh bersama keuletan para Bruder FIC (1922-1965). Dalam buku “Bersiaplah Sewaktu-waktu Dibutuhkan: Perjalanan Karya Penerbit dan Percetakan Kanisius (1922-2002)” dijabarkan tahun 1930 pegawai percetakan berjumlah 90 orang.
Tahun 1934, Percetakan Kanisius mulai menerima pesanan dari kalangan umum, perusahaan, hingga instansi pemerintah. Bahkan Kantor Kepatihan Yogyakarta terkadang mencetakkan kebutuhan administrasinya di Kanisius. Kemudian delapan mesin baru didatangkan di tahun 1937. Di masa pendudukan Jepang (1942-1945) keadaan Percetakan tidak menentu. Masa itu, karyawan Kanisius tinggal 40 orang.
Untunglah pendudukan Jepang singkat. Tanggal 8 Mei 1946 Percetakan Kanisius diserahkan kembali oleh pemerintah kepada Pastor A.Djajasepoetra, SJ (Wakil Uskup) dan mulai aktif kembali. Di tahun itu pun kaum awam memimpin Kanisius: F.S Atmasentana, Rob. Muradisewaja, dan J. Soekijat.
Pada periode kemerdekaan RI, Kanisius banyak berkontribusi dalam derap perjuangan bangsa Indonesia. Lembaga ini sempat dipercaya mencetak Oeang Repoeblik Indonesia (ORI). Koran dan majalah perjuangan pergerakan kemerdekaan juga di cetak di sana. Setelah memasuki era kemerdekaan, Kanisius memberikan kontribusi dalam proses Indonesianisasi dengan menerbitkan buku-buku pelajaran berbahasa Indonesia.
Tahun 1949, tongkat kepemimpinan kembali pada Bruder Baldewinus hingga 1965. Periode itu diwarnai dengan munculnya buku-buku pelajaran sebagai bentuk kontribusi terhadap pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tahun 1950-an proses penciptaan logo Kanisius dilaksanakan. Pun tahun 1965 ditandai dengan pembelian tanah di Deresan, Yogyakarta, yang kini menjadi kantor pusatnya.
Romo Azis menjelaskan era itu selain sudah berbuah manis, mimpi para pendahulu juga menjelma menjadi sebuah gerakan perubahan bagi Gereja dan bangsa Indonesia.
Jesuit Melanjutkan Karya
Kala Bruder Baldewinus tak diizinkan kembali ke Indonesia, mulailah era kepemimpinan para Jesuit. Pater J. Lampe, SJ mulai masuk Kanisius pada 1967. Selang setahun Pater Lampe bergabung, Kanisius tercatat sebagai Percetakan Offset pertama di Indonesia.
Pater Lampe sendiri sempat belajar di Eropa Barat untuk mendalami dunia percetakan. Dalam waktu delapan bulan, ia memperoleh gambaran mengenai situasi grafika di Eropa dan kemungkinan menerapkannya di Indonesia. Seiring waktu, para Jesuit mengawal perubahan demi perubahan dalam peziarahan Pen-Per Kanisius hingga kini.
Romo Azis menuliskan, dalam sejarahnya, konon pada 1980, sempat muncul polemik akan menjual karya ini karena situasi yang tidak kondusif. Pun momen mendaki bukit terjal dan jalan berliku kadang mewarnai dan terasa mencekam saat menggumuli krisis. Idealisme untuk tampil profesional sekaligus merepresentasikan kehadiran Gereja dan mengembangkan peradaban, sering bertabrakan dengan tren perkembangan zaman serta problem ekonomi usaha. Kanisius pun melibati dalam perubahan dan perkembangan sesuai zamannya.
Salah satu langkah besar hasil diskresi panjang Pen-Per Kanisius, Romo Azis mencatat, adalah munculnya kesadaran bahwa usaha ini perlu dikembangkan menjadi badan usaha profesional sekaligus mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.
Maka pada 25 Juli 2013, Akta pendirian PT Kanisius ditandatangani di hadapan Notaris Bong Hendri Susanto di Yogyakarta. Mulai Januari 2014, Badan Usaha ini dikelola dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT). Diharapkan dengan bentuk berbadan hukum, pengelolaan sistem manajemen dapat disesuaikan dengan tuntutan sebuah PT.
Sekalipun kemudian harus berorientasi pada profit, yang berarti harus memperhitungkan keuntungan perusahaan, tapi idealisme visi dan misi utamanya tak boleh ditinggalkan. Mimpi besar untuk tetap mengabdi Gereja dan dunia pendidikan, tetap menjadi prioritas dibandingkan usaha ekonomis belaka. Yang berubah hanyalah manajemennya, dijalankan dengan model PT. Implikasinya, pengawasan menjadi lebih ketat, terutama di bidang keuangan dan tenaga kerja.
Perkuat Identitas
Di tengah gempuran dan tantangan perkembangan dunia, identitas lembaga ini semakin diperkuat. Romo Azis menegaskan Penerbit dan Percetakan adalah identitas lembaga ini. Meskipun demikian, PT Kanisius tidak menutup mata dengan lonjakan perkembangan dunia digital yang kian masif terlebih sejak pandemi Covid-19.
PT Kanisius terus berupaya menyesuaikan langkah dengan perubahan konvensional menuju era digital. Sadar bahwa digitalisasi konten menjadi bentuk baru dari buku, bagian Penerbit mulai menjajal ranah penerbitan digital untuk melengkapi keberadaan buku cetak.
Buku terbitan PT Kanisius kini sebagian sudah dapat dinikmati dalam format buku digital (e-book). Langkah ini juga ditunjang dengan memastikan bekerja sama dengan para distributor buku digital yang memiliki komitmen dan teruji dalam menjaga keamanan buku digital yang sudah terunggah di dunia maya. Saat ini bekerja sama dengan Moco Aksaramaya, Pesona Edu Mahoni, PiBO, Gramedia Digital Nusantara, dan Buqu. Sedangkan di aplikasi dapat dilihat di aplikasi iJakarta, iPusnas, iJogja, iKaltim, iSukabumi, iProbo, dan akan dapat dilihat juga di iJateng dan iTorayamaelo.
Di bidang Percetakan, PT Kanisius tengah mengusung konsep “One Stop Printing” dengan jargon “Better-Faster-Cheaper”. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Percetakan PT Kanisius tengah melirik industri kemasan (packaging) guna membantu mengangkat citra produk semakin berkelas dengan kemasan yang menarik. Layanan cetak kemasan berbahan kertas dikembangkan tanpa meninggalkan layanan utama jasa cetak pada produk buku dan cetak komersial. Bagian Percetakan terus berkomitmen mengutamakan kualitas layanan dan hasil cetak, dengan menambah kelengkapan mesin-mesin finishing.
Penguatan identias dan layanan PT Kanisius dilakukan agar upaya mencerdaskan kehidupan bangsa semakin bermutu. Hingga saat ini, Kanisius terus konsisten menghadirkan buku-buku bermutu sebagai wujud kepedulian bagi masyarakat untuk membangun kehidupan yang makin berkualitas, masyarakat yang makin nasionalis dan bermartabat.
Tidak hanya itu. Kehadirannya di jagat maya semakin terasa dengan adanya akun Facebook, Instagram, Youtube, Twitter, dan lapak e-commerce populer. Inilah bentuk kesetiaan Kanisius mencerdaskan bangsa dan mengantarkan manusia sampai pada puncak kebudayaannya.
Felicia Permata Hanggu
HIDUP, Edisi No. 3, Tahun ke-76, Minggu, 16 Januari 2022