Karya Kepausan: Kobarkan Api Misi

555

HIDUPKATOLIK.COM – Inilah kisah kecil Karya Kepausan yang mendunia hingga mewarnai semangat misi Gereja lokal di Indonesia.

“PERGILAH, jadikanlah semua bangsa murid-Ku…” (Mat. 28:18-19) adalah sebuah amanat agung yang disampaikan oleh Kristus sendiri kepada para murid yang diteruskan kepada kita hingga saat ini. Dalam pesan Hari Minggu Misi Sedunia ke-95, Paus Fransiskus kembali menegaskan bahwa sejarah evangelisasi dimulai dengan kehendak Tuhan untuk memanggil setiap orang dan berdialog dengan-Nya sebagai sahabat. Perintah untuk saling mengasihi ditekankan kembali (Yoh.15:12-17) sebab cinta selalu bergerak dan menginspirasi kita untuk berbagi pesan yang indah dan penuh harapan: “Kami telah menemukan Mesias” (Yoh.1:41).

Lahir dari Situasi Sulit

Meski demikian, segala sesuatunya tidaklah selalu mudah. Jemaat Kristen Perdana memulai hidup imannya di tengah-tengah permusuhan dan penderitaan. Alih-alih menutup diri karena pelbagai kesulitan, pengalaman pahit tersebut justru mendorong mereka untuk mengubah berbagai masalah dan kesulitan menjadi kesempatan dan peluang untuk bermisi. Keterbatasan dan halangan menjadi kesempatan istimewa untuk mengurapi segala sesuatu dan semua orang dengan Roh Tuhan. Tidak ada sesuatu pun dan tak ada seorang pun akan dikecualikan dari pesan pembebasan.

Semangat perutusan ini pun tercermin dalam diri empat pendiri Serikat yang bernaung dalam Karya Misi Kepausan (The Pontifical Mission Works) atau Serikat Misi Kepausan (The Pontifical Mission Societies) atau di Indonesia lebih dikenal dengan istilah singkatnya Karya Kepausan. Karya Kepausan sendiri adalah sebuah Lembaga yang membantu tugas Bapa Suci yang secara struktural berada di bawah Kongregasi Suci Propaganda Fidei atau Kongregasi Suci untuk Penginjilan (Evangelisasi) Bangsa-Bangsa (Sacred Congregation for Evangelization of Peoples).

Pauline Marie Jericot

Saat Misa Syukur pesta emas 50 tahun Biro Nasional Karya Kepausan Indonesia (BN KKI), Direktur Nasional Karya Kepausan Indonesia (Dirnas KKI), Romo Markus Nur Widipranoto berbagi kisah sejarah Karya Kepausan Indonesia (Pontifical Mission Societies of Indonesia) di Kapel St. Ursula, Jalan Pos No.2, pada hari Minggu, 21 November 2021.

Imam yang akrab disapa, Romo Nur Widi ini menguraikan bahwa Karya Kepausan bertugas untuk merawat dan mengembangkan iman yang dianugerahkan oleh Allah kepada kita semua yang bertugas membantu Paus untuk mewartakan injil, membangkitkan kesadaran misioner di dalam hati umat beriman Katolik.

Karya Kepausan merupakan suatu lembaga yang mengoordinasikan keempat serikat, yaitu: Serikat Kepausan untuk Pengembangan Iman, Serikat Kepausan St Petrus Rasul untuk Pengembangan Panggilan, Serikat Kepausan Anak-anak dan Remaja Misioner (SEKAMI), dan Serikat Kepausan Persektuan Misioner Para Biarawan-Biarawati. Karya Kepausan bersama dengan serikat-serikatnya ini lahir dari situasi yang tidak mudah pada masa pemerintahan Napoleon Bonaparte di Perancis. “Jadi pemerintahan Napoleon pada masa itu meninggalkan banyak masalah khususnya bagi Gereja di Prancis,” ungkapnya.

Kemudian muncul gerakan akar rumput, gerakan aksi karya misi untuk membangun kehidupan bersama terlebih adanya kesulitan finansial. Maka muncullah aksi kecil yang nantinya berkembang menjadi Serikat-Serikat Misi Kepausan.

Pengembangan Iman

Serikat pertama adalah Serikat Kepausan untuk Pengembangan Iman (The Pontifical Society for The Propagation of The Faith). Serikat ini berawal dari aksi akar rumput yang dipelopori oleh seorang perempuan awam dari Lyon, Perancis bernama Pauline Marie Jaricot (1799-1862). Ia adalah seorang putri dari saudagar kaya memiliki sebuah pabrik yang juga mempekerjakan para buruh. Pauline memiliki keprihatinan pada situasi zamannya. Oleh karena itu, ia mulai dari gerakan internal kemudian meluas ke paroki dan semakin meluas di keuskupan dan akhirnya nanti pada tanggal 3 Mei 1922 ditetapkan oleh Paus Pius XI menjadi Serikat Kepausan.

Jeanne Bigard

Tujuan Serikat ini untuk memajukan kerja sama misioner dari semua komunitas Kristiani. Tujuan ini melebar, yakni mengumpulkan bantuan materi untuk karya misi, memajukan panggilan misioner, dan mendidik orang-orang Kristen dengan semangat misioner. Pauline juga mulai mengumpulkan para buruh, pekerja ayahnya. Mereka berkumpul secara rutin untuk mengadakan Doa Rosario Hidup serta mengumpulkan kolekte untuk membantu gereja-gereja yang dalam situasi sulit. Pauline digelari Venerabilis.

Pada tahun 1927, Paus Pius XI menetapkan Hari Minggu Misi Sedunia yang setiap tahunnya jatuh pada hari Minggu kedua dari akhir bulan Oktober. Tujuannya untuk membangun kesadaran bermisi, semangat solidaritas kerja sama misioner dalam doa dan derma untuk mendukung karya misi Gereja.

Pengembangan Panggilan

Serikat Kepausan St. Petrus Rasul untuk Pengembangan Panggilan (The Pontifical Society of St.Peter The Apostle) dirintis oleh seorang perempuan awam asal Perancis bernama Jeanne Bigard (1859-1934). Panggilan ini bermula dari pengalaman personal. Saat itu ayahnya jatuh sakit dan tidak bisa mendapatkan Sakramen Urapan Orang Sakit. Hal itu sungguh menyentak imannya. Ia merasakan bahwa masih sedikit imam yang ada dalam Gereja sehingga ayahnya sendiri tidak bisa mendapatkan Sakramen. Oleh karena itu, pengalaman mendasar ini menggugah Jeanne bersama dengan ibunya untuk mengumpulkan dana bagi pendidikan calon imam.

Maka serikat ini berhubungan dengan promosi dan formasi imam lokal di dalam Gereja-gereja tanah misi dengan menyediakan bantuan finansial. Bantuan juga disediakan untuk para calon di lembaga hidup bakti baik laki-laki dan perempuan. Pada tanggal 3 Mei 1922 mendapat status kepausan. Tahun 1924 Paus Pius XI menetapkan St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus sebagai pelindungnya. Sejak tahun 1963, Gereja merayakan Hari Minggu Panggilan Sedunia yang tiap tahunnya jatuh pada Hari Minggu Paskah IV (Hari Minggu Gembala Yang Baik). Hari Minggu Panggilan merupakan hari doa untuk mohon pertumbuhan panggilan khusus untuk menjadi imam, bruder, dan suster. Pada hari itu Gereja mengajak umat Katolik seluruh dunia untuk memberikan derma bagi pendidikan imam diosesan dan juga pembinaan novisiat para religius.

SEKAMI

Serikat Kepausan Anak-anak dan Remaja Misioner (SEKAMI) (The Pontifical Society of The Holy Childhood) didirikan pada tanggal 19 Mei 1843 oleh Uskup Nancy, Perancis, Mgr. Charles De Forbin Janson (1785-1844). Ia begitu prihatin terhadap kondisi anak-anak terlebih yang ada di Tiongkok pada waktu itu. Tidak hanya di Tiongkok tapi negara lain yang dilanda kesulitan amat hebat. Anak-anak terlantar, tidak mendapatkan jaminan kesehatan, pendidikan dan pembinaan iman. Karena itu, Uskup memulai aksi kecilnya di keuskupan lokal dengan menggugah anak-anak di keuskupannya untuk membantu teman mereka di seluruh dunia, khususnya di Tiongkok pada waktu itu dengan mengumpulkan dana aksi misi, solidaritas misioner. Karena itu, ia juga merumuskan sebuah semboyan bagi anak-anak misioner yaitu “Children Helping Children” ‘anak menolong anak’ dengan gerakan 2D2K (Doa, Derma, Kurban, Kesaksian).

Mgr. Charles De Frobin Janson

Serikat yang diresmikan pada 3 Mei 1922 oleh Paus Pius XI ini bertujuan mendidik anak-anak dan remaja dengan semangat misioner, membantu mereka memahami orang-orang yang membutuhkan untuk membantu teman-teman sebaya di negara-negara misi dengan doa dan bantuan material mereka. Setiap tahun Hari Anak Misioner Sedunia diperingati pada hari Minggu pertama bulan Januari (Pesta Penampakan Tuhan). Inilah hari yang mempersatukan semua anak di dunia.

Persekutuan Misioner

Serikat paling muda adalah Serikat Kepausan Persekutuan Misioner Para Biarawan-Biarawati dan Awam (The Pontifical Missionary Union). Serikat ini didirikan di Italia oleh seorang imam yaitu Paolo Manna (1872-1952) pada tahun 1916. Kemudian pada tanggal 28 oktober 1956 diresmikan menjadi Serikat Kepausan oleh Paus Pius XII. Pastor Paolo digelari Beato.

Serikat ini berupaya memberi animasi misioner kepada para pastor dan umat Allah; para imam, religius, dan anggota institut sekulir lewat majalah Misi, dan Pastor Paolo Manna sebagai direkturnya. Dari upaya animasi ini diharapkan Gereja menjadi lebih misioner dengan umat semakin sadar akan tanggung jawabnya sebagai umat Allah dan siap melaksanakan tugas sesuai dengan panggilannya.

Keempat Serikat Misioner Kepausan ini mempunyai tujuan umum yang sama yaitu membantu memajukan semangat misioner universal di antara umat Allah. Dari keempat serikat itu, Serikat Kepausan Persekutuan Misioner Para Imam, Religius, dan Awam merupakan “jiwa” dari ketiga serikat yang lain dan berusaha memajukan serikat yang lain.

Hadir di Indonesia

Karya Kepausan yang telah ada di Eropa kemudian di bawa ke Indonesia setelah Perang Dunia I pada tahun 1919. Pada waktu itu Indonesia masih berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda (Nederlands Indie) sehingga KKI masih menginduk pada Karya Kepausan Negeri Belanda. Tercatat dalam buku “40 Tahun Karya Kepausan Indonesia: Sejarah dan Dimensi Teologis-Misioner” bahwa selama kurang lebih lima dasawarsa,  KKI tidak dapat berkembang dengan baik karena negara sedang dalam penjajahan Belanda yang diikuti dengan penjajahan Jepang. Perhatian Gereja dan Bangsa Indonesia saat itu lebih terfokus pada pemulihan dan pembenahan keadaan dalam negeri.

Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau pun turut menjadi rintangan besar bagi terciptanya komunikasi antar wilayah. Disamping umat Katolik Indonesia tergolong minoritas dalam jumlah, pengertian dan kesadaran akan tanggung jawab sebagai anggota suatu Gereja semesta pun masih berada pada tingkat awal. Belum lagi sebagai Gereja muda dengan hierarki Gereja yang belum lama terbentuk, Gereja masih sibuk dengan masalah di dalam lingkungan sendiri, baik di tingkat keuskupan maupun nasional. Saat itu, Gereja di Indonesia masih bergumul dengan rupa-rupa persoalan diri sendiri maka tak heran bila perhatian dan rasa kesetiakawanan dengan saudara-saudara di luar belum memadai.

Angin segar datang di tahun 1970-an. Masa itu, KKI mulai bangkit kembali dengan menggunakan nama Biro Nasional Karya Kepausan Indonesia (BN KKI) mulai bangkit kembali atau dalam hubungannya dengan dunia internasional digunakan istilah “National Office of The Pontifical Mission Societies of Indonesia.” Hal ini semakin menguat khususnya dalam sidang Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI sekarang KWI) tanggal 22 November hingga 4 Desember 1971. Di situ para Uskup Indonesia mengakui keberadaan Karya Kepausan yang mengemban tugas untuk membangkitkan kesadaran dan tanggung jawab misioner di dalam hati umat Katolik Indonesia. Sejak itu Karya Kepausan Indonesia mulai diperkenalkan ke Keuskupan-keuskupan di Indonesia.

Palolo Manna

Dengan memiliki Biro Nasional Karya Kepausan dibutuhkanlah seorang Direktur Nasional (Dirnas) sebagai pemimpin. Sampai tahun 1971, Dirnas BN KKI masih dari Belanda yaitu Pastor H.  Bastiaanse, SJ. Kemudian mulai tahun 1971 para Bapa Uskup MAWI mengusulkan diantara para imamnya untuk menjadi Dirnas ke Kongregasi Suci Penginjilan Bangsa-Bangsa dan Kongregasi menunjuk Pater Josef Diaz Viera, SVD menjadi Dirnas KKI-KWI yang (1971-1984). Pater Josef sungguh amat berjasa dan berjuang keras sehingga Karya Kepausan dikukuhkan oleh MAWI. Ia dikenal memiliki wawasan misioner yang luas dan pengalaman organisatoris yang kuat. Waktu itu, ia tengah menjalankan tugas di MAWI sebagai Direktur KAWALI.

Pada usia yang ke-50 ini, KKI terus menerus berupaya mengemban tugasnya untuk merawat iman dan membangkitkan kesadaran misioner bagi umat Katolik. KKI semakin dikenal di berbagai keuskupan. Tandanya, Direktur Diosesan KKI (Dirdios) telah ada di 37 keuskupan di Indonesia.

Felicia Permata Hanggu

HIDUP, Edisi No. 01, Tahun ke-6, Minggu, 2 Januari 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini