Uskup Agung Samarinda, Mgr. Yustinus Harjosusanto, MSF: Penantian yang Benar

196

HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 12 Desember 2021 Minggu Adven III Zef.3:14-18a; MT Yes.12:2-3, 4bcd, 5-6; Flp.4:4-7; Luk.3:10-18

PADA Minggu Gaudete (Bergembiralah), kita diajak bergembira dan bersukacita, karena waktu kedatangan Tuhan sudah dekat. Hari kelahiran Immanuel sudah diambang pintu. Masa penantian hampir selesai. Bagi orang beriman Kristen, Tuhan yang akan datang itu bukan hanya datang melainkan berada di tengah umat-Nya dan bertindak membarui dan menyelamatkan sehingga umat mesti bergembira dan bersukacita.

Nubuat Zefanya menggambarkan mengenai hal itu. Hukuman yang disingkirkan, musuh telah dikalahkan, Tuhan ada di tengah-tengah umat-Nya, dan umat tidak perlu khawatir akan datangnya malapetaka. Mereka tidak perlu takut, dan tidak boleh menjadi lemah. Hal yang luar biasa adalah Allah bergembira karena umat-Nya dan membarui mereka dalam kasih-Nya. Nubuat itu sungguh memberi kegembiraan besar bagi kita. Namun demikian, agar bisa sungguh bersiap menyambut kedatangan-Nya dengan muka tegak, kita tidak boleh pasif, apalagi merasa diri sudah oke. Persiapan yang benar dan tepat adalah meninggalkan kejahatan dan dosa serta meningkatkan sikap dan perbuatan baik dan bukan persiapan pesta. Kita mesti bertanya kepada diri sendiri, apa yang harus kita buat (Lih. Luk. 3:10).

Yohanes Pembaptis memberi jawaban yang amat tepat dan mendasar yaitu berbagi dengan mereka yang berkekurangan, baik berupa pakaian maupun makanan. Tindakan itu merupakan wujud nyata cinta kasih kepada sesama yang mesti dihidupi oleh setiap orang yang mau bertobat. Maka pertobatan sejati adalah meningkatkan sikap dan tindakan kasih, yang merupakan wujud kasih kepada Allah; bukan sebatas meninggalkan yang jahat atau dosa. Banyak orang rela berbagi, tetapi perlu melihat alasan dan motivasinya. Tidak setiap tindakan berbagi merupakan pewujudan kasih kepada Allah yang ditujukan bagi sesama. Berbagi karena berkelebihan dan merasa kasihan kepada yang berkekurangan semata itu memang baik dan bernilai, namun dasar dan landasannya kurang mendalam, karena sebatas menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Yang kurang terpuji adalah berbagi untuk menyelamatkan diri, seperti pencucian uang atau berlagak dermawan demi menutupi kejahatannya atau untuk mencari nama.

Mengenai tindakan meninggalkan kejahatan, Yohanes Pembaptis memberi arahan yang jelas. Pemungut cukai diminta untuk tidak menagih lebih daripada yang ditentukan. Prajurit diminta agar tidak merampas dan memeras dan hendaknya mencukupkan diri dengan gajinya. Ia memberi pedoman untuk pertobatan, yaitu sikap dan tindakan yang mesti diambil sesuai dengan situasi masing-masing.

Dalam hal persiapan menerima Tuhan yang kedatangan-Nya sudah dekat itu, kita perlu melihat diri secara cermat. Sikap dan perbuatan mana mesti ditinggalkan dan  berani mengambil sikap baru dan mewujudkannya dalam tindakan yang nyata dan tepat. Dalam hal mengubah secara radikal sikap dan tindakan sebagai persiapan menyambut kedatangan Tuhan, diperlukan usaha serius untuk menemukan akar dan sumber perbuatan jahat dan dosa, sehingga bisa ditinggalkan secara permanen.

Pesan yang  yang paling mendasar dari pewartaan hari ini adalah pengakuan akan Kristus yang tidak membaptis dengan air, melainkan dengan Roh Kudus dan dengan api. Baptisan Yohanes Pembaptis adalah baptisan pertobatan, sedangan Baptisan Roh itu mengubah manusia secara mendasar dan total. Yang mengubah bukan manusia sendiri dengan usahanya, melainkan Roh Allah. Dalam diri manusia terjadi perubahan martabat, dari manusia sebagai makhluk ciptaan Allah menjadi putra Allah. Roh Kudus yang dicurahkan membuat dalam Dia kita bisa berseru “ya Abba, ya Bapa” (Bdk. Rom 8:15).

Dibaptis dengan api berarti Roh yang dicurahkan menyulut semangat yang mesti terus membara, dan tidak pernah padam. Semangat para murid yang menerima pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta tersulut dan terus berkobar dan tidak pernah padam sampai akhir hayat mereka. Kita pun telah dibaptis dengan Roh dan api itu, sehingga hidup kita telah dibaharui secara total dan diberi semangat yang diharapkan menyala terus.

Jika orang yang percaya kepada Kristus dan dibaptis tidak mengalami perubahan yang mendasar dan tidak memiliki semangat membara dalam memperkembangkan kasih, perlu melihat dan mencermati diri agar mampu menemukan sumber penghambat perubahan dan perkembangan menuju kesempurnaan dalam kasih kepada Allah dan sesama dengan semangat yang bernyala-nyala. Waktu untuk berubah dan berkembang telah tiba dan tidak boleh ditunda, jika mau selamat, sehingga seperti gandum akan dikumpulkan ke dalam lumbung dan bukan seperti jerami yang dibakar.

diperlukan usaha serius untuk menemukan akar dan sumber perbuatan jahat dan dosa, sehingga bisa ditinggalkan secara permanen.

HIDUP, Edisi No. 50, Tahun ke-75, Minggu, 12 Desember 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini