Apa dan Bagaimana (Ber)Sikap Liturgis

1462

HIDUPKATOLIK.COM -USAI Misa di salah satu paroki, seorang umat bertanya kepada pastornya, ”Pastor,  kok sikap prodiakon dalam Misa tadi tidak seragam dan tidak kompak?” Pertanyaan umat ini bisa jadi dirasakan oleh umat di tempat lain. Ada kesan petugas liturgi tidak sungguh-sungguh menghayati panggilan mereka dalam Ekaristi dan ibadat lainnya. Bila hal ini terjadi, petugas liturgi perlu dibina dan didampingi secara lebih serius sehingga umat tidak terganggu dengan style mereka yang beraneka ragam.

Pelayan liturgi beda dengan petugas liturgi. Pelayan liturgi adalah adalah orang-orang yang menerima tahbisan suci.

Mereka inilah yang disebut kelompok klerus dan hierarki. Pelayan liturgi ini menunjuk para pelayan khususnya yang biasa dilakukan dalam perayaan sakramen-sakramen.

Sementara petugas liturgi adalah petugas-petugas lain dari liturgi  yang umumnya membantu dan mendukung liturgi yang dipimpin pelayan liturgi. Petugas liturgi ini tidak menerima tahbisan suci. Ada petugas liturgi yang secara resmi dilantik dalam rangka tahapan menuju imamat jabatan, seperti lektor dan akolit yang diterima calon imam. Namun ada petugas liturgi yang mendapat tugas resmi dari ordinaris wilayah untuk melaksanakan tugas tertentu dan masa jabatan di lingkup daerah tertentu seperti prodiakon dan asisten imam. Ada juga yang memperoleh delegasi untuk tugas tertentu di tempat-tempat tertentu khususnya di paroki seperti lektor, putra-putri altar, solis-pemazmur, koster, dan lain-lain.

Seorang petugas liturgi adalah orang yang dipanggil mengemban suatu peran istimewa dalam suatu perayaan kudus. Seraya bersyukur atas rahmat panggilan ini, petugas liturgi hendaknya menyadari tanggung jawabnya dalam mempersiapkan diri serta menghayati apa yang dirayakan dalam hidup sehari-hari.

          Bernardus Boli Ujan, SVD dalam  “Sikap Liturgis para Petugas Khusus” menyebutkan sekurang-kurangnya ada tiga makna sikap liturgis. Pertama, sikap liturgis adalah ungkapan pribadi seseorang. Peran sikap liturgis dalam setiap perayaan adalah mengungkapkan diri manusia sebagai makhluk utuh yang mau bersama-sama menghadap Allah. Sikap liturgis menampakkan suasana batin-hati seseorang yang sedang beribadat dan sekaligus mempengaruhi suasana hatinya. Dalam hal ini sikap liturgis mempunyai dimensi personal.

Kedua, dimensi sosial dari sikap liturgis. Artinya, suatu sikap liturgis  mempengaruhi sikap orang lain dan juga dipengaruhi sikap orang lain di sekitarnya. Sadar atau tidak, sikap liturgis petugas liturgi turut menciptakan suasana ibadat bersama. Sikap liturgis mereka membentuk suasana perayaan menjadi khidmat dan khusyuk atau hiruk pikuk dan  kacau-balau. Tentu saja, sikap liturgis tersebut dapat mempengaruhi situasi batin hati dan sikap orang lain selama ibadat berlangsung.  Karena itu, petugas liturgi harus memiliki kepribadian yang cukup kuat dan matang. Ia juga seharusnya menampilkan sikap-sikap liturgis  yang menjadi kesepakatan dalam Gereja dan berlaku untuk semua umat beriman dalam satu perayaan. Dia tidak perlu menampilkan sikap liturgis yang ia sukai dan tidak umum bagi umat lainnya. Sikap liturgis petugas liturgi harus dihayati sedemikian rupa sehingga sikap itu sungguh  mengungkapkan sikap batinnya. Hal ini tercapai bila mereka telah menginternalisasi sikap liturgis sehingga apa yang dilakukan merupakan sebuah ekspresi dari kedalaman iman.

Ketiga, makna simbolis sakramental dari sikap liturgis. Artinya,  sikap liturgis tertentu  mengungkapkan karya atau tindakan Allah yang menyelamatkan. Sikap liturgis manusia yang kelihatan sederhana dan biasa-biasa saja itu mengandung misteri keselamatan yaitu karya agung Allah. Allah menghargai dan menguduskan hal-hal sederhana dan menjadikannya sarana keselamatan. Melalui hal-hal sederhana, Allah menyalurkan rahmat dan menguduskan manusia. Sikap liturgis yang tampaknya sederhana tetapi sekaligus agung itu menjadi berkat-anugerah dari Allah sekaligus doa dan kurban dari manusia. Pada sisi yang lain, melalui sikap liturgisnya umat menyampaikan rasa hormat dan memuliakan nama Allah.  Inilah dimensi simbolis sakramental sikap liturgis.     Menghayati fungsi dan peran petugas liturgi yang baik dan benar dibutuhkan pembinaan yang berkala dan kontinyu. Dengan demikian, petugas liturgi dipanggil untuk belajar bagaimana sikap liturgis yang tepat yan diwujudkan dalam pelayanan.

Dalam Sacrosanctum Concilium dikatakan,”Hendaklah para Gembala Jiwa dengan tekun dan sabar mengusahakan pembinaan liturgi kaum beriman serta secara aktif, baik lahir maupun batin, sesuai dengan umur, situasi, corak hidup dan taraf perkembangan religius mereka” (SC. 19). Maka, menjadi tugas dan tanggung jawab imam untuk terus-menerus mendampingi para petugas liturgi sehingga pelayanan mereka sungguh mengalir dari hati yang terdalam demi  kemuliaan Tuhan semata.

“Seorang petugas liturgi adalah orang yang dipanggil mengemban suatu peran istimewa dalam suatu perayaan kudus.”

Pastor Andreas Satur, OFM, Kepala Paroki St. Montfort-Badau, Keuskupan Sintang

HIDUP, Edisi no. 2, Tahun ke-76, Minggu, 9 Januari 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini