Uskup Maumere, Mgr. Edwaldus Martinus Sedu: Kunjungan yang Bermakna

199

HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 19 Desember 2021 Minggu Adven IV: Mi.5:1-4a; Mzm.80:2ac,3b,15-16, 18-19; Ibr.10:5-10; Luk.1:39-45

Penginjil Lukas menyajikan kepada kita cerita tentang kunjungan Maria kepada Elisabet saudarinya. Kita telah menemukan bagaimana Maria memiliki insiatif untuk pergi, mengunjungi, menyapa dan membantu saudaranya yang sedang mengandung. Pada saat yang sama, Elisabet pun menerima kunjungan Maria dengan penuh sukacita.

Secara singkat dapat dijabarkan struktur teks Injil Lukas 1:39-45. Pertama, Maria berangkat ke rumah Elisabet dan ketika tiba di sana Maria memberikan salam. Kedua, Elisabet menerima salam Maria dan bersukacita. Ketiga, kesaksian Elisabet: “berbahagialah dia yang telah percaya.”

Penjabaran teks ini menyajikan kepada para pembaca akan perjumpaan dua wanita yang telah mendapat kepercayaan dari Allah untuk melahirkan Kristus dan Yohanes Pembaptis. Perjumpaan dua wanita penting dalam dunia Perjanjian Baru.

Sementara itu, dalam Bacaan Pertama Nabi Mikha menulis sebuah ramalan tentang kota kecil Betlehem yang akan menjadi besar karena darinya akan lahir seorang yang akan menggembalakan umat Israel.

Teks tentang Kota Betlehem ini mengingatkan pembaca akan perjalanan yang harus ditempuh Maria sebelum melahirkan Kristus, yakni dari Galilea menuju Betlehem. Jadi, kunjungan kepada Elisabet merupakan bagian dari perjalanan Maria sebelum kelahiran Kristus.

Sedangkan Bacaan Kedua menggarisbawahi inti dari kedatangan Kristus di tengah dunia, yakni melaksanakan kehendak Allah. Teks ini mengingatkan pembaca agar memahami misteri inkarnasi ini dalam terang inisiatif Allah untuk menyelamatkan manusia.

Gambaran paling nyata dari ketaatan pada kehendak Allah adalah sikap Maria yang menyanggupi tawaran untuk mengandung dan melahirkan Kristus ketika ia “dikunjungi” oleh Malaikat Gabriel yang membawa kabar sukacita.

Berdasarkan ketiga bacaan hari ini, mari kita merenungkan bagaimana kita memberikan makna pada suatu kunjungan.

Pertama, apa tujuan kita mengadakan kunjungan. Hal yang paling pertama adalah menemukan tujuan kita mengunjungi sesama. Mengapa hal ini menjadi penting? Karena kerap kali kita membuat kunjungan yang bersifat rutin, yakni melaksanakan kunjungan untuk memenuhi kewajiban kita.

Di sini pertanyaan tentang tujuan membuat kunjungan menjadi sangat penting. Apakah hanya rutinitas atau ada motivasi yang lebih dalam, sebagaimana Maria mengunjungi Elisabet.

Kunjungan ini bukan hanya sekadar kunjungan kerabat, tetapi Maria pergi karena ia melaksanakan kehendak Allah. Maria pergi karena ingin mengambil bagian dari perjalanan Kristus di tengah dunia.

“Maria pergi karena Elisabet membutuhkan Maria untuk meneguhkan imannya.”

Kedua, mengunjungi orang yang tepat. Sebagai kelanjutan dari makna yang pertama di atas, kunjungan kepada orang yang tepat berarti mengunjungi orang yang memang membutuhkan kunjungan apalagi di masa pandemi ini, salah satu contoh sederhananya adalah para lansia yang pada tahun ini tidak menerima kunjungan dari anak-anak dan cucu mereka yang tidak dapat melakukan perjalanan jauh. Mereka ini yang berada di sekitar kita dan membutuhkan kunjungan.

Ketiga, membawa damai dan sukacita. Buah dari kunjungan kita adalah Damai dan Sukacita. Ini merupakan ciri dari suatu kunjungan kristiani. Dalam peristiwa kunjungan Maria kepada Elisabet satu hal penting yang tidak dapat kita lupakan adalah kunjungan itu membawa damai dan sukacita.

Kesaksian Elisabet telah meneguhkan kita bahwa sebagai orang yang menerima kunjungan, ia sungguh mengalami sukacita, bahkan sukacita itu dirasakan pula oleh sang bayi yang masih berada dalam kandungannya, “mendengar salammu, anak dalam rahimku melonjak kegirangan.”

Hal ini mengajak kita untuk merefleksikan kunjungan-kunjungan pastoral yang kita lakukan. Apakah kita membawa serta dengan damai dan sukacita atau dalam kunjungan itu kita justru menabur benih permusuhan dan pemecah belah?

Saudara-saudaraku terkasih, sebentar lagi kita akan memasuki liburan Natal dan Tahun Baru, tentu kita akan melakukan kunjungan-kunjungan. Belajar dari Santa Perawan Maria, bukan soal berapa banyak orang yang kita kunjungi tetapi apakah kunjungan kita bermakna?

“Sudahkah kunjungan pastoral kita membawa serta damai dan sukacita seperti peristiwa Maria mengunjungi Elisabet?”

HIDUP, Edisi 51, Tahun ke-75, Minggu, 19 Desember 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini